Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Deltomed Menjamin Mutu, Herbal Indonesia ke Langit ke Tujuh

18 Juni 2014   19:11 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:14 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_329599" align="aligncenter" width="512" caption="Sepuluh kompasianer yang akan mengunjungi Deltomed cr: dok pribadi"][/caption]

Semua produk yang dibuat Deltomed Laboratories diklaim herbal murni tanpa bahan kimia apa pun. Inilah yang menjadikan produk herbal ala Deltomed, seperti Antangin, Kuldon Sariawan, Natur Slim, OBH, dan sebagainya punya mutu dan kualitas yang baik. Hal itu dikemukakan Direktur Pengembangan Bisnis Deltomed, Abrijanto, saat menerima kunjungan 10 Kompasianer di pabrik Deltomed, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, 13 Juni lalu. Acara kunjungan ini bertajuk Kuldon Sariawan Tour.

[caption id="attachment_329589" align="aligncenter" width="604" caption="Direktur Pengembangan Bisnis Deltomed dr. Abrijanto sedang memberikan penjelasan pada kompasianer cr: dok pribadi"]

14030678191443268241
14030678191443268241
[/caption]

Abrijanto yang juga dokter itu mengemukakan produk yang dihasilkan korporasinya mampu bertahan selama dua tahun tanpa satu pun bahan pengawet. Kunci agar produk tahan lama, kata dia, ialah pada proses sterilisasi bahan baku. Abrijanto mengemukakan, semua bahan baku yang akan diolah harus memenuhi standar produksi. Petani jahe misalnya, wajib memenuhi kriteria yang ditetapkan perusahaan, misalnya standar dalam kandungan air dan bahan yang sudah kering atau simplisia.

Jika petani tidak bisa memenuhi standar bahan baku yang dibutuhkan, produk akan ditolak. Ini menjadi harga mati karena pihak korporasi tidak ingin produk yang dihasilkan mutunya jeblok dan mengurangi kepercayaan konsumen.

Proses sterilisasi, kata Abrijanto, dilakukan secara ketat. Semua bahan kering atau simplisia yang diperoleh dari petani, dibersihkan dengan mesin yang bermuatan air dalam skala besar. Proses pembersihan dilakukan berulang-ulang sehingga semua bentuk bahan asing yang mungkin ada di bahan baku akan bersih sama sekali.

Semua bahan baku yang sudah bersih kemudian diekstraksi sehingga menghasilkan produk setengah jadi yang siap diolah sesuai dengan kebutuhan. Apakah produk itu berupa cairan atau likuid semacam sirup seperti Antangin ataukah berbentuk padat atau solid seperti produk Kuldon Sariawan.

Manajer Produksi Deltomed, Adi Surya, saat mengajak 10 Kompasianer berkeliling pabrik, mengatakan, semua bahan baku yang diterima perusahaan berasal dari petani di sekitar lokasi pabrik. Ia menjamin, semua bahan baku simplisia sudah sesuai dengan standar. Perusahaan, kata Adi Surya, juga acap memberikan edukasi kepada petani agar produk yang dilempar ke perusahaan sesuai dengan standar. “Dengan demikian, bahan baku ini sudah sesuai dengan cara pembuatan obat tradisional yang baik atau CPOTB,” kata Adi.

Masih terkait bahan baku, Kepala Quality Control Deltomed, Haniyah, menambahkan, bahan dasar simplisia yang dibutuhkan korporasi antara lain jahe, kayu manis, akar manis, dan beberapa komoditas lainnya. Kata Haniyah, simplisia nabati harus bebas dari serangga, fragmen hewan atau kotoran hewan, tidak boleh menyimpang warna dan baunya, tidak boleh mengandung lendir dan cendawan atau menunjukkan tanda-tanda pengotoran lain, tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya.

Alumnus Apoteker Universitas Airlangga, Surabaya, ini menambahkan, pengawasan mutu simplisia pada Deltomed dilakukan ekstraketat. Misalnya ada proses identifikasi reaksi kimia terhadap lignin, tanin, alkaloid, fenolik, dan sebagainya. Kemudian ada penetapan kadar abu, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar abu larut air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut atanol, uji mikrobiologi, dan sebagainya.

Kata Haniyah, Deltomed juga punya standar dalam pengawasan mutu sediaan sirup dan solid. Secara umum, ia menjelaskan, pada tahap pertama, simplisia dicuci hingga bersih. Kemudian, simplisia yang bersih akan diekstraksi dengan beberapa item seperti identifikasi, mikrobiologi, dan kadar air. Setelah dari tahapan ekstraksi, bahan kemudian masuk tahap pengolahan yang terdiri dari pengawasan pada organoleptis, mikrobiologi, dan viscositas. Usai itu, masuk ke tahapan Filling. Di sini, bagian Quality Control akan melihat apakah ada kebocoran, keseragaman, dan volume. Jika di tahapan ini tidak ada masalah, proses berikutnya ialah packaging atau pengemasan. Di poin ini, akan dilihat kesesuain isi dengan etiket, kebenaran jumlah, dan apakah ada kans kemungkinan kebocoran. Jika tahapan ini sudah dilampaui, produk sudah berupa bahan jadi.

Saat kami meninjau setiap tahapan, tampakprofesionalitas korporasi dijaga secara benar. Setiap pekerja wajib higienis dalam bekerja. Mereka yang bekerja semua memakai tutup kepala dan menggunakan sarung tangan. Seragam putih yang khas pun wajib dikenakan. Keseragaman dalam kerja ini membuat standar yang diinginkan perusahaan terhadap semua produk Deltomed bisa terwujud.

Adi Surya menambahkan, semua proses dilakukan oleh mesin canggih yang didatangkan dari Jerman, Jepang, Taiwan, dan Amerika Serikat. Misalnya saja, usai simplisia bersih, bahan baku itu kemudian masuk ke mesin ekstraksi yang berbentuk dua tabung besar. Nama mesin besar itu perkulator. Dari dua tabung akbar inilah sari hasil ekstraksi disalurkan untuk dua jenis produk utama: solid dan likuid. Di perkulator ini, kata Adi, bahan diekstraksi dengan Unit Spray Drying. Setiap 400 kg bahan baku yang masuk ke mesin perkulator, dibutuhkan waktu sekitar 90 menit untuk menghasilkan ekstrak yang akan diteruskan ke tahap berikutnya.

Anang dari unit Perkulator, mengemukakan, di tahapan ekstraksi ini, yang dibutuhkan ialah sarinya. Adapun sisa produksi akan disimpan untuk kemudian dibuang sesuai dengan analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal.

Adi Surya mengemukakan, hasil ekstraksi inilah yang kemudian masuk ke tahap berikutnya yakni evaporasi. Di sinilah bahan akan dipecah menjadi dua kelompok besar: likuid dan solid. Proses menjadi bahan baku berupa likuid lebih pendek waktunya ketimbang yang solid. Sebab, pada proses yang likuid, tahapannya tidak serumit untuk membuat produk yang solid semisal Kuldon Sariawan.

Proses pengemasan di Deltomed juga dilakukan ekstraketat. Kami melihat langsung bagaimana setiap pekerja menjalankan tugasnya dengan baik dan teliti. Untuk satu produk saja, Kuldon Sariawan misalnya, sebelum dikemas dalam sachet demi sachet, memerlukan tahapan yang panjang. Penulis mencatat ada mesin di tahapan Filling yang bernama Catch Cover bertipe Siebler (M1) 320. Mesin ini memilah setiap tablet kemudian mengemasnya dengan cantik. Saat kemasan Kuldon Sariawan ini masuk ke keranjang, bentuknya sudah terkemas dengan baik.

Namun, proses ini tidak selesai di situ. Hasil pemisahan oleh mesin masih diperiksa olah pekerja di sana. Apalah jumlah setiap bungkusnya sesuai dengan standar. Juga diperiksa, apakah jumlah renteng yang merupakan gabungan dari bungkus Kuldon Sariawan ini sesuai dengan standar. Jika ada kekurangan atau kelebihan, pekerja akan melemparkan ke bagian khusus untuk kemudian diolah kembali sehingga tercapai standardisasi yang ditentukan oleh perusahaan.

Soal limbah, perusahaan menjamin, memenuhi kaidah analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal. Bahkan, tambah Abrijanto, pihaknya sedang mengupayakan agar ampas sisa produksi bisa dikonsumsi hewan ternak. “Alhamdulillah, peluang ke arah sana sudah dicanangkan. Kami sudah meriset bahwa ampas sisa produksi bisa dikonsumsi hewan ternak. Namun, yang baru direkomendasikan untuk ternak berkaki empat. Dengan begitu, kami berupaya meminimalkan limbah yang sedari awal memang tak bermasalah dengan lingkungan. Namun, jika limbah ini secara kuantitas bisa dikurangi untuk asupan ternak, itu lebih baik lagi,” tambah Abrijanto.

Kami mengamati, pekerja di sini cukup terampil. Misalnya saat mengemas Antangin ke dalam kemasan, sepuluh jari mereka bermain. Sehingga, dengan satu jentikan, kemasan Antangin itu tercetak dengan rapi. “Saya saja masih kaku untuk membungkus Antangin ini ke dalam kemasan. Tapi kalau pekerja yang terampil, cukup satu sentuhan, jadi,” kata Adi Surya sambil tertawa kecil.

Pengawasan yang dilakukan Deltomed sampai hal yang terkecil. Jumlah dalam satu renteng Antangin atau Kuldon Sariawan saja dijaga benar akurasinya. Kami melihat, setiap renteng itu ditimbang. Jika tidak sesuai dengan standar, pasti konten dalam produk itu kurang atau berlebih. Dan tidak ada toleransi untuk itu. Kemasan wajib sesuai dengan standar dan harus seragam.

Kami sempat menikmati Antangin yang baru dimasukkan ke dalam bungkus. Panasnya masih 50 derajat Celsius. Barulah ketika hangat-hangat kuku, kami beramai-ramai membuka bungkus Antangin dan meminum sirup herbal itu. Rasanya segar dan hangat di badan. Wes ewes ewes, bablas angine. Hahaha.

Adi Surya mengatakan, sebagai pekerja, manusiawi jika sesekali ada kesalahan dalam proses di pengemasan. Namun, karena sistem sudah diberlakukan, kesalahan manusiawi itu kemudian dibenarkan sampai sesuai dengan standar. Namun, ia mengklaim, tak ada produk yang setelah didistribusikan ditemukan adanya pertumbuhan parasit tertentu. Sebab, setiap tahapan pasti ditelaah oleh Quality Control.

Haniyah sama dan sebangun dengan Adi Surya. Kata Haniyah, sebelum proses berikutnya, pihak Quality Control pasti menguji terlebih dahulu apakah hasil dari proses sebelumnya sudah sesuai dengan standar atau belum. Atau, adakah kemungkinan pertumbunan jamur atau parasit lainnya dari satu proses yang baru dirampungkan. Inayah mengatakan, mutu produk Deltomed ini terjaga karena setelah satu proses dilalui, pihaknya akan mengecek lagi di laboratorium. Ketika hasilnya bagus, proses berikutnya bisa dilanjutkan. Namun, kata Haniyah, jika ditemukan sesuatu yang berisiko, hasil proses itu tidak bisa dipakai dan mesti dilakukan proses yang baru. Bahan baku yang berisiko terpapar zat lain tidak akan dipakai.

Hal ini diamini oleh Abrijanto. “Perusahaan ini didirikan dengan investasi yang besar. Tidak cukup satu atau dua miliar rupiah. Jelas, nilainya di atas itu. Maka itu, kami tak mungkin mengambil risiko dengan menoleransi sedikit saja kesalahan. Apalagi itu adalah hasil uji laboratorium kami. Makanya, selain kami tidak menggunakan bahan kimia apa pun, hasil uji di setiap proses, menjamin bahwa semua produk Deltomed memang layak dikatakan herbal. Herbal nomor satu,” ujar Abrijanto.

Ruang laboratorium Deltomed memang menunjukkan kelas tersendiri. Semula, kami memperkirakan, ruang laboratorium ini hanya terdiri dari satu atau dua unit. Namun, saat kami berkunjung, ada banyak ruangan di divisi Quality Control ini. Setiap ruang diawaki beberapa tenaga ahli. Mereka dengan teliti meriset hasil dari setiap proses produksi. Saban 15 menit, ada saja staf Quality Control yang naik ke ruangan laboratorium dengan membawa sampel produksi, apakah dari proses sterilisasi, perkulasi, evaporasi, dan produk jadi. Meski sudah produk jadi, Quality Control tetap melakukan kajian, apakah produk jadi ini sesuai dengan standar atau tidak. Haniyah mengemukakan, lantaran pada setiap proses pihak Quality Control melakukan riset, tidak pernah ditemui adanya produk jadi yang gagal didistribusikan. Sebab, pada setiap tahapan, pihaknya seolah menjadi penjaga gawang.

[caption id="attachment_329597" align="aligncenter" width="320" caption="Alur Pengawasan Produk cr: dok pribadi"]

1403067997110772258
1403067997110772258
[/caption]

*

[caption id="attachment_329600" align="aligncenter" width="604" caption="Selamat Datang di Deltomed cr: dok pribadi"]

14030681461504059761
14030681461504059761
[/caption]

Pabrik Deltomed di Wonogiri ini terbilang besar. Arealnya mencapai delapan hektare. Gedungnya besar, terdiri dari beberapa ruangan yang menunjukkan tahapan produksi. Resik, indah, dan tertata. Itulah kesan yang tampak saat kami berkeliling area pabrik. Di sini jangan coba-coba merokok. Dilarang keras. Pos penjagaan juga cukup ketat. Setiap masuk dan keluar, setiap karyawan diperiksa secara ketat.

Ruangan lain pun diperhatikan oleh korporasi. Musala, ruang makan karyawan, klinik, dan masjid pun tersedia dengan baik. Saat kami ke sana, kebetulan hari Jumat. Masjid yang didirikan cukup menampung ratusan jemaah laki-laki yang hendak menunaikan salat Jumat.

Karyawan pun ramah-ramah. Saban bertemu kami, mereka tersenyum. Dialek dan logat Jawa-nya kental sekali. Beberapa Kompasianer yang beretnik Jawa, akrab berbicara sepatah dua patah kata. Sedangkan saya yang non-Jawa, hanya bisa senyum dan sesekali mengangguk. Hehehe.

Di depan lokasi pabrik, plang besar Deltomed berdiri dengan anggun. Di sampingnya ada patung besar perempuan penjual jamu. Rata-rata Kompasianer mengabadikan berfoto di bawah patung ini. Rerumputan hijau juga mendominasi setiap selasar pabrik. Di bagian dalam masih ada patung. Kali ini patung dua bersaudara dari klan Pandawa: Nakula dan Sadewa. Dua bersaudara kandung, bungsu dari lima Pandawa: Yudhistira, Bima, dan Arjuna.

Deltomed sudah 35 tahun berkarya dalam ranah herbal Nusantara. Sejak bermula pada 1976 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Deltomed kini menjelma menjadi korporasi herbal yang sehat dan menguntungkan. Sejak 2010, Deltomed mulai menggunakan mesin bikinan Jerman bernama Quadra Extraction System. Mesin ini menghasilkan ekstrak bahan alami dengan kualitas nomor wahid. Korporasi ini juga menggunakan standar Good Manufacturing Product (GMP) Eropa, GMP Indonesia, National Sanitation Food (NSF), dan FDA serta peraturan 3A dalam pembuatan produknya.

Produk Deltomed tak hanya raja di negeri sendiri. Varian produknya kini sudah diterima dengan baik oleh pangsa pasar Brunei Darussalam, Malaysia, Arab Saudi, Amerika Serikat, dan Hong Kong. Produk unggulan korporasi ini antara lain Antangin, OB Herbal, OB Herbal Junior, Antalinu, Natur Slim, StrongPas, Pil Tuntas, dan Rapet Wangi. Selain tentunya yang sedang digadang-gadang: Kuldon Sariawan.

Kuldon Sariawan sendiri adalah tablet herbal pertama dan satu-satunya di Indonesia yang berkhasiat untuk meredakan sariawan. Di dalam tablet ini terdapat daun saga sebagai antiradang, bunga krisan yang berkhasiat menyegarkan dan mengurangi rasa sakit, dan juga mengandung ekstrak Licorice dan ektrak herba timi yang berguna untuk antiradang dan antiseptik.

Lantaran terjamin mutunya itulah, Deltomed sudah memiliki sertifikasi halal dan punya sertifikat cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB), serta memperoleh sertifikat bergengsi: ISO 9001-2008. Inilah bentuk komitmen Deltomed dalam menjamin mutu produk yang dihasilkan.

*

Sebelum kami diajak berkeliling ke pabrik, Abrijanto sempat mendemonstrasikan cara membuat jamu. Hal ini ia lakukan untuk memberikan edukasi dan persepsi soal jamu. Kata Abrijanto, jangankan masyarakat awam, dokter saja masih banyak yang antipati dengan herbal. Mereka beranggapan, herbal itu belum bisa menyaingi obat-obatan konvensional yang standarnya sudah ada dan ajek.

Abrijanto bercerita, “Saya punya kawan dokter yang sama sekali antiherbal. Kebetulan dia punya penyakit ambein. Ambein itu pembengkakan karena sering mengejan dengan kuat. Nah, seorang teman, dokter juga, memberikan ramuan daun xena kepada dia. Tapi, ia tak diberi tahu bahwa ramuan itu herbal. Ternyata, usai beberapa kali mengonsumsi daun itu, fesesnya lunak dan ambeinnya sembuh. Hingga yang bersangkutan meninggal dunia, ia tak tahu kalau ramuan yang ia minum itu herbal.”

Abrijanto kemudian mendemonstrasikan cara membuat jamu. Ia memanaskan air di dalam pirex. Beberapa simplisia ia masukkan. Simplisia kering ini sudah dibersihkan terlebih dahulu. Penutup pirex digunakan sehingga uap air tidak menguap begitu saja ke udara. Karena, justru di sinilah khasiat herbal itu berasal. Beberapa menit kemudian, api dimatikan.

Abrijanto lalu menjelaskan beberapa hal. Herbal itu memang seratus persen aman. Namun, hanya jika proses sterilisasinya dilakukan dengan benar. Pencucian, itu kata kuncinya, kata Abrijanto. Jika bahan tidak dicuci dengan benar, ada kemungkinan bahan asing masih ada dan berpengaruh pada khasiat. Alih-alih menyembuhkan, pencucian yang tak bersih malah mendatangkan masalah kesehatan.

Abrijanto menyarankan kepada masyarakat, agar mencuci terlebih dahulu semua simplisia yang akan digunakan untuk membuat jamu. Takaran pun diperhatikan. Sebab, inilah dosis yang ikut menentukan khasiat jamu yang dibuat. Jika takaran tidak diperhatikan, boleh jadi khasiat jamu tidak bakal dirasakan.

Satu yang penting, “Pakailah pirex untuk merebus ramuan. Saya tidak menyarankan menggunakan panci stainless atau gerabah. Sebab, kurang higienis dan unsur logamnya kemungkinan masuk ke ramuan. Gunakan pirex dan tutuplah. Sebab, uap inilah yang menentukan khasiat jamu herbal yang kita bikin.”

Abrijanto mengemukakan alasan mengapa ia mendemostrasikan cara membuat jamu ini. “Anda juga bisa membuat ini di rumah, dengan standar kebersihan yang sama seperti di Deltomed. Syaratnya, bahannya mesti kering atau simplisia. Kemudian dipotong kecil. Lalu dibersihkan sebersih-bersihnya. Kemudian ditakar dan direbus di pirex dan ditutup sehingga uap tidak keluar. Jangan lama-lama merebusnya. Hasil rebusan dapat Anda gunakan. Khasiatnya sama seperti yang dibikin di pabrik ini.”

Abrijanto mengapresiasi masyarakat yang rajin menanam tumbuhan obat di halaman rumah. Itu adalah bukti bahwa rumah tangga pun bisa menghasilan herbal yang berkualitas. Yang perlu ditekankan ialah cara mengolahnya. Kebersihan, kata dia, adalah yang utama. Pencucian, sterilisasi. Pencucian, sterilisasi. Abrijanto mengatakan itu berulang-ulang.

Sebab, jika tak bersih, bahan asing yang kemungkinan bersemayam di tanaman, masih menempel. “Maaf, siapa tahu ada orang yang buang air di tanaman itu. Kalau tak bersih, kumannya masih ada. Maka itu, wajib dibersihkan sampai benar-benar clear,” ujar Abrijanto.

Orang Indonesia, kata Abrijanto, umumnya menghindari meminum ampas dari jamu yang dibuat. Padahal, ampas itu sangat dianjurkan untuk ikut diminum. Ia mengatakan, bukan ampas itu yang membuat efek jelek dari herbal. Yang menimbulkan efek jelek itu ialah zat kimiawi yang mungkin secara nakal dimasukkan oleh oknum ke dalam jamu. “Kalau membuat ramuan jahe misalnya, ampasnya ya diminum sekalian. Jangan dibuang, sayang. Justru itu menambah khasiat herbalnya. Yang bikin efek jelek itu karena ada unsur kimiawi atau pengawet yang dimasukkan ke dalam jamu. Itu yang bikin kita sakit jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama,” kata Abrijanto.

Abrijanto mengemukakan hal menarik. Kata dia, mengonsumsi herbal ini lama-kelamaan menimbulkan imunitas terhadap herbal tersebut. Maksudnya, jika sudah sering, takaran dan intensitas konsumsi herbal bisa meningkat. Ia mencontohkan, jika masuk angin, kalau di awal hanya satu atau dua ramuan, jika berlarut-larut membutuhkan ramuan dalam jumlah besar. Intinya, semakin sering dikonsumsi, herbal itu butuh penambahan takaran agar menjadi sama saat pertama kali digunakan.

Apakah hal itu menimbulkan ketergantungan dan membahayakan? Tidak sama sekali. Sifat herbal, ujar dia, memang seperti itu. “Kalau sudah sering, tidak marem kalau tidak ditambah. Harus ditambah. Tapi, itu sama sekali tidak berpengaruh pada kesehatan. Anda tak usah khawatir. Namun, jika sakit sudah sembuh, penggunaan herbal bisa dihentikan,” kata Abrijanto.

Dokter ramah nan simpatik yang berkacamata ini menambahkan, dalam kadar tertentu, mungkin herbal tidak mempan atau mampu mengatasi penyakit. Dalam situasi itulah, kita perlu berkonsultasi ke dokter. Dan ada kemungkinan obat konvensional bisa diminum sesuai dengan dosis yang ditentukan dokter.

Namun, keunikan herbal Indonesia adalah ia bisa diproses di negeri sendiri karena bahan bakunya melimpah. Ini berbeda dengan obat-obatan konvensional yang diimpor dan hanya pengemasannya dilakukan di Indonesia. “Anda boleh cek. Paracetamol yang ada di Indonesia itu, semuanya impor. Ada yang dari India dan negara lain. Di sini tidak memproduksi. Indonesia hanya mengimpor kemudian dikemas dalam beragam merek. Itu bedanya dengan herbal. Herbal, bisa kita bikin sendiri pabriknya. Bahan baku melimpah. Dan menyehatkan. Tidak ada efek samping dalam penggunaan herbal. Ini berbeda jika kita mengonsumsi obat-obatan kimiawi dalam jangka waktu yang lama.”

Deltomed juga cukup terbuka dengan kritik dari Kompasianer. Saat Joshua Limyadi mengemukakan masukan bahwa rasa Kuldon Sariawan sedikit sepat, Abrijanto merespons dengan positif. Ia mengatakan, Kuldon sebagai produk yang digadang-gadang bakal bersinar di pasaran, memang membutuhkan inovasi yang tiada henti. Untuk itu, masukan dari pelanggan, khususnya bloger Kompasiana, sangat dinantikan. "Terima kasih, Mas,  atas masukannya. Nanti akan kami bahas soal masukan rasa Kuldon Sariawan," ujar Abrijanto.

Haniyah, Kepala Quality Control Deltomed, tampak saksama mendengarkan masukan Joshua. Sesekali tangannya mencatat. Di selembar kertas. Putih.

*

Deltomed rupanya ingin menghadirkan suasana herbal secara komprehensif di kantornya. Termasuk saat menyambut kami, 10 Kompasianer pemenang Kompasiana Nangkring bertema “Jangan Anggap Sepele Sariawan” pada 17 Mei lalu di Jakarta. Saat sesi makan siang, kami disuguhi makanan yang sehat. Ada ayam, sayuran, sambal, dan beberapa lauk lainnya. Ada tumis bunga pepaya yang rasanya lezat sekali. Sambalnya cukup pedas. Cukup membuat keringat kami berlelehan. Untuk minuman, tentu kopi dan teh tersedia. Selain itu, ada dua minuman herbal yang juga kami nikmati. Ada beras kencur dan kunir asem. Rasanya segar. Tidak ada rasa pahit yang barangkali mendominasi alam pikiran kita saat menyebut kata “jamu” atau “herbal”.

Kami diterima dengan baik di pabrik Deltomed. Direktur Utama Deltomed, Nyoto Wardoyo, langsung menerima kami dan memberikan sedikit kata sambutan. Abrijanto dan Haniyah lalu melanjutkan dengan memberikan penjelasan singkat soal produk Deltomed kepada kami usai salat jumat dan makan siang. Manajer Produksi Adi Surya memandu kami berkeliling area pabrik, mendatangi setiap lokasi, dan menjelaskan detail setiap tahapan produksi di sini.

Sebelum berkeliling, ada satu syarat yang mesti kami patuhi. Kami tak boleh membawa kamera dan ponsel ke dalam pabrik. Saat saya meminta dispensasi untuk membawa ponsel dengan alibi mencatat hasil reportase, tetap tidak diperbolehkan. Kami mematuhinya dengan baik. Jadilah, notes dan bolpoin menjadi senjata utama untuk mencatat dan merekam laporan pandangan mata di dalam lokasi pabrik. Setidaknya, artikel sederhana ini menjadi oleh-oleh nan berharga untuk pembaca dan segenap Kompasianer.

[caption id="attachment_329603" align="aligncenter" width="604" caption=" cr: dok pribadi"]

14030681962131029438
14030681962131029438
[/caption]

Kepada Deltomed, maju terus untuk membawa herbal Indonesia ke tingkat dunia. Jaminan mutu yang menjadi komitmen Deltomed, membuat produk korporasi ini melejit ke peringkat atas korporasi herbal sedunia. Ibarat kata, naik ke langit ke tujuh. Terima kasih Deltomed. Terima kasih Kompasiana. Wallahualam bissawab.

Baca tulisan lainnya:

Reportase 2

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun