Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Rokok Beberapa Linting Bisa Cegah Stunting

8 Januari 2023   12:57 Diperbarui: 12 Januari 2023   09:05 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung pada tahun 2021 yang menyatakan angka konsumsi untuk rokok sebesar 8,0 persen. Angka ini di bawah konsumsi makanan dan minuman jadi sebesar 13,27 persen.

Konsumsi rokok bahkan masih di atas konsumsi telur dan susu yang hanya 3 persen serta daging di angka 2,01 persen. 

Orang miskin yang merokok diyakini menghilangkan alokasi untuk kebutuhan telur dan susu bagi anak mereka. Sebagian besar pendapatan sebagian besar habis untuk rokok.

Ada teman cerita. Di kantornya ada honorer yang berpenghasilan Rp1,75 juta per bulan. Dari jumlah itu, ia mengalokasikan Rp25 ribu untuk rokok setiap hari.

Jika dikali 30 hari tiap bulan, uang untuk belanja rokok mencapai Rp750 ribu. Angka itu nyaris separuh dari duit yang ia dapat saban bulan.

Kalau kita pikir, bagaimana mungkin kepala keluarga dengan penghasilan minim bisa mencukupi kebutuhan protein anak-anaknya semisal susu dan telur.

Iklan rokok menyasar menyasar generasi muda agar ada regenerasi perokok. Sehingga batang-batang sigaret itu akan tetap punya konsumen, bahkan fanatik.

Kita punya pekerjaan rumah berat yakni mencegah stunting atau gagal tumbuh kembang anak. Anak-anak mesti sejak dalam janin diberikan asupan protein hewani yang cukup.

Anak yang dalam masa emas pertumbuhan juga sangat penting diberikan asupan protein hewani. 

Sayangnya, bagi sebagian keluarga, si bapak lebih memilih beli beberapa linting sigaret ketimbang beli telur, daging, susu, dan ikan untuk memenuhi asupan nutrisi protein anaknya.

Ahli gizi dari Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Lampung, Tutik Ernawati, kepada saya beberapa waktu lalu bilang, masa 1.000 hari pertama anak sejak konsepsi itu adalah usia emas. Pada masa itulah, masa emas untuk pemenuhan kebutuhan utama anak dimulai.

Oleh karena itu, protein hewani yang dikonsumsi ibu hamil dan menyusui, serta balita adalah sangat urgen. Namun, kebanyakan orang tidak menyadarinya.

Begitu diberi tahu bahayanya, diberikan bayangan kengerian yang akan dilihat pada tahun mendatang, barusan kesadaran itu lahir.

Menurut Tutik, hasil BPS soal konsumsi telur dan protein serta daging yang rendah mengisyaratkan beberapa hal. Masyarakat belum menjadikan konsumsi protein hewani itu sebagai skala prioritas.

Kata Tutik, kekurangan asupan protein hewani yang kurang menyebabkan gangguan atau kegagalan dalam pertumbuhan.

Karena kegagalan itulah, pada banyak kasus, anak-anak terhambat pada tinggi badan yang semestinya dicapai pada usia tersebut. Stunting akan menjadi masalah karena ia menyebabkan kualitas sumber daya manusia rendah.

Tutik prihatin dengan konsumsi rokok yang ia sebut seharga Rp10 ribu masih sanggup dibeli. Sementara itu, untuk beli telur tidak mampu.

Padahal, dengan mengalokasikan Rp10 ribu untuk telur sudah dapat nyaris setengah kilogram dengan harga sekarang. 

Ternyata dengan menyimpan keinginan membeli beberapa linting rokok, kepala keluarga sudah bisa memenuhi kebutuhan protein anak-anaknya demi mencegah stunting. [Adian Saputra]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun