Saban bulan ada saja kegiatan gotong royong di Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Lampung Selatan. Ada yang diinisiasi RT setempat, ada juga titah langsung dari kepala desa. Kebanyakan fokus untuk urusan kebersihan lingkungan.
Sesekali ada juga kerja bakti urusan infrastruktur. Asasinya ini bukan urusan warga. Sebab, ada pemerintah yang punya kewenangan. Namun, menunggu pemerintah mengucurkan duit atau pembangunan fisik, kelamaan. Kata orang sini, jauh ke beduk.
Antusiasme warga untuk kerja bakti di sini lumayan juga. Memang tidak semua warga turun. Kadang dari satu rumah hanya satu perwakilan. Lazimnya laki-laki. Yang perempuan kebanyakan lebih suka sedekah makanan dan minuman. Bahkan, untuk urusan makan siang usai kerja bakti, tidak usah dikhawatirkan. Perut pasti kenyang karena makanan melimpah ruah dan berkah.
Kini, Desa Hajimena dipimpin Abu Bakar Suhaimi. Sekilas namanya mirip Khalifah Abu Bakar, pemimpin kaum muslim sepeninggal Nabi Muhammad Saw.
Kekuatan membangun desa itu sejatinya ada pada individu warganya. Kumpulan individu akan membentuk komunitas yang bernama publik yang peduli dengan nasibnya. Kebanyakan perubahan positif di kampung dan desa dimulai dari adanya inisiatif warganya. Umumnya ada saja warga yang menjadi pelopor.
Mereka kebanyakan malah bukan orang yang punya jabatan di pemerintahan setempat. Namun, lantaran ada kepeloporan dan keteladanan, warga kemudian respek dan mengikutinya.
Syukur alhamdulillah, sejauh ini di Hajimena, para ketua RT juga punya peran yang signifikan. Kalau tidak demikian, mana mungkin saban bulan ada saja kegiatan gotong royong yang diikuti warga dengan antusias.
Karena sadar kemajuan desa ditentukan oleh warganya sendiri, di sini tak laku air mata dijual kepada politikus. Warga di sini tak mau suaranya dibeli oleh mereka yang hendak maju dalam pemilihan. Baik pemilihan anggota dewan maupun kepala desa. Setidaknya dari sekeliling pemahaman penulis, hal itu tidak terjadi.
Lazim saja orang mengemis dengan politisi agar desanya dibangun, agar desanya dapat bantuan ini dan itu, atau warganya diberikan modal usaha, dan sebagainya. Atau ada juga petahana yang hendak nyalon berjanji bikin jalan aspal di dalam desa.
Setakat ini, hal itu tidak terjadi. Warga Hajimena mengabaikan saja permintaan itu. Mereka tak lantas menjual air matanya untuk mendapat bantuan, menitikkan air mata agar dibangunkan jalan, menderaskan cucuran air mata untuk mendapat bantuan modal, dan lainnya.