Mulai 1 Maret lalu, bus Damri milik Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia (DAMRI) sudah tak beroperasi di Bandar Lampung. Di kota berjuluk Tapis Berseri ini, trayek dalam kota Damri cuma Tanjungkarang-Sukarame. Kini, berdasar Undang-Undang Lalu Lintas, Damri "diharamkan" ada di kota. Bus rapid transit yang bernama Trans Bandar Lampung yang menggantikan. Ini serupa bus Trans Jakarta.
Sebuah konsorsium beranggotakan beberapa perusahaan otobus yang mendapat konsesi mengelola angkutan di dalam kota. Damri meski "menyingkir" lantaran kewenangan transportasi massal ada pada Pemerintah Kota Bandar Lampung.
Performa Damri sendiri sebelum adanya bus Trans Jakarta tak terlalu mengecewakan. Penggemarnya tetap banyak. Busnya sendiri sudah bagus. Kelas biasa cuma dikenai ongkos Rp 1.500. Sedangkan yang ber-AC cuma butuh duit Rp 2.500. Rute terbaru Damri kini dari Bandar Lampung menuju Pesawaran, sebuah kabupaten baru yang bertetanggaan dengan Bandar Lampung.
Sebenarnya "kasihan" juga melihat Damri tersingkirkan. Dulu Damri-lah yang merintis angkutan jarak jauh dan tak disukai perusahaan swasta. Rute Terminal Rajabasa, Bandar Lampung, menuju Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, Damri yang memulai. Jarak tempuh yang mencapai lebih dari empat jam dilalui bus Damri. Dulu, jalan lintas Sumatera menuju Bakauheni tak "semulus" sekarang. Dulu lubang di mana-mana. Bahkan berdasar cerita awak Damri, bus acap tak bisa berjalan lantaran jalan jelek: bertanah dan berlubang besar.
Sekarang, saat rute itu menjadi "basah" , semua bus masuk. Dan uniknya kini tak ada lagi Damri di sana. Damri memang merintis. Sekarang juga begitu. Rute Bandar Lampung-Sukarame masih Damri yang melakoni. Coba saja nanti, kalau sudah menjadi daerah yang ramai dan butuh angkutan massal yang besar, Damri akan bernasib serupa.
Yang disesalkan memang kenapa Damri tak boleh meliuk-liuk di dalam kota. Benar bahwa Trans Bandar Lampung lebih murah. Cuma dengan Rp 3.500, penumpang bisa menuju Telukbetung dari Terminal Rajabasa cukup sekali bayar. Di Terminal Pasar Bawah cuma transit. Benar bahwa semua bus Trans Bandar Lampung itu baru dan nyaman.
Akan tetapi, analisis banyak pihak, ini akan melahirkan monopoli baru.
Damri memang milik pemerintah. Mereka juga punya banyak awak. Kalau seandainya dengan "pengusiran" Damri dari dalam kota membuat pendapatan menurun, performanya kan pasti terdegradasi. Kalau sudah begitu, pemerintah pasti berpikir, buat apa memaksakan membiayai kalau tak menghasilkan keuntungan. Ujungnya, Damri di Bandar Lampung akan hilang total.
Mengapa tak semua diberi hak yang sama. Seperti Jakarta, semua diberi ruang yang sama. Trans Jakarta ada, angkutan kota ada, plus Damri. Nah, di kota yang dulunya bernama Tanjungkarang-Telukbetung ini, angkutan kota juga menanti ajal saja.
Angkutan kota memang tak dilarang, tetapi sedikit demi sedikit berkurang dengan sendirinya. Mereka suatu waktu pasti kalah bertarung karena konsorsium Trans Bandar Lampung sedang menyiapkan semua trayek ke setiap sudut kota.
Keberadaan bus ini memang bagus. Menciptakan tenaga kerja baru juga untuk banyak posisi: sopir, kernet, bagian tiket. Lagipula akan memanjakan penumpang yang mobilitasnya bergantung pada angkutan umum.
Akan tetapi, kita juga tidak berkeinginan ada monopoli dalam angkutan massal. Kita memang senang ada moda transportasi yang murah dan nyaman. Tetapi diberikan juga ruang buat moda lainnya, Damri salah satunya. Kalau semua diberikan ruang, biarkan konsumen yang memilih. Mau menggunakan yang mana. Jangan malah menguntungkan sebagian pihak dan merugikan di pihak lain. Dan ini buktinya, ketika bus Damri menanti ujung napasnya di Tanjungkarang. Wallahualam bissawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H