Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Resign Ragu, Enggak Resign Buntu

18 Februari 2023   08:16 Diperbarui: 18 Februari 2023   14:04 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah jurnalis sedang melakukan reportase. Dokumentasi pribadi

Soal bekerja di media massa, saya punya pengalaman lumayan banyak. Sepuluh tahun masa hidup bekerja di koran tertua di Lampung namanya Lampung Post. 

Di sini meniti "karier"dari korektor bahasa, asisten redaktur bahasa, sampai asisten redaktur kompartemen umum. Pernah juga lama ditaruh di kanal daring dan edisi minggu.

Sambil bekerja di situ, saya sesekali mengirim berita untuk KBR68H. Kurang lebih tiga tahun melakukan "selingkuh kerjaan" karena butuh uang buat tambahan. Pernah pula kurang lebih setahun ambil kerjaan sampingan sebagai editor di sebuah tabloid politik lokal.

Usai sepuluh tahun, saya berhenti. Kemudian masuk ke web lokal yang dikelola senior saya selama sepuluh bulan. 

Lalu lima tahun ikut mendirikan sebuah web lokal dengan saham senilai zakat fitrah. Pemilik tapi tidak penuh. 

Sampai kemudian dalam dua tahun terakhir saya mengelola web sendiri. Tenaga kerja minimalis dengan niat hasilnya maksimalis.

Urusan berhenti bekerja atau resign, setidaknya saya sudah ada pengalaman beberapa kali. Karena itu, saya hendak membaginya di sini. Siapa tahu ada manfaat. Kalau tidak ada manfaat, setidaknya tidak merugikan.

Alasan orang berhenti kerja itu banyak. Saya coba dedahkan beberapa dalam poin per poin. Ini saya sajikan berdasarkan pengalaman pribadi dan beberapa teman. Kenapa orang bisa memutuskan berhenti?

Pertama, suasana kerja tidak nyaman

Nyaman dalam bekerja itu penting. Meski banyak tekanan, kalau suasana mendukung, pasti bisa dikerjakan dengan baik. 

Di mana-mana orang bekerja itu pasti dapat tekanan. Kalau dapat undian, lain lagi ceritanya.

Tidak nyaman kerja juga banyak penyebabnya. Misalnya, komunikasi dengan atasan sudah tidak baik. 

Namun, berdasar banyak pengalaman, situasi tak nyaman karena unsur pimpinan sudah muak melihat muka kita. Kadang dicari alasan supaya kita hengkang. Bisa jadi juga dengan penawaran untuk pensiun dini tapi dengan skema yang merugikan.

Kedua, buntu karier

Ini maksud judul tulisan di atas. Buntu yang pertama ini buntu pada karier. 

Ada banyak lapisan yang mesti kita tembus untuk naik. Kita mau naik jabatan susahnya minta ampun. Kenapa? Musababnya, masih banyak senior di atas.

Lazimnya perusahaan kayak begini karena tak punya kanal menyalurkan potensi karyawan. Jadi, slot yang ada sedikit, tapi yang berebut bejibun.

Kalau kita termasuk yang punya talenta dengan kinerja yang baik, pikir dua kali untuk bertahan. Saya juga demikian. 

Saya sering cerita di kelas-kelas jurnalistik yang saya asuh. Saya punya kemampuan memadai. Saya bisa menulis dengan baik, menyunting dengan ok. Kemampuan bicara saya juga lumayan. Kemampuan organisatoris juga boleh diuji. Dulu waktu SMA pernah jadi ketua umum OSIS.

Jika kita melihat potensi besar kita ini tak bakal sanggup dipenuhi kantor yang dijejali orang banyak dan buntu pada karier, silakan berhenti. Resign bisa kita putuskan jika dalam waktu relatif lama, lima tahun misalnya, kita buntu karier.

Carilah kantor yang bisa memuaskan talenta kita itu. Kantor kecil tak apa asal kita mendapat peran lebih di dalamnya. 

Ini terjadi ketika saya memutuskan pindah ke sebuah web lokal dengan tenaga kerja yang kurang dari sepuluh. Saya bisa lebih optimal dan mengatur orang dengan baik. Apakah dengan pindah kerja kemudian gaji meningkat? Sabar. Itu ada di poin berikutnya.

Ketiga, buntu duit

Kalau kita bekerja di perusahaan cukup lama tapi tak ada kenaikan gaji signifikan, silakan juga resign. Benar bahwa orang bekerja itu tak melulu soal gaji. Iya benar, saya setuju. Namun, penghasilan adalah salah satu faktor utama kita pindah.

Hitungannya sebetulnya bukan soal gaji an sich. Ada orang bergaji besar tapi hidupnya hanya untuk pekerjaan. 

Ia tidak menikmati hidupnya karena diselubungi urusan kantor. Meski gaji besar, bagi saya orang itu tetap buntu. Mengapa demikian?

Sebab, ia menghabiskan slot waktu hanya untuk satu ranah kehidupan. Sementara itu, ia punya ranah lain yang mesti dihadiri sebagai kelengkapan seorang manusia. Misalnya di keluarga, pertemanan, pertetanggaan, dan sebagainya.

Saya ketika pindah juga hitungannya tak naik gaji. Malah turun. Di kantor lama agak sedikit lebih banyak. Sedangkan di kantor baru namanya rintisan ya kecil saja. 

Tapi jika dibandingkan dengan kepuasan batin, ya enak di kantor baru. Meski gaji lebih kecil, perasaan buntunya tidak sesakit di tempat lama.

Kadang jadi pikiran juga sudah lama kerja tapi hidup begitu saja. Ini kadang saya alami. Sering bahkan. 

Misalnya mengisi pelatihan jurnalistik. Karena tahu saya bekerja di media massa ternama, pikiran mereka pasti saya bawa mobil. Sebab, nama besar perusahaan rasanya masuk akal jika si karyawan sudah punya mobil.

Kadang suka ditanya waktu itu, parkir mobilnya di mana. Saya menjawab dengan tertawa terbahak-bahak saja. Saya jawab, mobilnya masih di diler belum diambil. 

Mereka juga ikutan tertawa. Mulut tertawa, batin menangis. Asyik.

Keempat, butuh tantangan baru

Buat karyawan yang masih segar, bagus memang cari kerjaan tempat lain yang membutuhkan banyak tantangan. Apalagi kalau situasinya sudah dari nomor satu ke nomor tga tulisan saya di atas.

Apalagi bagi laki-laki. Tantangan untuk meraih karier baru itu besar banget. 

Pindah kerja ke sebuah tempat yang kita nilai bakal melejitkan diri kita itu oke saja. Meskipun demikian, barangkali gajinya lebih kecil atau sama saja.

Dalam biografi Karni Ilyas, Lahir untuk Berita, presiden ILC itu bilang, ia bekerja sampai tahun 1978 di koran Suara Karya. Enam tahun kurang lebih Karni bekerja di koran itu. Begitu ada tawaran untuk pindah ke majalah Tempo, Karni langsung ambil.

Padahal gaji di Suara Karya sudah lumayan. Ketika Karni pindah ke Tempo tahun 1978 itu, gajinya malah kurang. Tapi itu tak soal. 

Di Tempo inilah Karni menjejakkan kakinya sebagai jurnalis pilih tanding sampai posisi redaktur pelaksana. Bahkan, ia dapat dua dapukan sekaligus. 

Pemegang saham Tempo kala itu, Eric Samola, menyuruh Karni mendandani majalah Forum, sebuah majalah milik grup ini tapi belum dikenal orang.

Karni akhirnya bekerja dobel. Ia menjadi redaktur pelaksana majalah Tempo sekaligus pemimpin redaksi majalah Forum Keadilan. 

Dua kerjaan satu selip gaji. Soal dua kerjaan satu slip gaji ini nantilah saya tulis lebih mendalam kapan-kapan.

Maksudnya, kalau ada kans bekerja di tempat yang lain yang menjanjikan, buruan pindah. Jangan malu, jangan ragu, nanti kamu makin buntu. Ya buntu duit, ya buntu karier.

Akhirnya kita melihat setakat ini karier Karni melesat. Ia pernah pegang Liputan6 SCTV, kemudian direktur pemberitaan ANTV dan direktur pemberitaan TVOne sampai sekarang. Mungkin ia pensiun di sana.

Kelima, butuh independensi

Kalau kita tipikal orang yang susah diatur dan maunya mengatur saja, segeralah resign. Kita tak cocok jadi karyawan. Cukuplah waktu beberapa jenak tahun menjadi karyawan.

Silakan berhenti kemudian bikin usaha sendiri. Tahun 2020, pas masa pandemi itu, saya akhirnya buka web sendiri. 

Mulai bekerja sebagai sekrup korporasi tahun 2004. Kemudian tahun 2020 total mengerjakan usaha sendiri berupa web lokal. Jadi, 16 tahun masa saya habiskan "kerja sama orang". Lama juga ya ternyata.

Suatu waktu pasti ada jenak waktu kita ingin rehat dari semua pekerjaan yang diperintah-perintah. Jika itu sudah terbetik dalam hati, pilihlah kerja yang bisa kita urus sendiri. Kita pasti bisa kok, insya Allah.

Dengan seabrek pengalaman, kita bisa menjalani pekerjaan nonkantoran. Jika dahulu kita bekerja, kini kita masih kerja tapi untuk diri kita sendiri. 

Saran saya, saat posisi sudah menjadi pemilik usaha, bijaklah dalam memimpin. Jadikan empat poin di atas sebagai masukan. 

Dengan begitu, ketika ada karyawan, kita bisa memperlakukan dengan baik. Termasuk kepada mereka yang nantinya memutuskan pindah kerja ke perusahaan lain. mungkin di situlah hukum karma berlaku, hahaha.

Jadi, kalau sudah merasa jenuh dengan pekerjaan, buntu duit dan karier, segeralah berhenti. Cari pekerjaan di tempat lain. Jangan sampai resign ragu, enggak resign buntu. [Adian Saputra]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun