Namun, media massa perlu juga melakukan verfiikasi ketat kepada kepala daerahnya, yakni bupati Indramayu Nina Agustiani. Nina adalah putri dari mantan Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar.Â
Kalau Lucky memang politikus jempolan, ia mesti memanfaatkan viralnya pengunduran diri ini dalam konteks politik. Misalnya jadi ajang siap-siap maju pada pilkada mendatang atau langkah politik di masa depan. Mungkin konteksnya pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Who knows.Â
Liputan media massa yang semacam ini, bahkan menjadi topik pilihan Kompasiana, mesti "dimanfaatkan" sebaik mungkin.
Politikus yang cerdas pandai memanfaatkan situasi. Itu memang sudah senyatanya terjadi dalam alam politik. Kalau politikus tak pandai memanfaatkan situasi, ia barangkali memang tak punya garizah jadi politikus dan penguasa baik daerah maupun kelas nasional.
Silakan Lucky mundur. Jadikan itu pijakan untuk melompat lebih jauh. Saran saya, sikapnya biasa saja. Kalau berkelewahan, orang juga menjadi jijik dengan ramainya pemberitaan.Â
Santai saja. Tidak usah malah menjelek-jelekkan pasangan selama ini. Cari simpati massa dan rawat itu dengan baik.
Ibarat suami istri sudah cerai, ya sudah. Tidak usah menceritakan hal-hal yang tabu dan menjadi aib. Cukuplah berdua saja yang tahu. Jangan malah membuat ramai lantas mendatangkan kenyinyiran publik.
Ringkasnya, bagi semua yang mau maju berpasangan, sama-sama paham posisi. Wabilkhusus buat posisi wakil. Mau ia artis, mau ia aktor, mau ia selebgram, dan lainnya, ia tetap ban serep.Â
Ban serep dipakai kalau ban utama kempis, sudah gundul, atau malah pecah besar di jalan. Ketika digunakan, si ban serep mesti menunjukkan kalau ia serep yang bagus dan sama baiknya dengan ban utama.Â
Itulah kira-kira yang mesti dipahami. Kalau sama-sama tahu dan paham posisi kan enak.
Buat Bung Lucky Hakim, selamat atas pilihan politik Anda itu. Jika memang itu nurani, salut kita semua kepada Anda.Â