Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Wartawan Jelang Lebaran, "On Duty" Sampai Hari yang Fitri

13 Juni 2018   16:07 Diperbarui: 14 Juni 2018   18:05 2120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari akhir Ramadhan paling ditunggu kebanyakan orang. Pegawai negeri sudah sejak lama libur. Pegawai swasta juga sudah banyak yang libur. Anak sekolah libur panjang.

Yang punya kampung, bisa mudik. Yang tak mudik, sibuk menyiapkan lebaran. Ada yang membuat kue basah, mengecat rumah, dan beres-beres rumah.

Namun, bagi jurnalis atau wartawan media khususnya online (daring), kesibukan jelang lebaran ini malah bertumpuk. Media massa yang menyiarkan seabrek kegiatan mudik dan persiapan lebaran justru menggeber junalisnya untuk tetap bekerja. Pun demikian sampai malam takbiran.

Sewaktu bekerja di Lampung Post, tiga kali malam takbiran saya habiskan di kantor. Tugas menyunting laporan reporter yang liputan malam takbiran sudah menanti. 

Itu masih enak. Yang repot kalau tidak da reporter piket. Web mau diisi apa kalau tak ada yang turun lapangan. Alhasil semalaman keluar kantor liput keriuhan mal, jalan, dan masjid-masjid yang tidak ramai oleh anak-anak takbiran.

Apalagi dua tahun terakhir, mengisi malam takbiran dengan bekerja itu makin menjadi. Mengelola portal berita malah menjadikan intensitas kerjaan lumayan banyak. Memang naskah bisa diedit dengan gawai. Tapi lebih rileks memang menyunting di komputer kerja.

Teman-teman yang sedang liputan mudik di Pelabuhan Bakauheni pun masih berjibaku dengan narasumber. Topik-topik liputan yang menarik dari sisi humanisme banyak diketengahkan kepada pembaca media massa.

Unik memang kerjaan wartawan ini. Kadang kala yang diliput nasibnya terbalik dengan si peliput, hahaha. Memberitakan orang mudik dan bahagia ketemu keluarga, yang meliput malah tersaruk-saruk dalam liputan. Mewartakan soal THR tapi kadang kala media massa tempatnya bekerja tidak memberi dengan layak, bahkan mungkin tidak memberi sama sekali.

Memang sebagian wartawan media cetak bisa libur karena rata-rata empat hari tidak terbit. Namun, sekarang, nyaris semua koran juga punya versi daring yang mesti diperbarui dengan berita. Maka itu, ada sebagian yang masih bekerja.

Masih lumayan kalau hari terakhir puasa bekerja. Malam takbiran bekerja, besoknya bisa lebaranan bersama keluarga. Yang repot kalau pas hari lebaran masih juga ketempuhan kerjaan. Misalnya meliput salat Id kepala daerah dan sebagainya. 

Yang kentara sekali berjuang itu ya fotografer. Saat orang takbir, dia masih cari angle yang bagus buat foto. Masih syukur dapat salat Id. Kalau mood lagi bagus memotret, kesempatan shalat setahun sekali itu ya wassalam.

Demikian juga reporter di lapangan. Tugas sudah menanti. Keliling ke beberapa pejabat daerah yang menggelar open house, lihat kondisi rumah sakit, pantau posko-posko mudik, hal yang unik hari pertama lebaran, dan sebagainya.

Soal silaturahmi dengan keluarga dicari saja waktu di sela-sela kerjaan. Kalau bisa ya alhamdulillah, kalau belum ya besok-besok. Tapi dari pengalaman, bisa saja diatur waktunya. Hanya saja berbeda dengan orang lain yang enjoy menikmati lebaran, jurnalis yang meski siaga on duty.

Kalau bukan passion-nya, memang sulit mau hidup dengan determinasi semacam ini. Aneh mungkin bagi orang. Di saat yang lain menikmati lebaran, ini masih berkutat dengan liputan. 

Atau andaipun sedang berhalalbihalal, saat ada kejadian, tetap meluncur ke lokasi kejadian. Kalau bukan lahir dari minat yang besar dan responsibilitas yang tinggi, kemungkinan tak 'kan bertahan lama di profesi ini.

Tapi jika itu lahir dari passion yang besar, apa pun kondisinya, dunia jurnalisme tetap punya daya tarik yang tinggi. Dan ini uniknya, tak semata-mata bicara soal kepuasan materi. Ini lebih pada keyakinan bahwa di profesi inilah kita bia berkontribusi.

Di sinilah talenta terbesar kita yang bisa kita maksimalkan. Dari sini pula penghasilan didapat.

Selamat berlebaran. Selamat liputan dan ngedit tulisan bagi jurnalis yang on duty sampai hari yang fitri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun