Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

KRIS BPJS Kesehatan Hapus Adagium Orang Miskin Dilarang Sakit?

6 Maret 2023   08:43 Diperbarui: 10 Maret 2023   17:20 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2003, Papi, panggilan bapak saya, masuk rumah sakit. Memang sejak semingguan kondisi badannya tak enak. 

Usai dari kebun kopi yang sedang digarap, Papi jatuh sakit. Saya ditelepon Ibu saat Papi sudah tak tahan menahan sakit dan mau ke rumah sakit. Saya sedang mengisi acara pelatihan waktu itu.

Usai menerima telepon, saya pamit kepada peserta. Minta diantar dengan sepeda motor, saya tiba di rumah. Papi kemudian langsung saya bawa ke rumah sakit milik pemerintah daerah.

Tahun itu BPJS Kesehatan belum ada. Papi masuk pakai fasilitas Askes. Ibu kebetulan guru PNS dan akses kesehatan Papi dari situ.

Papi kemudian diperiksa dan dimasukkan ke bangsal. Ini sebutan untuk kelas biasa di rumah sakit. 

Ada lebih dari empat orang waktu itu di bangsal. Ruangan kurang nyaman. Jarak antarpasien hanya dipisahkan tirai. 

Yang menunggu tak bisa banyak. Cuaca gerah. Kipas angin tak mampu mengusir kepanasan di kamar bangsal itu.

Seorang kerabat yang kebetulan kerja di dinas kesehatan kemudian meminta pegawai memindahkan Papi ke kelas VIP. Di VIP Papi merasa enak. Rupanya kenyamanan sebuah ruangan untuk orang sakit juga signifikan terhadap pemulihan kesehatan. Ini cerita preambul.

Di kota saya sekarang ini ada beberapa rumah singgah pasien. Rumah singgah pasien biasanya mampu menampung belasan orang. Pasien yang hendak berobat tapi jadwal kunjung dokter masih beberapa hari, bisa minap di rumah singgah.

Mereka rata-rata memang pakai BPJS untuk penyakitnya. Namun, untuk urusan lain, mereka mesti rogok kocek sendiri. 

Ongkos dari rumah ke rumah sakit sudah berapa? Makan berapa? Urusan tetek bengek lainnya juga demikian. 

Memang repot kalau mengurus orang sakit. Mari sama-sama mendoakan agar semua kita sehat dan dijauhkan dari penyakit.

Jika merujuk ke sini, mungkin masih ada benarnya bahwa orang miskin dilarang sakit. Orang miskin bisa bayar tiap bulan BPJS Kesehatan saja sudah syukur. Bahkan, setiap ada pendapatan, yang dibayar itu duluan. 

Ada kawan secara ekonomi sedang sulit. Dia cerita, saban bulan yang didahulukan adalah iuran BPJS Kesehatan buat dia, istri, dan dua anak.

Jika melihat kondisi pasien miskin yang minap di rumah singgah pasien juga demikian. Kebanyakan memang susah. Benar-benar susah. Mau makan juga susah. 

Jadi sebetulnya, orang berobat dengan fasilitas BPJS Kesehatan itu tidak bisa dikatakan "gratis". Tiap bulan bayar iuran itulah saham mereka untuk berobat di kala sakit.

Barangkali karena banyaknya orang Indonesia yang sakit dan pakai BPJS kesehatan, beban negara makin berat. Apalagi ada tanggungan untuk bayar utang, juga ada kewajiban menyelesaikan Ibu Kota Negara Nusantara. Jadi, ketimbang membebani negara, pemerintah memutuskan skema baru untuk BPJS Kesehatan.

Kompas.com pada 11 Februari 2023 menerangkan tentang ini. Kompas.com menulis penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) BPJS Kesehatan secara nasional diundur menjadi 1 Januari 2025.

Sebelumnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) berencana mengimplementasikan kebijakan itu pada pertengahan tahun 2024.

Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN Mickael Bobby Hoelman mengatakan, hal itu dilakukan agar rumah sakit bisa mempersiapkan 12 standar yang harus dipenuhi saat membuka KRIS.

"Penyelenggaraan KRIS secara menyeluruh akan ditargetkan dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025," kata Mickael dalam Youtube rapat bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (9/2/2023).

Kementerian Kesehatan menyatakan penerapan KRIS Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diterapkan secara total 100 persen pada tahun 2025.

Artinya, kelas BPJS Kesehatan yang terdiri dari kelas 1, 2, dan 3 akan dihapus dan disamaratakan menjadi satu kelas.

Hingga saat ini sudah ada sejumlah rumah sakit yang mulai melakukan uji coba. Mickael mengatakan, di 2022 pihaknya telah mulai melakukan uji coba pada lima rumah sakit pemerintah di antaranya yakni RSUP Kariadi Semarang, RSUP Surakarta, RSUP dr. Tadjuddin Chalid Makassar, RSUP dr. Johannes Leimena Ambon, dan RSUP dr. Rivai Abdullah Palembang.

Adapun kriteria ruang rawat KRIS kriteria kelas rawat inap standar secara bertahap minimal memenuhi 9 kriteria:

  • Komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi
  • Ventilasi udara memenuhi pertukaran udara pada ruang perawatan biasa minimal 6 kali pergantian udara per jam
  • Pencahayaan ruangan buatan mengikuti kriteria standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur
  • Kelengkapan tempat tidur berupa adanya 2 kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur
  • Adanya nakas per tempat tidur
  • Dapat mempertahankan suhu ruangan mulai 200 Celsius sampai dengan 260 celcius
  • Ruangan telah terbagi atas jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit (infeksi dan non infeksi)
  • Kepadatan ruang rawat inap maksimal 4 tempat tidur, dengan jarak antartepi tempat tidur minimal 1,5 meter.
  • Tirai/partisi dengan rel dibenamkan menempel di plafon atau menggantung

Kamar mandi sesuai dengan standar aksesabilitas outlet oksigen. Hal ini sudah ditentukan berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/2995/2022 tentang rumah sakit penyelenggara uji coba penerapan Kelas Rawat inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional. Berita lengkap ada di sini.

Bagi rakyat, tentu mengikuti saja apa ketentuan pemerintah. Rakyat tidak mengetahui detail kebutuhan keuangan negara. Salah satunya sehingga menyebabkan aturan ini terbit meski dimulai nanti tahun 2025. Setahun selepas pemilu.

Yang mesti diperhatikan adalah semua kriteria tadi mohon kiranya bisa sama-sama komitmen direalisasikan. Semua rumah sakit hendaknya mengindahkan aturan yang terbit ini nanti tahun 2025.

Saya ada beberapa poin catatan yang lebih bagus saya kasih nomor supaya lebih enak masuk di otak.

Pertama, semua pasien butuh nyaman

Orang masuk rumah sakit karena ingin sembuh. Rata-rata orang ya begini kalau ke rumah sakit. Memang sih ada juga orang masuk rumah sakit karena alasan tidak mau diperiksa KPK, eh.

Meskipun nanti hanya ada satu level kamar pelayanan, tolong sekali dibuat nyaman. Bangsal memang punya nada kurang enak didengar dan banyak cerita yang sumir soal ini. 

Namun, dengan adanya aturan nanti tahun 2025 itu, mau tak mau pasien harus menurut. Harus masuk ke kamar yang sudah ditentukan itu.

Pihak rumah sakit hendaknya betul-betul menjaga kenyamanan pasien. Bagaimana pasien mau istirahat dan obat bekerja maksimal kalau kelas yang mereka tempati tidak nyaman. 

Rakyat juga paham kok, kalau hanya ada satu kelas dan 9 itulah kriterianya. Mereka pasti menerima. Akan tetapi, pekerjaan rumah bagi manajemen rumah sakit adalah jaga kenyamanan. Semua aturan diikuti dan diterapkan.

Kedua, kasihlah obat agak banyakan jangan kelewat pelit

Beberapa tahun lampau, kalau berobat, dokter kasih obat lumayan banyak. Bisa sampai untuk seminggu. Beberapa tahun belakangan ini, obat dari dokter semakin sedikit. Obat dikasih paling hanya untuk tiga harian.

Tentu dokter punya ketentuan sendiri. Pasien pasti paham. Rakyat juga bisa menerima. 

Namun, alangkah baiknya, dengan adanya aturan KRIS ini, dari sisi berobat jalan juga ada perubahan. Pasien pasti ingin obat mereka terima itu setidaknya bisa cukup sampai seminggu. 

Jadi, kalau mereka masih kurang sehat durasi tiga harian, mungkin disisa waktu bisa lekas sembuh.

Namun, kalau sampai tiga hari mereka masih ada keluhan dan obat habis, rasanya malas ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan pertama lagi. 

Tidak ada yang mau kok berobat itu. Kalau tak terpaksa sekali, orang juga malas ke sana. Namun, karena menjadi kebutuhan pokok, mau tak mau berangkat juga.

Karena itulah saya menganjurkan agar ketika berobat jalan, jumlah obat tolong ditambah. Jangan pelit-pelitlah dengan obat. 

Kami kan rakyat ini bayar juga tidak "gratis-gratis" amat. Tambahkanlah jumlah obat minimal sampai lima hari saja kalau tak mau untuk seminggu.

Ketiga, jangan lagi ada alasan tak ada kamar

Saya menduga, banyak pengguna BPJS Kesehatan yang pernah alami ini. Bawa pasien untuk rawat inap, eh kamar penuh. 

Ada juga kasusnya hanya kamuflase. Kamar ada, hanya mesti naik kelas. Karena naik kelas, ada pembayaran di luar premi bulanan peserta.

Ke depan, persoalan seperti ini tolong jangan ada lagi. Pastikan dari bagian penerimaan pasien tahu jumlah kamar yang tersedia untuk mereka yang rawat inap. 

Jadi, jika ada pasien datang ke UGD dan dokter jaga merekomendasikan rawat inap, administrasi segera tanggap. Tentulah ada mekanisme ke arah sana. Diperbaiki dan dibikin simpel saja.

Jangan malah pasien sudah megap-megap, infus sudah dipasang, dokter jaga bilang rawat inap, kamar dibilang penuh. Persoalan seperti ini tak boleh terulang. Rumah sakit adalah entitas yang juga mesti dikelola profesional. Termasuk di dalamnya mekanisme penerimaan pasien yang hendak rawat inap.

Keempat, waktu tunggu yang begitu lama

Kadang ada pasien sudah datang pagi tapi baru dipanggil tiga sampai empat jam kemudian. Beragam alasan dikemukakan. 

Kompas.com pada November 2022 mewartakan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi marah-marah di RSUD dr Soewandhie. Gara-garanya, ia menilai pelayanan rumah sakit lambat kepada pasien. Sehingga, pasien menunggu lama untuk bisa ketemu dokter dan konsultasi serta dikasih obat. Beritanya ada di sini. 

Oleh karena itu, sistemnya mesti dibenahi dan ditingkatkan. Dengan begitu, hal-hal yang seperti ini tidak terulang. 

Masih mending kalau di dalam ruang periksa lama dan enak komunikasinya. Mungkin karena pasien banyak, dokter juga tidak bisa kasih advis terlalu lama. 

Walhasil, menunggu dokter tiga jam, konsultasi dan berobat hanya lima menit. Alamak.

Kelima, kerja samalah dengan lembaga zakat dan kemanusiaan untuk rumah singgah

Saya mengusulkan untuk setiap rumah sakit, baik milik pemda maupun swasta untuk kerja sama dengan banyak pihak. Salah satunya lembaga zakat atau lembaga filantropi. 

Bikinlah semacam rumah singgah pasien. Sehingga, pasien yang datang jauh dan sudah malam selesai berobat, bisa gunakan fasilitas gratis ini.

Duitnya bisa dicari bareng-bareng untuk operasional keseharian. Ada banyak donatur yang mau kasih tapi butuh lembaga tepercaya. 

Dengan sinergi rumah sakit dan lembaga filantropi, satu soal bisa diselesaikan. Pasien hendak menginap gratis dengan layanan baik, bisa direalisasikan.

Kalau manajemen dari BPJS Kesehatan, rumah sakit, dan elemen lain bagus, kita bisa hapus adagium yang ada di judul. Ya benar. 

Ada istilah populer kalau orang miskin dilarang sakit. Nah, kalau ada pemberlakuan KRIS ini, bagaimana ke depannya? Apakah orang miskin memang benar tak boleh sakit? Apakah benar orang miskin kalau sakit repotnya dan susahnya bukan main?

Oleh sebab itu, seperti yang dikemukakan di atas, mesti ada perbaikan kualitas pelayanan. Orang miskin pun tetap bela-belakan diri bayar iuran BPJS Kesehatan ketimbang yang lain. 

Sebab, rakyat paham bahwa kesehatan itu mahal. Karena mahal, ya harus siap-siap "menabung". 

Salah satunya pada pos iuran BPJS Kesehatan saban bulan. Jika semua pelayanan makin rapi, mungkin bisa dikikis pendapat itu. Orang miskin dilarang sakit. Kalau sakit, ya enggak ngebelangsak amat.

Dokter Shilvyy. Sumber Instagram @shilvyy
Dokter Shilvyy. Sumber Instagram @shilvyy

Terima kasih sudah membaca secara saksama dan dalam durasi yang agak lama. [Adian Saputra]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun