Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pembatik dan Pembecak di Kauman, Simbiosis yang Menguntungkan

26 Juni 2014   02:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:53 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak berapa lama, Joshua sudah keluar toko sambil semringah. Rupanya ia sudah mendapatkan sepasang batik idaman. Saya dan Bang Fadli hanya tersenyum. Joshua semangat memperlihatkan kepada kami batik yang ia beli. Warnanya cerah. "Cocok, Jo, buatmu dan pacarmu," ujar saya. Joshua makin senang. Saya tanya harganya untuk sepasang batik itu, Joshua menjawab seratus lima puluh ribu. Paslah. Tidak terlalu mahal untuk sepasang batik cerah yang bagus itu. Kami lanjutkan perjalanan. Kedua pembecak pun sudah usai menyesap teh manis gelas besarnya.

Kami kemudian melanjutkan perjalanan. Waktu berbelanja sudah sempit. Jam empat sore kami mesti sudah kembali ke tempat penungguan mobil. Malam ini juga kami akan pulang melalui Stasiun Balapan, Solo. Baru beberapa saat berjalan, Bang Fadli meminta berhenti. Rupanya ia kesengsem dengan kemeja kotak-kotak Jokowi yang dipajang sebuah toko. "Ini yang gua cari sejak tadi. Di Pusat Grosir Solo, enggak ada kemeja kotak-kotak ini," ujar Bang Fadli. Saya dan Joshua ikut turun. Tawar-menawar terjadi. Harga pas pun disetujui. Kemeja dibungkus. Kami naik kembali ke becak.

Harga dua puluh ribu rupiah, buat ukuran sejauh itu perjalanan, rasanya murah banget. Tapi itulah harga yang seragam. Tak ada pembecak yang menaikkan harga seenaknya. Barangkali mereka berpikir, kalau ada yang nakal, yang bakal rugi ya komunitas pembecak ini. Usaha mereka sangat tergantung dari pelancong yang datang. Dan mereka siap mengantarkan kita ke mana saja. Sebab, perjalanan itu juga berkah buat mereka. Saban pelancong berbelanja, tips sudah tergambar di depan mata. Selain menjaga marwah Solo sebagai kota budaya, keuntungan mereka juga lumayan tak terkira. Semoga makin sejahtera. Deru bus yang kami tumpangi pun melewati tempat tadi. Sebentar lagi kami akan kembali ke kota masing-masing. Dan setidaknya di Kauman, kami belajar bagaimana merawat simbiosis yang menguntungkan itu. Solo kota budaya. Terima kasih Deltomed yang sudah memperjalankan hamba ini ke kota yang asri dan menarik hati ini. Wallahualam bissawab.

[caption id="attachment_330766" align="aligncenter" width="480" caption="cr: dok pribadi"]

1403698764729302656
1403698764729302656
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun