[caption caption="Gambar diambil dari http://3.bp.blogspot.com/-cknORDHBCgg/T28NnJdJMDI/AAAAAAAAAaY/qvcsaFeTnGw/s1600/FCTC_Poster_Rev.jpg"][/caption]Kalau kita berbicara tentang tembakau, kita juga berbicara tentang FTCT. The Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) adalah bentuk hukum internasional dalam pengendalian masalah tembakau, yang mempunyai kekuatan mengikat secara hukum (internationally legally binding instrument) bagi negara-negara yang meratifikasinya. (baca: The Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).)
Bagaimana Indonesia menyikapi hal ini? Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan. Perarturan yang paling awal adalah PP 81/1999 hingga sekarang yang terbaru adalah PP 19/2003. Saat ini, ketika Jokowi memimpin belum meratifikasi FCTC ini. Masyarakat pun terus menerus mendesak agar FCTC ini untuk diratifikasi, dengan alasan kesehatan tentunya.
Akan tetapi berbicara FCTC, Panglima TNI hari Rabu kemarin membicarakan bahwa FCTC ini adalah proxy war. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Gatot (Panglima TNI), bahwa FCTC ini adalah produk asing yang berusaha diadaptasi menjadi peraturan di Indonesia. Dampaknya sangat buruk. Karena salah satunya adalah mematikan para pelaku industri kretek. (Selengkapnya di Panglima TNI Sebut FCTC Sebagai Ancaman)
”Dalam FCTC itu jelas diminta hanya rokok putih. Padahal di dalam negeri ada 6,1 juta yang bergantung terhadap industri tembakau. Belum lagi ada aturan larangan rokok aromatik,” tegas bapak Gatot.
Senada dengan Panglima TNI, anggota DPR dari fraksi Golkar, Misbakhun juga menyayangkan jika ada ratifikasi pada FCT ini. FCTC akan berpengaruh kepada keberlangsungan semua pihak yang bergantung pada rokok kretek. Hal ini harus dilindungi, karena pada FCTC beredarnya rokok beraroma dilarang. Ditambah perekonomian Indonesia memang disokong penuh oleh industri rokok kretek ini. (baca: Politisi Golkar Tolak Ratifikasi FCTC)
"Sebelum petani tembakau dan cengkeh, serta industri nasional kretek dilindungi oleh peraturan perundang-undangan nasional, saya akan menolak setiap agenda asing dan global untuk melakukan okupasi terhadap kebijakan pertembakauan di Indonesia," tegas Misbakhun
Kita mengetahui bahwa rokok memiliki dampak pada kesehatan. Akan tetapi apakah dengan begitu kita tidak memikirkan para pelaku industri di dunia rokok? Khususnya kretek? Ditambah mata rantai industri rokok ini sudah menjadi salah satu tulang pungung ekonomi Indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah petani dan lahan tembakau di Indonesia. Jumlah petani tembakau saat ini adalah 527.628 orang itu yang terdata, bagaimana dengan yang tidak terdata? Sedangkan luas perkebunan tembakau 195.620 hektar. Bisa kita bayangkan bagaimana ketergantungan masyarakat dan ekonomi Indonesia terhadap tembakau?
[caption caption="Ilustrasi diambil dari http://komunitaskretek.or.id/infografis/2015/09/jumlah-petani-tembakau-di-indonesia/"]
[caption caption="Gambar diambil dari http://komunitaskretek.or.id/infografis/2015/09/luas-lahan-dan-jumlah-produksi-tembakau-dan-cengkeh/"]
Jika tidak suka terhadap rokok, bukan berarti kita tidak memikirkan mereka yang mencari nafkah melalui rokok bukan? Selagi belum ada solusi terhadap dunia pertembakauan di Indonesia. Ada baiknya ratifikasi FCTC ditunda atau kalau diperlukan tidak harus dipaksakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H