Mohon tunggu...
Adi Sastra
Adi Sastra Mohon Tunggu... -

seorang yang romantis / @ADSastrawidjaja

Selanjutnya

Tutup

Politik

UP2DP Sejalan Dengan Nawacita Jokowi

1 Juli 2015   14:27 Diperbarui: 1 Juli 2015   14:27 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="gambar diambil dari http://businesslounge.co.id/wp-content/uploads/2014/08/Nawa-Cita.jpg"][/caption]

Tadi malam TV One kembali menayangkan salah satu acara andalannya. Acara ini sudah pasti menjadi andalan karena ditayangkan pada waktu prime time. Acara itu adalah Indonesia Lawyer Club. Bedanya tadi malam mengambil tajuk “Mencurigai Dana Aspirasi DPR”. Sebuah hal yang lumrah, apalagi sekarang ini sedang ramai dan bisa menambah rating bukan? 

Acara ini membagi menjadi beberapa meja. Meja pertama diisi oleh orang-orang yang mendukung UP2DP, meja kedua mungkin netral yang diisi salah satunya Ruhut Sitompu, meja ketiga adalah mereka yang menolak. Sisanya meja yang diisi oleh bang Efendi dan mahasiswa-mahasiswa. Seperti acara sebelumnya mereka memberikan argumen-argumennya 

Ada beberapa catatan yang saya ingat karena tidak full menonton acara tersebut. Catatan awal saya adalah tentang alasan dari mereka yang menentang UP2DP ini. Mungkin harus disebut nama UP2DP ini daripada dana aspirasi. Alasan paling dasar adalah tentang sensitifitas dana yang nanti akan dicurigai anggota DPR akan memegang dana tunai. Alasan kedua adalah tidak semua anggota DPR “bekerja” maksimal sebagai fungsi wakil rakyat. Alasan ketiga adalah tentang keburu-buruan dan komunikasi anggota DPR tentang UP2DP ini.

Alasan lainnya adalah sekitar tentang ketegasan fokus tugas DPR yang legislatif dan eksekutif, siapa orang yang akan mengusulkan aspirasi tersebut, ada kecurigaan UP2DP ini untuk kepentingan pemilihan kembali dirinya nanti ketika pemilu 2019 dan mungkin yang terakhir adalah anggota DPR seharusnya tidak menangani hal-hal kecil. Ya itulah yang saya ingat. Selain ucapan ketua Fraksi Partai Nasdem yang mengatakan orang-orang pendukung UP2DP di DPR telah mengalami “cacat pikir”

Hal-hal tersebut semuanya sudah terjawab oleh orang-orang yang mendukung dan diundang ILC. Ada Totok, Misbakhun, dan anggota Fraksi PKB. Tentang pemegangan dana tunai sudah dibantah Misbakhun sejak lama bahwa tidak ada sama sekali anggota DPR memegang dana tunai. Masalah komunikasi UP2DP ini semuanya sudah disosialisakan sejak 2 bulan lalu tapi sayangnya ada semacam penggiringan isu bahwa UP2DP ini adalah dana aspirasi.

Selanjutnya dalam acara tersebut ada penjelasan tentang mekanisme UP2DP ini. Dimana dalam penjelasan tersebut tidak semua usuluan dari anggota DPR harus diterima oleh pemerintah. UP2DP ini adalah pengintegrasian dengan pemerintah di APBN tanpa ada kemungkinan tumpang tindih. Untuk menghindari tumpang tindih atau mengulangi program pemerintah nantinya akan dibuat nomenklatur yang bersifat tidak fiktif dan duplikasi. Poin penting lainnya adalah belum ada patokan dana sama sekali untuk UP2DP ini (karena beredar 1 anggota DPR dipatok sebanyak 20 milyar).

Keraguan lainnya adalah tentang anggota DPRnya sendiri. Dimana mereka ketika waktu reses ada yang tidak turun ke bawah tetapi malah membuat program UP2DP ini. Hal tersebut langsung dibantah Misbakhun, bahwa anggota DPR yang tidak reses telah membunuhnya sendiri. Masyarakat perlu tahu bahwa sehabis reses anggota DPR membuat laporan pertanggungjawaban dan dipantau oleh BPK. Jadi tidak usah ada kecemasan berlebihan.

Dari semua perdebatan yang ada di ILC tersebut. Mas Totok mengambil kesimpulan bahwa semua pendapat yang ada di ILC akan ditampung dan memperkaya tentang pembahasan UP2DP ke depannya. Tapi sebelum itu semua, akankah lebih baik tidak ada yang terburu-buru untuk menolak atau mencaci maki masalah UP2DP ini. Karena UP2DP bisa menjadi sangat baik untuk Indonesia ke depannya dan sejalan dengan nawacita Jokowi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun