Namun, untuk pelajaran akademik, ia sangat cemerlang. Semua mata pelajaran eksakta, sosial, dan bahasa ia gemilang. Tak ada yang bisa menyaingi kinerjanya di bidang akademik.
Jika anak-anak yang kurang secara akademik tadi tapi punya kecerdasan lainnya kita beri apresiasi, bagaimana dengan anak yang memang orientasinya akademik.Â
Di mana ia bisa menunjukkan kalau aku memang lebih pintar ketimbang yang lain. Bagaimana ia bisa yakin dan percaya diri kalau penghargaan untuk dirinya di bidang akademik malah kemudian dihilangkan.
Guru bisa saja bilang, nilai kamu paling tinggi di kelas, Nak. Kamu yang terbaik. Tapi angka dan narasi itu penting.Â
Kenapa kita tidak tetap saja memberikan ruang kepada mereka yang orientasinya memang akademik. Percuma dong dia belajar saban hari dan meraih nilai tinggi, tapi secara peringkat wabilkhusus akademik ia tidak dapatkan? Semoga khalayak pembaca bisa memahfumi argumentasi ini.
Yang namanya sekolah sudah pasti dong lembaga yang bikin anak kita pintar. Ya termasuk pintar dalam berakhlakul karimah dan lainnya.Â
Tapi esensi di sekolah adalah akademik. Masak iya kita tak berharap anak-anak cerdas secara akademik? Setengah harian penuh lo di sekolah itu. Malah ada yang sampai sore.
Kalau ranking itu kemudian dihapuskan dan tidak dijadikan ukuran kehebatan si anak dalam akademik, buat saya sih ya kurang bijak.Â
Kalau kita sepakat bahwa kecerdasan itu macam-macam, ya kita juga mesti memberikan ruang kepada anak-anak yang kecenderungan akademiknya kuat.Â
Kita bisa menghargai anak yang punya kecerdasan linguistik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersolnal, dan ukuran kecerdasan lain. Tapi masak iya kita lantas tidak memberikan penghargaan kepada mereka yang kecenderungannya memang akademik.
Dari argumentasi ini, saya tetap ingin ranking di rapor ditulis. Nah, kalau sudah ditulis, saya cocok tuh kayak guru di sebuah akun Instagram yang saya lihat. Guru laki itu bilang begini kurang lebih.