Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Money

Asuransi Syariah: Silaturahim Membawa Berkah

14 September 2014   05:03 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:45 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup di zaman sekarang amat realitis jika kita mempunyai asuransi. Sebab, risiko ekonomi di masa depan tidak kita ketahui dengan pasti. Dengan mempunyai asuransi, artinya kita memiliki topangan. Baik itu dalam ranah kesehatan, kematian, dan pendidikan.

Sederhananya, dengan membuka akun asuransi, kita mempunyai tabungan di masa depan. Memang, ada pihak yang berpendapat, menabung tidak ekonomis karena nilai uang masa sekarang dan masa depan berbeda. Ketimbang menabung an sich, termasuk membuka akun asuransi, lebih baik mendepositokan uang di bank. Tentu pendapat ini ada benarnya. Namanya saja mendepositokan, jelas ada motif ekonomi. Tidak semata menempatkan uang di bank, tapi kita mengharapkan keuntungan sekian persen dari duit yang ditanam.

Yang akan dibahas di sini ialah asuransi, khususnya yang berbasis syariah. Dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia, yang penulis kutip dari materi dalam Sun Life, asuransi syariah ialah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.

Sederhananya, kita sebagai pemegang polis dan pihak asuransi sebagai sebuah unit korporasi, melakukan tolong menolong dengan pembentukan dana yang dikelola secara syariah.

Berbeda dengan asuransi konvensional yang menjadikan bunga sebagai acuan utama, asuransi syariah berbasis bagi hasil. Asasinya asuransi syariah itu, karena dibangun dengan semangat tolong-menolong, mestinya menempatkan hubungan silaturahim yang kuat. Seorang agen asuransi syariah semestinya menjadikan hubungan silaturahim sebagai sesuatu yang utama. Salah besar jika seorang agen asuransi syariah mencari sebanyak mungkin klien demi mendapatkan premi sebanyak-banyaknya.

Yang harus ia lakukan adalah mendasarkan aktivitas bisnis sebagai agen ini untuk menjalin silaturahim. Dengan silaturahim yang kuat, seorang agen akan menempatkan calon klien sebagai saudaranya. Lantaran itulah, mereka menyaudara. Dan sebab itulah hubungan silaturahim bermetamorfosis ke dalam hubungan tolong menolong. Dan ketika klien memutuskan untuk mengiyakan akad preminya, pola hubungan menjadi jalinan bisnis yang dikelola keduanya. Dari semula berakad tabarru atawa tolong-menolong kemudian masuk ke tijarah atau akad yang masuk ke ranah komersial. Logikanya, bagaimana mungkin berbisnis dengan model syariah jika tidak dibangun dengan jahitan silaturahim yang kental.

Prinsip utama dalam asuransi syariah tentu saja prinsip berbagi risiko. Inilah yang mesti dijaga oleh klien dan korporasi saat bersepakat menjalankan akad asuransi. Logika sederhana, apa pun yang terjadi di antara kedua pihak, baik rugi maupun untung, tetap dibagi sama. Sebab, peran keduanya sama. Tidak ada yang berbeda. Lain dengan pola konvensional yang menempatkan klien sebagai pihak yang mesti menerima apa pun kondisi pengelola duit mereka. Untung atau rugi, pemegang polis hanya mendapatkan ketentuan flat yang sudah disepakati sejak awal.

Dengan pola syariah, apa pun yang terjadi, kedua pihak bakal mendapatkan bagi hasil yang proporsional. Lagi pula dalam asuransi syariah ada kejelasan dalam produk, manfaat yang didapat, serta kemudahan ketika mengajukan klaim. Poin kemudahan dalam mengajukan klaim ini penulis anggap penting untuk diketengahkan. Mengapa? Sebab, karena dibangun dengan dasar tolong-menolong, sebaiknya agen yang di awal mempromosikan asuransi ini, mesti membantu mengurus pencairan klaim.

Di banyak kasus asuransi konvensional, pemegang polis mengalami sejumlah kerepotan ketika akan mengajukan klaim. Maka itu, ketika sebuah akad asuransi syariah diteken, silaturahim tak boleh putus. Sebab, inilah esensi dari sebuah kerja sama. Kalau setelah akad diteken kemudian silaturahim menjadi renggang bahkan tak ada bantuan ketika mengurus klaim, asuransi syariah boleh dibilang cacat. Ini syariah, yang mendasarkan segala sesuatunya dengan hukum Allah dan sunah nabi. Apa bedanya dengan konvensional kalau jahitan silaturahim malah renggang usai agen asuransi berhasil "merayu" calon klien membuka akun. Menurut hemat penulis, ketimbang praksis lain yang membedakan asuransi syariah dan konvensional, di titik silaturahim inilah kulminasi perbedaannya.

Jujur diakui, tidak semua pemegang polis membaca secara detail apa saja perjanjian saat membuka akun. Ada beberapa poin yang mungkin tidak jelas dipahami. Mungkin juga lantaran item itu terlalu teknis, klien tak terlalu memedulikan. Nah, di titik inilah bantuan seorang agen dibutuhkan. Meski bukan ranah utamanya dalam membantu pencairan polis, seorang agen tentu memiliki nilai plus ketika bisa membantu kliennya.

Penulis punya pengalaman yang baik dalam konteks silaturahim ini. Seorang teman, Kemas Tandri namanya, suatu waktu menawarkan polis asuransi. Kami sudah berkawan lama. Hanya saja intensitas pertemuan agak jarang. Saat ia memaparkan konsep asuransi, penulis tertarik. Prinsip syariah yang mudah membuat saya tertarik. Nominal pun disepakati. Polis dibuat dua, buat saya pribadi, dan anak. Yang membuat saya terkesan, teman ini saban bulan mengirim kabar. Sekadar bertanya dan say hello. Pengejawantahan silaturahim kemudian teruji ketika anak saya sakit. Setelah proses pembayaran di rumah sakit kelar, saya menghubunginya. Saya minta tolong untuk mengurus pencairan polis. Dia mengurus dengan senang hati. Saat saya menerima pencairan polis itu, saya mengapresiasi. "Itulah silaturahim, Bang. Abang kan saudara saya, makanya saya bantu. Semoga anak Abang lekas sembuh. "Saya gembira sekali dengan bantuan itu. Gambaran beberapa teman yang punya pengalaman kurang mengenakkan saat mengurus pencairan polis, lenyap seketika.

Usai anak kedua lahir, saya berkeinginan membuat akun asuransi pendidikan kepada teman tadi. Namun, pergaulan yang luas membuat saya mengenal agen asuransi lainnya. Dan teman baru ini serupa baiknya. Perkenalan awal kami berbincang topik lain. Singkat kata, silaturahim berjalan dengan baik. Suatu waktu, ia mempromosikan asuransi syariah yang ia ikuti sebagai agen. Saya menyimak dengan baik. Lantaran penjelasan soal asuransi syariah yang ini juga mudah saya pahami, saya tertarik. Tak lama, kami berakad.

Dan sama seperti pengalaman yang lalu, silaturahim antara saudara masih terjalin. Perbincangan tak lagi sekadar urusan polis, premi, dan hal-hal seputar asuransi. Tapi berkembang ke hal lain yang bermanfaat.

*

Membahas asuransi syariah memang tiada habisnya. Konten pun bisa beragam. Topik bisa beraneka macam. Mendedahkan pun bisa dari banyak sudut pandang. Soal bahwa asuransi syariah ini bagian dari nilai Islam yang rahmatan lil alamin, semua sudah paham. Bahkan pakar marketing, Hermawan Kertajaya saja sepakat dengan asuransi syariah.

Mengapa penulis menitikberatkan pada pola hubungan atau silaturahim antara agen yang dalam hal ini mewakili korporasi, dengan kita sebagai klien, menurut penulis, inilah poin utamanya. Kalau memang asuransi syariah mendasarkan gerak langkahnya pada syariat Islam, silaturahimlah yang bisa menjembataninya. Mana mungkin orang dengan ikhlas ikut ke suatu asuransi jika tak yakin dengan pembawa pesannya yang dalam hal ini dijalankan oleh agen. Kita yakin dengan produk asuransi syariah, bukan sekadar karena korporasi yang menaunginya kuat. Bukan pula karena ada jaminan bagi hasil. Tetapi kita meyakini kebenaran informasi dan performa asuransi itu lantaran si penyampai pesannya bisa dipercaya.

Asuransi syariah adalah bentuk muamalah antara kita dengan agen. Muamalah yang baik tentu dibangun dengan hubungan silaturahim yang hangat. Jika kita ada yang tak jelas, agen harus mau menjelaskan. Jika ada poin yang tidak kita mengerti, agen seharusnya memberikan titik terang. Termasuk saat kita mau mengurus polis, agen yang baik harus mau membantu.

Pemegang polis berpikir sederhana saja sebetulnya. Ia ingin asuransi syariah yang ia ikuti bisa membawa maslahat. Maka itu, ia ingin komunikasinya dengan korporasi berlangsung dengan hangat. Dan peran itu dimainkan oleh sang agen.

Kita ingin menempatkan asuransi syariah ini pada posisi yang ideal. Posisi di mana kedua pihak saling tolong-menolong dan sepakat dalam akad yang saling menguntungkan. Buat penulis, di situlah esensi asuransi syariah. Di noktah itulah yang membedakan antara syariah dan konvensional. Tak melulu bicara target premi, namun lebih kepada jalinan silaturahim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun