FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) adalah sebuah sistem yang disetujui oleh berbagai negara untuk mengendalikan tembakau. Uniknya, Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia yang tidak ikut menandatanganinya hingga saat ini. Posisi ini tentu bagi beberapa orang yang pro terhadap FCTC sangat disayangkan tetapi apakah benar-benar merugikan Indonesia?
Jokowi, presiden Indonesia saat ini menolak bergabung untuk menandatangani FCTC. Setidaknya, hingga saat ini beliau masih mempelajari lebih lanjut keuntungan serta kerugiannya. Bapak Jokowi sampai sekarang mengedepankan kepentingan nasional yaitu dengan memperhatikan dampak kesehatan tembakau dan keberlangsungan petani/industri tembakau.
Melalui Pramono Anung, pemerintah memprioritaskan 4 hal ini daripada mengikuti FCTC hingga saat ini. ”Prinsip FCTC ini Presiden memberikan arahan, empat prinsip utama dilakukan. Pertama, diminta seluruh jajaran menteri untuk menekan impor tembako. Kedua menaikkan cukai tembakau impor, ketiga menaikkan cukai rokok, dan keempat mempersempit ruang bagi para perokok," ujar Pramono Anung. (Sindonews.com 14/6/2016)
Keputusan Jokowi tersebut mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan. Pusat Studi Kretek Indonesia (Puskindo) Universitas Muria Kudus (UMK) mengapresiasi hal ini. "Ini perlu diapresiasi, karena pemerintah sudah semestinya mementingkan kepentingan nasionalnya. Terlebih, sektor pertembakauan merupakan sumber pendapatan nasional strategis yang memberikan kontriusi secara siginifikan bagi penerimaan negara dan menopang perekonomian rakyat. Tahun 2015 ini saja, sumbangan sektor pertembakuan dari cukai mencapai Rp. 139,1 Triliun. Ini belum termasuk pajak dan retribusi lainnya," ujar Zamhuri. (Tribunnews.com 15/06/2016).
“Berdasarkan data Komisi Nasional Penyelamat Kretek (KNPK), sekitar 30-35 juta orang bekerja dalam rangkaian produksi tembakau, cengkeh, industri kretek, serta perdagangan tembakau,” ujarnya kembali. Angka tersebut tentu tidak bisa dianggap ringan apalagi kontribusi cukai tembakau terhadap pemasukan negara.
Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun juga memuji keputusan Jokowi tersebut. Menurutnya, FCTC dapat melemahkan industri tembakau dalam negeri. Terlebih, Indonesia telah memiliki peraturan pemerintah yang sudah cukup mengatur industri tembakau. "Saya sejalan dengan sikap presiden Jokowi. Sepanjang undang-undang di Indonesia belum ada yang mengatur tentang perlindungan terhadap petani tembakau dan Industri hasil tembakau, maka sudah pantas dan selayaknya FCTC ditolak di NKRI," ujar Misbakhun (Jawapos.com 16/06/2016).
Tentunya dalam tulisan ini perlu ditekankan bahwa keputusan presiden Jokowi sudah tepat. Kita seharusny mendukung keputusan tersebut. Kita tidak bisa hanya melihat dari segi kesehatan tanpa aspek industri tembakau yang di dalamnya banyak sekali sektor yang diperhatikan. Kedepankan kepentingann nasional daripada hanya mengikuti tren yang terjadi di luar negeri sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H