Kesepakatan Paris Agreement memberikan dampak yang baik dalam perkembangan energi baru dan terbarukan di seluruh dunia. Energi baru dan terbarukan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam penurunan emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh penggunaan energi fosil secara terus menerus.
Beberapa tahun belakangan dunia berlomba-lomba dalam upaya menurunkan emisi gas karbon. Banyak negara yang telah beralih dan menggunakan energi yang lebih ramah lingungan. Jerman, Inggris dan swedia merupakan beberapa negara yang paling banyak menggunakan energi baru dan terbarukan dari total pengunaan energinya.
Dari berbagai jenis energi baru dan terbarukan yang ada, salah satu yang berkembang sangat pesat adalah energi surya. Energi surya merupakan jenis energi yang digunakan dalam pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Energi surya menjadi energi yang sangat mudah didapatkan terutama untuk negara-negara tropis. Selain itu, harga pembangkit listrik dari energi surya sekarang sudah mulai kompetitif.
Disaat banyak negara didunia yang telah sukses mengembangkan PLTS. Indonesia masih berjuang untuk meningkatkan pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya ini. Â Di ASEAN pun Indonesia masih tertinggal dari negara Vietnam, Malaysia dan Thailand.
Pemerintah dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) telah berupaya keras untuk meningkatkan bauran EBT ini. Dalam Kebijakan Energi Nasional dijelaskan bahwa proyek ambisius Indonesia adalah menuju 23% bauran EBT di tahun 2025. Dengan persentase per tahun 2021 yang masih berkisar 11,2%, cukup sulit untuk mengejar target tersebut.
Potensi surya di negara ini sangatlah melimpah yaitu sebesar 207 GW. Nyatanya baru dimanfaatkan sebesar 153,5 MW. Angka ini hanya sebesar 0,07% dari total kapasitas pembangkit listrik EBT yang terpasang.
Perkembangan PLTS di Indonesia cukup lambat dibandingkan negara ASEAN lain. Isu penggunaan energi fosil yang dinilai lebih murah menjadi hambatan perkembangan PLTS. Selain itu, PLTS masih dinilai memiliki harga yang mahal meski saat ini harga solar panel mulai turun.
Beberapa kebijakan baru telah diupayakan untuk mempercepat perkembangan PLTS di Indonesia. Bahkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menjadikan PLTS sebagai salah satu program  prioritas dalam mempercepat target bauran energi baru dan terbarukan di tahun 2025.
PLTS menjadi program yang bisa dikatakan cukup cepat dalam proses instalasi. Lokasi penginstalan yang sangat fleksibel dan dengan harga yang sudah mulai kompetitif saat ini. PLTS dengan kapasitas dan ukuran yang besar diprioritaskan dalam upaya percepatan bauran EBT seperti PLTS skala besar dan juga PLTS terapung. Selain itu, PLTS atap merupakan salah satu harapan. Bahkan Kementerian ESDM membentuk program untuk membangun generasi muda yang akan menjadi generasi EBT. Program Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya adalah program yang diperuntukkan untuk meningkatkan perkembangan dan percepatan bauran EBT khususnya PLTS.
Saat ini, harga PLTS sudah mulai kompetitif, secara kebijakan juga sudah banyak diperbaiki. Eksekusi yang baik perlu dilakukan untuk men-sinkron kan antara kebijakan dengan eksekusinya.
Perkembangan industri PLTS saat ini masih rendah di Indonesia. Tingkat Komponen Dalam Negeri atau TKDN dari solar modul di Indonesia masih rendah yaitu 43,5% saja. Untuk meningkatkan TKDN ini salah satu cara adalah dengan membuat pabrik solar cell didalam negeri.
Untuk meningkatkan target bauran di tahun 2025, semua kalangan masyarakat harus saling bekerja sama bila ingin menjadi negera yang berorientasi pada energi ramah lingkungan.
Masyarakat Indonesia harus memiliki edukasi dan pengetahuan akan pentingnya energi baru dan terbarukan, karena hal ini akan berdampak pada kehidupan generasi mendatang. Masyarakat menjadi pemain ketiga dalam perkembangan PLTS. Jika masyarakat sadar akan dampak yang diakibatkan oleh penggunaan energi fosil secara berlarut-larut, tentu perkembangan EBT khususnya PLTS akan semakin cepat mengalami peningkatan.
Lambat laun industri PV di Indonesia pasti akan berkembang karena di dunia saat ini PLTS sangat cepat mengalami perkembang, meski masih rendah di Indonesia. Namun, perkembangan ini akan lambat bila tidak didorong dengan kebijakan dan program yang tepat. Selain itu masyarakaat harus ikut andil dalam upaya ini.
Masyarakat Indonesia harus memiliki kesadaran kenapa Indonesia harus bertransformasi dari energi fosil menuju EBT.energi fosil lama-lama akan semakin langka bila kita tidak mengurangi konsumsi energi tersebut. Selain itu clean energy sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Masyarakat harus memiliki pengetahuan yang cukup akan manfaat dari PLTS. Dalam skala rumah tangga masyarakat bisa menggunakan PLTS atap. PLTS atap merupakan pilihan terbaik bagi masyrakat untuk menghemat biaya tagihan listrik tiap bulannya. Selain itu, penggunaan PLTS atap akan membantu pengurangan gas rumah kaca.
Selain dapat menikmati listrik sendiri jika energi listrik yang dihasilkan berlebih atau tidak digunakan, mereka dapat menitipkan energi listrik yang dibangkitkan ke PLN dengan sistem On Grid. Tentu ini akan menjadi nilai tambah bagi masyarakat yang ingin dan sadar untuk memanfaatkan penggunaan energi surya dirumah.
Bila semua kebijakan dan eksekusi terpenuhi dan masyarakat juga mendukung, target penurunan gas rumah kaca di Indonesia sangat mungkin terjadi dengan cepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H