Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Kurma

4 Hal Keduniawian yang Bikin Romantisme dalam Keluarga Selama Ramadan Sulit Diwujudkan

23 Mei 2018   22:50 Diperbarui: 23 Mei 2018   22:48 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramadan memungkinkan anggota keluarga intens dalam berkomunikasi. Misal saat berbuka, ayah bertanya keadaan sekolah anak, mengaji anak, kegiatan ekstrakurikuler, dan sebagainya. Ibu juga demikian. Anak-anak pun bisa bebas mendengar cerita ayah mereka saat bekerja.

Komunikasi semacam itu penting dibangun. Dengan begitu, kebersamaan dalam rumah tangga akan tercipta.

Kalau sesama anggota keluarga cuek, sulit mewujudkan romantisme di dalamnya. Yang ada hanya komunikasi verbal yang garing. Bahkan, sama-sama tidak acuh dengan urusan anggota keluarga lainnya.

Keempat, sibuk pakaian dan cat rumah baru ketimbang jiwa yang baru

Ini mirip dengan poin pertama. Namun, ini lebih pada pemenuhan sisi kejiwaan selama Ramadan. Wabilkhusus lagi pada 10 hari akhir Ramadan.

Sepuluh hari terakhir Ramadan, ada banyak aktivitas yang bisa dilakukan bersama anggota keluarga. Misalnya membiasakan iktikaf. Jika tak bisa di masjid, di musala rumah pun tak apa. Anak-anak bisa dilatih berupaya semaksimal mungkin mencapai target bacaan Alquran. Jika tak bisa khatam, minimal kelancaran membaca Alquran meningkat.

Contoh dari ayah dan ibu pada poin ini penting. Jika ingin membangun kultur religi yang kuat, teladan dari ayah dan ibu menjadi urgen.

Sayangnya, dan ini lazim, mendekati Lebaran, kesibukan makin mengarah pada hal yang duniawi. Pakaian baru, cat rumah baru, kue-kue, makanan enak selama Lebaran, dan sebagainya. Ini makin membuat intensitas pemenuhan jiwa dengan nilai agama makin kecil.

Kalau sudah semua fokus pada materi Lebaran, sulit bagi kita mewujudkan romantisme dalam keluarga. Semua sama-sama memikirkan kebendaan di hari-hari akhir Ramadan. Padahal, jika ini bisa dimaksimalkan, waktu yang "terbuang" di awal Ramadan, bisa ditutup di sini.

Sayangnya, ini makin sulit direalisasikan karena nakhoda keluarga tak cakap mengelola wadyabalanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun