Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menikmati Liku-Liku PU lewat Senarai Buku

29 Mei 2014   01:27 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:00 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Boleh jadi hanya sedikit institusi negara yang memiliki perpustakaan yang lumayan lengkap dan bisa diakses warga dengan baik. Apalagi yang informasinya tersedia di dunia maya dan relatif gampang dibuka dan dibaca. Dan di antara yang sedikit itu, Perpustakaan Kementerian Pekerjaan Umum yang tersaji di laman daring lumayan memandu kita untuk mendapatkan informasi. Tampilan Perpustakaan Kementerian Pekerjaan Umum di laman daring ini memang tidak serta merta dibaca semua koleksinya. Di sini, informasi disajikan secara lengkap berupa data koleksi yang dimiliki Kementerian Pekerjaan Umum. Semua karya yang pernah dibikin tentang institusi negara ini cukup banyak jumlahnya. Dari data yang tersaji, kita ketahui, total koleksi Pekerjaan Umum ada 67.344 buah. Ini terdiri dari buku dan media audio-visual lainnya. Sayang, saya tidak berdiam di Ibu Kota sehingga tak sempat mengunjungi salah satu perpustakaan yang dimiliki Kementerian Pekerjaan Umum.

Kementerian yang kini dipimpin Djoko Kirmanto ini memiliki banyak perpustakaan yang terintegrasi. Banyak unit di bawah Kementerian Pekerjaan Umum yang memiliki koleksi buku cukup lengkap. Beberapa di antaranya ialah Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Badan Pembinaan Konstruksi dan SDM, Badan Penelitian dan Pengembangan, Dirjen Penataan Ruang, Dirjen Bina Marga, Dirjen Cipta Marga, dan beberapa lainnya. Dengan klaim seperti itu, kita bisa menyimpulkan, dunia literasi di kementerian ini cukup bagus.

Perpustakaan adalah media untuk publik mengetahui ihwal tentang sesuatu, yang dalam ini konteksnya produk yang dihasilkan Kementerian Pekerjaan Umum dan strata di bawahnya. Mengapa ketersediaan perpustakaan ini penting? Sebab, dari sinilah publik bisa mengetahui konten apa saja yang berkenaan dengan PU. Kita ingin mengetahui latar dari sebuah bangunan yang dibikin PU untuk mencari dan membandingkan. Misalnya saja begini. Kementerian ingin membangun sebuah bendungan baru di daerah. Akan lebih baik baik, jika informasi dan komparasi soal bendungan yang pernah dibikin sebelumnya, juga dibuka. Di sinilah arti pentingnya buku atau koleksi lain yang tersaji di perpustakaan. Dengan membaca hal ihwal bangunan bendungan yang pernah dibikin, pelaksana proyek bisa membandingkan. Tentu ini bertujuan memaksimalkan proyek yang akan dikerjakan.

Mengerjakan sebuah proyek tentu bukan sekadar selesai. Di masa sekarang, unsur estetika dalam sebuah produk yang dibuat juga menjadi penting. Selain kekuatan sebuah bangunan, keapikan konstruksi, dan juga bujet yang dibutuhkan, keindahan sebuah bangunan juga patut diperhatikan. Jika Kementerian memiliki banyak data dari masa lampau, tentu ini menjadi bahan komparasi yang bagus. Andaikata setiap infrastruktur yang dibangun Kementerian ini memiliki bukti rekam jejak yang terdokumentasikan, tentu sangat baik.

Dan jika melihat dari sebaran koleksinya, perpustakaan yang dimiliki Kementerian PU ini lumayan lengkap. Bahkan, beberapa buku langka yang berbahasa asing pun dimiliki. Bisa dikatakan, membangun infrastruktur apa saja pada masa sekarang pasti punya rujukan di masa lalu. Buku memang menjadi alat sejarah. Ia bisa memandu manusia di masa kini untuk berbuat lebih baik. Literasi yang berkembang di masa lalu akan bermanfaat jika dijadikan bahan acuan. Kalau yang dahulu saja sudah baik, mestinya yang sekarang jauh lebih baik.

Andaikata dahulu jalan yang dibangun Kementerian PU bisa tahan puluhan tahun, mestinya kualitas jalan sekarang bisa lebih baik. Percuma ada bukti sejarah yang terdokumentasi jika infrastruktur yang dibangun pada masa sekarang malah lebih jelek. Dan parahnya, itulah realitasnya. Jalan yang dibangun pascareformasi kualitasnya di bawah jalan yang dibangun pemerintah Orde Baru. Kalau dahulu infrastruktur perguruan tinggi punya kualitas mumpuni, semestinya perguruan tinggi yang dibangun sekarang, setidaknya punya kualitas yang sama. Kalau malah turun, pasti ada yang salah. Dan korupsi, boleh jadi, menjadi salah satu hantunya.

Galeri yang terjadi di dalam laman daring Perpustakaan Kementerian Pekerjaan Umum ini cukup baik. Sebagai bahan awal untuk mencari produk literatur, perpustakaan ini cukup memandu. Saya menduga, peran Djoko Kirmanto yang juga seorang Kompasianer juga cukup urgen. Setiap lembaga, sedikit banyak pasti dipengaruhi performa komandan tertingginya. Sebagai menteri yang beberapa kali menulis, saya memprediksi, kelengkapan perpustakan ini juga dipicu oleh minat Djoko dalam dunia tulis-menulis dan mengoleksi buku. Buktinya, di sini tersaji beberapa koleksi buku Djoko yang bisa dipinjam publik.

Buat saya, sebuah keunikan jika koleksi buku Pak Menteri ini juga masuk dalam data koleksi perpustakaan. Meski dimiliki secara pribadi, informasi soal buku yang dimiliki Djoko menjadi keunggulan tersendiri. Andai di antara kita berminat meminjam dan membaca, dan itu hanya ada pada koleksi Djoko, tak mengapa kita berikhtiar meminjamnya. Dan jika disigi, koleksi buku Pak Menteri ini lumayan menarik. Dari klik saya di situs itu, tertera sebuah buku "Riwayat Hidup dan Perjuangan Pahlawan Kemerdekaan Nasional". Ini berkenaan dengan seorang tokoh, Ferdinand L Tobing, yang juga salah seorang pahlawan nasional. Buat saya, ini menarik karena nama ini agak jarang didengar. Barangkali, buat siswa di sekolah, sedikit yang tahu sejarah tokoh ini. Adanya buku yang dikoleksi Pak Menteri, bisa menambah khazanah pengetahuan kita soal pahlawan nasional. Siapa tahu, sang tokoh juga punya andil dalam membangun infrastruktur di Indonesia. Saya tidak tahu persisnya karena saya belum membaca bukunya.

Keberadaan seorang menteri yang peduli dengan buku tentu menjadi catatan menarik. Meski kita tahu hampir semua menteri pintar, yang ditunjukkan oleh deretan gelar akademis mereka, keberpihakan kepada dunia perbukuan adalah hal lain yang menarik. Dan ini tak serta merta berkelindan dengan kesukaan dalam hal membaca. Setidaknya buku-buku di luar spesifikasinya selama ini dan jabatannya sebagai menteri. Dan Kementerian Pekerjaan Umum kbisa disebut "beruntung" lantaran menurut pengamatan saya, punya menteri yang peduli dengan buku dan sesekali menulis, setidaknya beberapa artikelnya pernah saya baca. Herannya, saat saya mencoba mencari akun Djoko Kirmanto di Kompasiana, saya tidak menemukannya lagi. Seingat saya, ia pernah punya akun di blog bersama ini. Entahlah.

Saya menganjurkan agar beberapa buku klasik berbahasa Belanda yang menjadi koleksi perpustakaan Kementerian Pekerjaan Umum dialihbahasakanke dalam bahasa Indonesia. Tentu jangkauan pembacanya akan lebih luas jika buku-buku tersebut dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia. Saya punya keyakinan, buku berbahasa asing itu cukup bagus. Namun, informasi yang terkandung di dalamnya akan lebih baik jika tersaji dalam bahasa Indonesia. Ini pekerjaan rumah untuk Kementerian Pekerjaan Umum.

Ruang "Resensi" yang tersaji di laman daring ini pun cukup lengkap. Awalnya saya menduga isi dari kanal ini adalah pembahasan soal buku. Namun, rupanya bukan itu. Yang tertulis di kanal itu sekadar galeri buku, Bukan pembahasan atau timbangan buku. Tapi tak apalah. Paling usul saya, mengubah nama kanal resensi itu menjadi galeri. Sebab, yang disajikan hanya sekilas ihwal buku, bukan timbangan plus minus buku yang sebetulnya bisa memandu kita untuk menentukan apakah buku itu menarik dibaca atau tidak. Cara lain bisa dipakai jika hendak mempertahankan kanal ini dengan nama resensi. Pihak perpustakaan bisa mencari di media lain yang pernah memuat resensi dari buku yang tersaji. Kemudian, di laman daring ini, diberikan tautan artikel di media yang memuat resensi itu. Selain galerinya, pembaca juga bisa mendapatkan timbangan buku yang hendak ia baca. Syukur-syukur mau mencari dan membelinya untuk koleksi pribadi. Dengan begitu, setidaknya, perpustakaan Kementerian Pekerjaan Umum ini menjadi bahan literasi yang memicu semangat membaca anak bangsa.

Kita harus jujur, infrastruktur yang dibangun institusi Pekerjaan Umum, baik untuk tingkat pusat maupun daerah, kualitasnya masih jauh dari harapan. Produk yang paling sahih ialah jalan raya. Memang, setiap jalan dimiliki otoritas tertentu, bisa menjadi tanggung jawab pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota. Namun, herannya, kualitas pekerjaannya relatif sama. Nah, ini menjadi ironi jika kita melihat koleksi literasi di perpustakaan Kementerian Pekerjaan Umum yang cukup banyak.

Kita ingin, ada kesesuaian antara produk infrastruktur dan kesemaran dunia literasi di lingkup kementerian ini. Kita tidak ingin ada anomali, keseriusan dalam bidang perbukuan dengan produk infrastruktur yang dihasilkan kementerian ini. Memang, yang namanya korupsi bisa terjadi di mana saja. Termasuk di kementerian yang acap disebut "basah" oleh masyarakat kita. Namun, seiring dengan kemauan yang kuat untuk berbenah, semestinya juga berimbas pada minimalnya korupsi. Kita ingin, keseriusan Kementerian Pekerjaan Umum dalam menata perpustakaan juga berbanding lurus dengan kejujuran semua awaknya, terutama dalam mengerjakan banyak proyek pemerintah.

*

Dengan segala plus-minusnya, sajian laman daring Perpustakaan Kementerian Pekerjaan Umum ini bolehlah menjadi rujukan. Buat kita yang menyukai dunia  pekerjaan umum, pembelajar, juga sejarawan, bisa menggunakan koleksi di sana sebagai bahan bacaan dan penelitian. Kekurangan mesti diperbaiki. Yang sudah bagus, dijaga dan ditingkatkan. Sejarah adalah tapakan yang bisa menjadi acuan generasi masa kini. Dan item yang paling mudah dijadikan rekam jejak ialah buku, selain produk infrastruktur yang dibangun. Dengan serakan buku, kita bisa membaca secara utuh dan menapaktilasi sejarah PU. Karena itu sangat membantu. Semoga makin bermutu. Wallahualam bissawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun