Ketika mengakhiri karangannya soal The New Yorker dan Bonner, Andreas menulis begini, "Tapi sang raja tetap percaya diri. Sidang majelis Permusyawaratan Rakyat tetap dibuatnya sebagai stempel saja. Sepuluh tahun setelah laporan itu, Presiden Soeharto kembali merekayasa sidang MPR agar terpilih lagi. Padahal badai krisis ekonomi menerjang deras. Ekonomi Indonesia gemetar. Rupiah ketakutan. Kali ini tak ada Sudharmono, tak ada Benny Moerdani. Wakil presiden yang ditunjuknya, BJ Habibie, seorang insinyur cerdas yang lucu, yang belasan tahun membantunya.
Soeharto hanya bertahan dua bulan. Pada Mei 1998, dia turun takhta dengan kesedihan dan malu. The New Yorker, sedikit banyak, ikut merintis tumbangnya dikatator ini."
Flash back dilakukan Andreas dalam epilognya. Memulai dengan ihwal majalah, menutupnya dengan kesan yang sama. Enak sekali membacanya.
Kedua, kalimat tanya.
Epilog yang juga kerap dipakai penulis feature ialah yang berupa kalimat tanya yang mengundang pemikiran atau tanggapan lebih lanjut.Tentu itu retoris, tetapi dari kalimat tanya itu tetap ada kaitan dengan konten tulisan dan prolog.
Yuli Rahmad dalam Aceh Feature yang dibesut Linda Christanty menulis feature berjudul "Natal di Negeri Syariat".
Berikut prolog tulisannya:
Kota Banda Aceh gerimis pada 25 Desember 2010 itu. Sejumlah polisi berjaga-jaga dekat satu gereja di Kampung Keramat. Mereka mengawal sekitar seribu jemaat Huria Kristen Batak Protestan atau HKBP yang tengah melakukan kebaktian.
Meski Aceh terkenal dengan sebutan Serambi Mekah, kehidupan antar-umat beragama telah berlangsung lama di sini. Sentimen antar-agama atau isu kristenisasi mulai berembus dan diembuskan ketika banyak lembaga bantuan asing datang ke aceh pascatsunami.
Surat kabar The Washington Post misalnya pernah memberitakan tentang 300 anak yatim piatu korban tsunami yang dibawa ke Jakarta oleh World Help, organisasi Kristen yang berpusat di Amerika. Pihak World Help sendiri yang memberi pernyataan itu.
Artikel ini memberikan informasi meski Aceh dikenal sarat dengan hal yang berbau Islam, keyakinan umat lain tidak diganggu. Memang sempat ada isu kristenisasi, tapi tidak sampai menimbulkan perdebatan panjang. Aceh tetap kondusif. Umat kristiani seperti HKBP saja tetap nyaman mengadakan ibadah sesuai dengan keyakinan. Namun, tetap saja hal yang bisa memicu sentimen agama, patut diperhatikan.
Dalam epilognya, penulisnya membikin kalimat seperti ini: Juniazi, Kepala Humas Kanwil Depag Aceh, tidak menganggap kristenisasi sebagai persoalan besar dan tidak menganggap perayaan Natal 2010 ini sebagai ancaman. Tapi anehnya, Natal kali ini tak dapat dirayakan secara terbuka, begitu pula kegiatan yang berhubungan dengan perayaan hari lahir Isa Almasih itu, nabi dan rasul sebelum Muhammad. Dulu umat Katolik yang hendak mengikuti misa akan masuk lewat pintu depan gereja Hati Kudus dan sekarang tidak lagi. Pintu depan gereja itu selalu tertutup, seperti tidak pernah ada kegiatan apa pun.
Lagi pula apa yang salah dengan kristenisasi atau buddhaisasi atau katolikisasi atau konghucuisasi dibanding islamisasi? Selama tidak ada pemaksaan atau kekerasan, hal itu sah saja terjadi...."
***
Makan Nasi Rawon di Da'watul Ihsan
HAJIMENA—Beberapa ibu tampak sibuk memasak. Dandang nasi besar berisi nasi putih dengan uap tipis. Di sebelahnya ada dandang besar berisi rawon. Setelah semua siap, segenap panitia kurban di Masjid Da'watul Ihsan, Perumahan Puri Sejahtera, Natar, Lampung Selatan, serta pengurus dan warga Pimpinan Anak Cabang Lembaga Dakwah Islam Indonesia (PAC LDII) Hajimena, menyantap makan siang itu, Minggu (6-11).
Ada yang makan di teras masjid, ada juga yang leyeh-leyeh di pelataran.
Pengurus Masjid Kuspratiknyo mengatakan acara makan-makan usai kurban memang sudah diprogramkan. Ini untuk mengakrabkan antarwarga dan jemaah masjid. Tahun ini sendiri pengurus menyembelih 5 sapi dan 9 kambing. "Ini untuk mengakrabkan warga sekitar. Alhamdulillah warga antusias dan pengurus sendiri merasa senang dengan acara ini. Semoga tahun depan bisa terselenggara lagi," kata Kuspratiknyo yang bekerja di Rumah Sakit Bumi Waras itu….
Acara seharian itu berakhir saat semua daging sudah dibagikan kepada warga sekitar dan para mustahik. Dengan 5 sapi dan 9 kambing, ratusan bungkus daging dibagikan kepada seratusan kepala keluarga. Termasuk memberikan kepada aparat desa. Harum rawon masih tercium saat Lampung Post melangkah meninggalkan bangunan masjid bertingkat dua itu.
(Adian Saputra, Lampung Post, 7 November 2011)