Orang sini lebih melihat kepada mereka yang mau merawat silatuhrami. Kalau yang sekali datang kemudian cuap-cuap mau menyejahterakan masyarakat, sudah pasti tertolak. Tidak bakalan laku ucapan dan janjinya.
Maka itu, respek diberikan kepada mereka yang datang, kemudian merawat silaturahmi, dan membantu tanpa sikap yang berlebihan.
Pekan lalu misalnya, ada anggota dewan setempat menggelar sosialisasi perda. Warga hadir karena memang si empunya hajat rajin merawat silaturahmi. Setiap ada undangan hajatan, ia hadir. Isi amplopnya pun wajar-wajar saja meski sekelas legislator tingkat kabupaten. Mobilnya juga "hanya" Innova.
Setiap peserta kemudian dapat uang tranpor dan cenderamata setengah lusin gelas bagus. Warga tidak silau dengan duit itu. Sebelum acara dimulai, semua warga sepakat, duit transpor akan dikumpulkan membeli material untuk keperluan pengerasan/penyemenan jalan sawah yang menghubungkan Desa Hajimena dan Desa Pemanggilan, masih di Kecamatan Natar.
Alhasil, lima juta rupiah bisa dialokasikan untuk membeli pasir, batu, dan semen demi pengerasan jalan penghubung dia desa itu. Kesadaran untuk dewasa berdemokrasi bolehlah menjadi teladan desa lain. Tentu satu-dua ada saja yang mata duitan kala tahun pemilu menjelang. Namun, sebagian besar sudah punya kesadaran untuk itu.
Kalau mereka sudah sepakat dengan seseorang yang hendak dipilih pada perhelatan politik, sampai di bilik suara tidak akan berubah. Margin error pasti ada, tapi jumlahnya tidak begitu signifikan. Biasanya pilihan itu sadar diyakini dan dijalankan karena memang melihat performa mereka yang mau maju pada perhelatan politik.
Pemilu 2024, tepatnya hari Rabu, 14 Februari 2024, atau bertepatan dengan Hari Valentine, memang masih setahun dua bulanan lagi. Namun, buat mereka yang mau nyalon, sudah sebentar. Inilah masa untuk mulai datang ke komunitas warga, bikin kegiatan ini dan itu. Apalagi untuk mereka yang pendatang baru.
Buat para petahana, inilah ujian mereka. Termasuk yang sejauh ini memang riil memberikan akses bantuan kepada warga desa. Buat politisi yang sudah berlaku demikian, rasanya tidak perlu banyak keluar kocek untuk sosialisasi atau sejenisnya. Warga sudah merasakan akses yang diberikan sejauh ini. Tentu tanpa perlu menggunakan skema politik air mata.
Tantangan besar Hajimena memang belum adanya unit usaha yang menjadi ikon daerah ini. Sebagai penyangga Bandar Lampung, desa ini khas. Lebih cepat aksesnya ke Bandar Lampung ketimbang Kalianda, atau masih lebih dekat ketimbang ke pusat Natar.
Tantangan ke depan memang mencari penggerak utama usaha mikro kecil dan menengah untuk menjadikan Hajimena punya keunggulan komparatif ketimbang desa lain. Setidaknya di Lampung Selatan. Hal ini sejatinya bisa diwujudkan mengingat kekompakan warga sejauh ini dalam amal sosialnya.
Merujuk pada aparatur pemerintahan, mestinya memang dijalankan oleh mereka. Namun, melihat setahun belakangan, rasanya sulit ide itu muncul dari balai desa. Gagasan itu kemungkinan muncul dari bincang-bincang warga usai pengajian, usai kerja bakti, pascahajatan, dan interaksi sosial lainnya.