Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Centang Biru Kompasiana, Dari Generalis ke Spesialis

1 Januari 2023   13:46 Diperbarui: 1 Januari 2023   13:50 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tahun 1999 saya mulai menulis ke media massa. Kebanyakan berupa opini. Tapi tulisan yang dibayar pertama kali justru sebuah cerita anak. Sebelumnya didahului menulis surat pembaca beberapa kali.

Media sasaran utama kala itu hanya harian umum Lampung Post. Sebuah koran lokal satu grup dengan Media Indonesia dan MetroTv dan bergabung di Media Grup. Nanti tahun 2004, saya masuk ke dalamnya sebagai bagian organik koran itu.

Aktivitas menulis waktu itu tertolong dengan aktivitas ekstrakurikuler yang saya ikuti kala kuliah di Universitas Lampung. Saya aktif di pers mahasiswa Pilar Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Keaktifan itulah yang mendorong saya banyak menulis opini waktu itu. Alasannya ya karena ada honornya. Lumayan tiap bulan ditabung beberapa tulisan. Bisa terbeli sebuah ponsel Ericsson waktu itu.

Waktu awal-awal menulis ke media massa cetak, saya belum ada kecenderungan ke salah satu bahasan. Semua yang menurut saya menarik ditulis, ya ditulis. Semua isu yang sedang hangat, saya tulis opininya. Mau agama, politik, soal perempuan, isu anak, dan lainnya, semua saya tulis.

Tahun 2000, saya menawarkan sebuah buku tentang tips menulis ke bos Majalah Ummi, Bang Mabrur. Saya memperlihatkan klipingan artikel selama setahun terakhir dan memberikan draf buku yang hendak saya tulis. Bang Mabrur waktu itu aktif juga di penerbitan. Saya menawarkan sebuah draf, kali-kali doi dan manajemennya mau menerbitkan. Alhamdulillah tidak sampai kejadian, hahaha.

Dari pertemuan dengan Bang Mabrur itulaha saya dapat nasihat. Dia memperhatikan semua opini yang saya tulis. Dia kemudian bilang.

"Adian ini menulis semua hal ya. Aku sarankan ambil saja spesialisasi menulis tema tertentu. jadi nanti kamu dikenal personal branding-nya ke tema itu. Jangan nulis semua. Upayakan tidak menjadi generalis, tapi jadilah spesialis."

Makna ucapan Bang Mabrur adalah, kalau ingin jadi penulis yang profesional, upayakan punya basis terkuat temanya. Misalnya jadi kolumnis politik, olahraga, penulis esai, atau ahli meresensi buku, dan lainnya. Saya yang waktu itu memang masih suka menulis banyak hal, manggut saja. Buat saya kala itu, kalau hanya menulis hal yang spesifik, bagaimana mau menghasilkan honor di media massa. Pasti bakal sempit ceruknya. Itu yang ada di pikiran saya.

Makin ke sini, ucapan Bang Mabrur 22 tahun yang silam ya pas juga. Ini makin bertemu dengan adanya penyematan centang biru yang ada di Kompasiana. Saya sendiri mulai mengunggah tulisan di Kompasiana sejak Juni 2010. Jadi, sudah 12 tahunan. Meski naik-turun dan sempat vakum 4 tahun, saya tetap ingin menjadi bagian dari narablog yang rajin mengunggah tulisan di Kompasiana. 

Buku solo pertama saya pada tahun 2012 Menulis dengan Telinga, juga terbit indie lantaran rajin menulis di Kompasiana. Dari situ saya mulai menatahkan diri untuk menulis banyak hal soal media massa dan dunia kepenulisan. Kali-kali ada manfaat yang bisa didapat pembaca dari sini.

Soal centang biru di Kompasiana, salah satu manfaatnya bagi saya adalah artikel yang disajikan narablognya terjaga kualitasnya. Ini disebabkan si empunya tulisan adalah orang yang dinilai punya kecakapan khusus atau tertentu. Dalam konteks menulis, orang yang ditandai dengan centang biru adalah mereka yang punya basis keilmuan tertentu. Bisa juga mereka yang sudah memiliki kecenderungan terhadap satu hal tertentu. Kepada mereka yang punya basis terkuat itu, apa pun peringkatnya, saya upayakan mengikuti akunnya. Jadi, kala saya mencari di lini massa, tulisan mereka yang saya ikuti atau follow itulah yang akan muncul.

Apalagi saya baca-baca ada juga semacam penilaian kepada Kompasianer yang punya minat terhadap hal yang spesifik. Ini bahkan masuk juga dalam kategorisasi penilaian dalam rangka Kompasianival. Ada best opinion, best student, best teacher, best in spesific, dan lainnya. Saya jujur menyukai ini.

Menulis itu memang bebas apa saja. Ada kalanya kita melakukan reportase terhadap sesuatu hal dan tidak memasukkan sama sekali opini atau pendapat kita. Dengan begitu, karya kita itu murni reportase.

Ada juga yang sangat menyukai laporan khas warga, dan ini memang konteksnya Kompasiana dibikin. Biasanya mengulas pengalaman sendiri kemudian diberikan argumentasi yang kuat sehingga mempunyai daya tarik bagi pembaca.

Ada pula yang memang menyukai menulis opini atau gagasan pribadi. Saya menduga ini yang paling banyak di Kompasiana.

Menulis opini juga bisa banyak latar belakangnya. Pada waktu awal menulis juga demikian. Saya punya kecenderungan untuk bisa mengomentari apa pun peristiwa dengan ide atau gagasan sendiri. Apalagi kalau kita rajin bikin penanggalan hari-hari besar, itu sumbu menulis yang cukup banyak dan bermanfaat. Ini barangkali yang waktu itu disebut Bang Mabrur dengan generalis. Kita menulis banyak hal. Semua ditulis, semua dijajakan, semua dikomentari. Apakah salah? Ya enggak dong. Itu justru menjadi kekuatan juga bahwa kita punya basis kecenderungan kepada banyak hal.

Namun, trennya ke sini, dan melihat kecenderungan mencari yang spesifik itu di Kompasiana dengan centang biru, ada keinginan agar kita punya keahlian khusus. Tentu tanpa mereduksi kemampuan lain. Saya mengamsalkan dengan sebelas pemain tim sepak bola. Semua punya tugas masing-masing. Namun, intisari permainan sepak bola adalah mencetak gol sebanyak-banyaknya ke gawang lawan dan berusaha tidak kemasukan. Itu saja, simpel.

Sebagai tim, ada yang punya tugas sebagai kiper, bek, gelandang, sayap kanan dan kiri, serta ujung tombak atau striker. Ada pula tugas tambahan untuk mereka yang melakukan tendangan penjuru, tendangan bebas, atau tendangan penalti.

Tugas utama Alisson Becker di Liverpool memang kiper. Itu spesialisasi utamanya. Namun, kalau ia melakukan umpan yang kemudian menghasilkan gol (asis/assist) itu tambahan saja. Kan tidak pula saban pertandingan Ali melakukan itu. Tugas utamanya menjaga gawang dengan kemampuan menepis, terbang, dan menghalau serangan lawan.

Achraf Hakimi di PSG dan timnas Maroko memang bek. Kewajiban utama adalah menghalau serangan dan memulakan serangan. Tugas mencetak gol ada di striker atau gelandang serang. Namun, kalau Hakimi bisa mencetak gol, mubah saja kok. Namun, tugas utamanya adalah menjadi bek sampai tingkat paling adiluhung.

Kurang lebih demikian saya mengamsalkan atau mencontohkannya. Saya misalnya, karena lama di bagian bahasa media massa, juga pernah menjadi reporter, dan editor, tulisan yang saya gemari adalah hal-hal yang berkelindan dengan itu. Itulah yang terjadi pada nasib enam puluhan tulisan yang pernah dijadikan headline atau artikel utama oleh administrator Kompasiana sejauh 12 tahun belakangan ini. Tema-tema media massa itu menjadi santapan utama saya. 

Karena itulah, ketika mulai bangkit usai 4 tahun vakum, tulisan "perdana" saya soal khatimah Koran Republika dan itu dijadikan artikel utama oleh Kompasiana. Demikian pula lima tulisan artikel utama di Desember 2022 yang baru saja kita tinggalkan yang nyaris semuanya memang soal media massa. Apakah tidak bisa menulis tema lain? Ya bisa. Sama seperti percontohan sepak bola tadi.

Saya mendukung adanya centang biru ini. Selain soal kredibilitas karya yang dihasilkan, Kompasiana juga mendorong narablog yang ada di sini punya basis terkuat pada tema tertentu dalam penulisan. Semangatnya tentu terus menulis dan menyebarluaskan kebaikan dalam literasi kita. Salam hangat dari Bandar Lampung, 1 Januari 2023. [Adian Saputra]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun