Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Manfaat Berbagi Saham kepada Karyawan

28 Desember 2022   21:01 Diperbarui: 2 Januari 2023   09:59 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi saham| Dok Pexels/Burak K via Kompas.com

Tahun 2015 saya memutuskan bergabung ke jejamo.com, sebuah portal berita baru kala itu. Sebelumnya, 10 bulan saya bekerja di duajurai.com milik mentor jurnalistik saya, Juwendra Asdiansyah. Situs itu kini tak bisa lagi diakses.

Portal berita jejamo.com didirikan oleh beberapa kenalan baik. Ada adik kelas ketika SMA, kawan di organisasi profesi pers, dan kenalan jurnalis lain. Pendek kata, para pendiri portal ini saya kenal dengan baik.

Sewaktu saya menyatakan gabung ke jejamo.com, saya memang meminta beberapa hal. Saya minta jadi pemimpin redaksi, minta gaji paling tinggi, saya minta mobil untuk urusan keseharian, terakhir saya minta saham. Semua dipenuhi kecuali mobil.

Kesadaran minta saham ini saya pahami saat sering mengikuti pelatihan jurnalisme, pelatihan soal serikat pekerja, dan sebagainya. Intisarinya, membagi persentase saham kepada karyawan itu sangat bagus.

Cuma, yang berani kayak begini ya langka. Tidak semua orang punya kesadaran dan keberanian untuk minta. Untung saya orangnya urat malunya sudah longgar. Maka itu, saat awal saya nyatakan minat bergabung, saya minta saham.

Nama saya memang dimasukkan sebagai salah satu komisaris di akta perusahaan. Persentasenya kecil. Saya memang tak sebut angka pasti saat di awal. Saya kira tadinya setidaknya 10 persen, atau 7 persenlah. Namun, yang diterakan dalam akad di akta notaris sama seperti zakat yakni 2,5 persen. Okelah, lanjut.

Untuk perusahaan yang baru dan jika kita mempunyai kemampuan memadai untuk membawa perusahaan itu pada kinerja yang baik, momentum tepat untuk meminta saham. Di noktah ini, inisiasi berasal dari calon karyawan.

Namun, inisiasi juga bisa berasal dari perusahaan. Manajemen kemudian menawarkan kepada karyawan untuk memiliki saham. Skemanya bisa dengan memberikan alat produksi tertentu atau nilai keahlian yang tinggi. Saya menduga, jika ada person yang memang cukup mampu dan berpengalaman, kantor pun tak sayang untuk memberikan persentase saham

Lantas, apa sih kira-kira manfaat karyawan ini diberikan saham. Lantas, apakah karyawan ini dia sifatnya perorangan atau terlembaga. Misalnya membuat perkumpulan karyawan, koperasi karyawan, atau serikat pekerja. 

Pilihannya bergantung pada hasil negosiasi. Yang penting, saran saya, saat mau dibentuk dan kita diajak ikut serta, segera sampaikan gagasan ini.

Mari sekarang kita terka-terka manfaat apa yang diperoleh jika karyawan dapat saham. Setidaknya dari pengalaman saya setakat ini.

Kesatu, rasa kepemilikan karyawan yang tinggi

Kalau punya rasa memiliki, kinerja karyawan juga meningkat. Setidaknya, stabil dan tidak main-main dalam bekerja. Sebab, ia pasti berpikir, kalau kinerjanya bagus, pendapatan perusahaan juga bagus. Selain mendapat gaji, pada akhir tahun, ada kemungkinan mendapat dividen.

Rasa memiliki yang tinggi ini ke depan memungkinkan perusahaan makin berani membuat terobosan. Pasalnya, dukungan akan didapat dari kelompok karyawan. Dengan demikian, semua program kantor bisa dilaksanakan dengan kendala yang bisa diminimalkan, terutama dari sisi karyawan.

Kedua, banyak ide untuk kemajuan

Karyawan biasa tentu juga punya ide dan gagasan. Namun, karyawan yang juga punya persentase saham, bisa memberikan ide dan gagasan yang kemungkinan besar bisa direalisasikan. 

Ia akan berpikir bahwa ide ini ke depan akan membawa manfaat untuk kantornya. Kalau sudah demikian, semakin baiklah portofolio perusahaan. Imbasnya juga kepada karyawan.

Pengalaman setidaknya lima tahun di media massa yang saya memiliki saham juga begitu. Ide dan gagasan yang realistis dijalankan, tidak ada kendala. Uniknya, begitu ide digulirkan, kadang si empunya ide yang mesti jadi kepala proyek percontohannya. Tapi tidak mengapa. Sebab, hasil ide itu kemudian menjadi konsensus dan dikerjakan semua secara berjamaah.

Ketiga, bertahan saat krisis

Ini pengalaman pribadi. Tujuh belas bulan web baru yang saya masuki berjalan, pemilik saham utama angkat bendera putih. Mereka mau bicara. Intisarinya ada pada arus kas yang tidak begitu baik. 

Pendapatan tak selaras dengan pengeluaran, khususnya porsi gaji yang dinilai memberatkan, termasuk gaji saya sebagai pimpinan tertinggi di redaksi.

Bisa dikatakan, kapal sedang limbung, kapten. Saya langsung bikin simpulan usai dipaparkan kondisi perusahaan. Saya bilang, gaji saya setop saja. Tapi saya minta dua syarat. 

Pertama, persentase saham saya yang semula 2,5 persen tolong dijadikan 10 persen. Kedua, saya minta pencarian pendapatan untuk kawasan pesisir Lampung biar saya yang urus. Urusan kantor redaksi juga biar saya yang pegang. Semua oke.

Kapal yang limbung agak enakan. Tinggal saya sekarang yang mesti putar otak cari duit sendiri. Urusan yang kebanyakan keredaksian, kini bertambah dengan manajemen usaha. Intinya pintar-pintar cari uang sendiri. Poin ini baru buat saya yang belasan tahun tahunya cuma urus keredaksian.

Tentu apa yang dialami ini kasuistis. Tidak mesti sama dan pas dengan pengalaman saya. Yang saya lakukan itu bisa dibilang cukup berani. Tapi pola pikir bahwa kita hendak mengambil risiko itu sudah benar. Benar dalam artian jiwa kita siap. Sebab, sejatinya, mereka yang punya saham itu mesti punya manajemen risiko yang relatif baik.

Jika elemen karyawan punya saham, saat kantor susah, misalnya kala pandemi, sikap karyawan tentu tidak semata-mata bahwa mereka karyawan saja. Namun, mereka juga punya hak dalam berpendapat. Balik lagi ke poin soal ide. 

Di dalam situasi ini, banyak pihak yang berusaha mempertahankan periuk nasi ini supaya tidak bubar. Percayalah, dalam situasi itu, kesamaan pikiran setidaknya sudah sebagian dari solusi keluar dari permasalahan.

Keempat, akselerasi ekspansi

Adanya saham di perusahaan membuat elemen karyawan juga mau apa yang diprogramkan bisa segera dieksekusi. Tidak perlu waktu yang lama. Kadang di banyak kantor ada ide dan gagasan yang tidak cepat dieksekusi karena bergantung pada si pemilik. Namun, dengan skema pembagian saham ini, karyawan bisa memberikan tekanan bahwa apa yang sudah diprogramkan sesegera mungkin dijalankan. Namanya juga persaingan usaha. Selisih sedikit saja waktu, untung tak dapat diraih.

Akselerasi program kantor diyakini lebih mudah berjalan jika elemen karyawan juga memiliki saham. Adanya rasa kepemilikan di poin pertama tadi membuat greget kantor memang beda. Situasi semacam ini bagus sekali dalam membangun suasana kerja dan meningkatkan kinerja.

Nah, bagaimana, buat kita yang karyawan, siap minta saham? Atau buat kita yang pemilik usaha, siap berbagi saham? Semoga bermanfaat. Salam hangat dari Bandar Lampung. [Adian Saputra]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun