Mohon tunggu...
Adi Putra
Adi Putra Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STT Pelita Dunia

Bonum est Faciendum et Prosequendum et Malum Vitandum

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Kisah Yesus Mengutuk Pohon Ara

12 Juli 2024   10:59 Diperbarui: 12 Juli 2024   11:13 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Image: pinterest.com/laurentwelve

Peristiwa Tuhan Yesus mengutuk pohon ara cukup mengejutkan murid-murid-Nya. Bermula dari Tuhan Yesus yang pergi ke Betania untuk menginap di sana dan pagi-pagi, Ia kembali ke kota. Pada saat itu Alkitab dengan jelas menuliskan bahwa ketika Tuhan Yesus mencari buah ara, memang belum masanya musim buah ara (Markus 21:13). Hal ini sama seperti mengharapkan teratai tumbuh di atas tanah yang kering pada musim panas.

Tetapi ketika melihat pohon itu tidak berbuah dan hanya ada daunnya saja, Tuhan Yesus langsung mengutuk pohon tersebut. Keesokan harinya, pohon ini menjadi kering hingga akar-akarnya. Pertanyaannya adalah siapa yang salah? Salahkah bila pohon tersebut tidak berbuah jika belum musimnya? Atau Tuhan Yesus yang salah, tapi itu lebih tidak mungkin lagi. Para filsuf anti-Kristen sering menyalahgunakan bagian hari ini untuk mencemarkan nama baik Yesus dan menyangkal bahwa Dia adalah Tuhan yang berinkarnasi. Bagaimana orang baik bisa mengutuk pohon ara yang "tidak bersalah"? tanya mereka. Dan, jika Yesus mahatahu, mengapa Dia mengharapkan buah ara ketika bukan musim buah ara ( Matius 21:18--19 ; Markus 11:12--14 )?

Keberatan-keberatan ini mudah dijawab. Pertama, Kristus, sebagai Anak Allah, memiliki otoritas de facto atas ciptaan-Nya dan hak berdaulat untuk melakukan apa yang Ia kehendaki terhadap ciptaan-Nya. Karena itu, Yesus dapat mengutuk pohon ara jika Ia menghendakinya. Kedua, memahami apa artinya buah ara berada pada musimnya menunjukkan kepada kita bagaimana Yesus dapat mengharapkan buah ketika bukan musim ara. Selama musim semi, pohon ara Palestina mulai menghasilkan taksh --- bahasa Arab untuk buah ara yang belum matang dan dapat dimakan. Buah ara yang matang dan manis dipanen pada musim panas, musim buah ara yang dirujuk oleh Injil Markus. Dedaunan yang rimbun menandakan bahwa taksh hadir; dengan demikian, Yesus benar mengharapkan buah ketika Ia menyisir dedaunan; namun penampilan menipu dalam kasus ini.

Jadi, ternyata pohon ara sebelum memasuki musim berbuah, ia akan mengeluarkan buah-buah awal. Buah awal ini menjadi pertanda apakah pohon ara tersebut akan berbuah atau tidak jika musim berbuah tiba. Bagi pohon ara yang tidak mengeluarkan buah awal, pohon ini tidak akan berbuah pada musimnya nanti. Buah yang dicari oleh Tuhan Yesus adalah buah yang awal.

  • Tuhan menghendaki kita berbuah

Pohon ara di sini melambangkan diri kita sebagai orang yang sudah percaya kepada Tuhan. Tuhan menuntut kita untuk menghasilkan buah, bukan hanya daun. Daun di sini melambangkan kegiatan rohani yang kita lakukan. Di mata manusia, kita bisa saja menjadi seseorang yang tampak tekun beribadah dengan mengikuti berbagai macam persekutuan yang diadakan gereja atau bahkan menjadi salah satu hamba Tuhan yang melayani di gereja. Kita juga bisa tampak memiliki perilaku yang sangat baik terhadap sesama jemaat di dalam gereja. Namun, apakah kita juga memiliki perilaku yang baik terhadap orang lain di luar gereja? Begitu kaki kita melangkah keluar dari gereja, apakah kita masih menjalankan perilaku baik yang selalu kita lakukan ketika kita sedang berada di dalam gereja?

Ketika Tuhan Yesus melihat dan mendekat kepada kita sama seperti ketika Ia melihat dan mendekati pohon ara yang sudah berdaun, apakah Tuhan akan menemukan buah di dalam diri kita? Atau Ia hanya akan menemukan daun dan mengutuk kita? Jangan sampai kita terlihat sangat aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang bersifat rohani di mata manusia, namun sebenarnya di dalam diri kita, kita tidak menghasilkan buah sama sekali karena perkataan, perbuatan, dan pikiran kita tidak mencerminkan seorang pengikut Tuhan. Mari kita sama-sama merenungkan apakah kita sudah menghasilkan buah yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Atau masihkah kita hanya menghasilkan daun saja yang terlihat rimbun dari luar tanpa memiliki buah sama sekali?

Ketika kita hanya menghasilkan daun saja, maka Tuhan akan mengutuk kita. Kutukan Juruselamat kita lebih dari sekadar mengungkapkan kemarahan-Nya yang benar atas kurangnya buah ara. Seperti yang dikomentari oleh John Calvin, Kristus bermaksud "untuk menghadirkan dalam pohon ini sebuah tanda lahiriah dari akhir yang menanti orang-orang munafik, dan pada saat yang sama untuk menyingkapkan kekosongan dan kebodohan dari kesombongan mereka." Yesus mengutuk pohon ara dalam konteks pengajaran-Nya tentang kemunafikan: Ia mengusir para pedagang di bait suci yang mengeksploitasi orang lain sambil mengaku melayani Tuhan ( Mat. 21:12--13 ); Ia harus berurusan dengan para penguasa agama yang tidak akan mengakui otoritas ilahi Yohanes Pembaptis (ayat 23--27); Ia menceritakan sebuah perumpamaan yang mengutuk mereka yang berjanji untuk melayani tetapi kemudian tidak melakukan apa pun (ayat 28--32). Selain itu, Perjanjian Lama terkadang berbicara tentang Israel yang melanggar perjanjian sebagai pohon ara yang tandus ( Hos. 2:12 ; Mikha 7:1--6 ). Kutukan Kristus merupakan gambaran awal dari apa yang akan terjadi atas orang-orang munafik --- orang Israel yang seperti pohon ara yang berdaun, menjanjikan buah tetapi gagal menepatinya.

  • Kita Tidak Berbuah karena bimbang dan ragu

Kisah pohon ara ini adalah kisah mukjizat, sekaligus perumpamaan. Perumpamaan tentang orang-orang Israel yang beriman, tetapi tidak menghasilkan buah. Juga perumpamaan yang menjadi pengingat bagi hidup kekristenan kita pada masa kini agar kekristenan kita berbuah bagi dunia ini; buah yang dapat menolong orang-orang yang lapar akan kasih Tuhan. Menjadi Kristen bukan sekadar identitas, aktivitas ataupun jabatan, melainkan cara hidup yang berbuah.

Akan tetapi, satu hal yang menjadi kendala untuk kita berbuah, seperti yang juga dikemukakan oleh Yesus dalam perikop ini adalah keraguan atau kebimbangan dalam mengikut Kristus. Orang Kristen yang ragu dan bimbang sering mengalami ketidakpastian dan kebimbangan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam mengambil keputusan, menghadapi tantangan, dan menghormati firman Tuhan.

Kisah ini sebenarnya berfokus pada makna simbolis Tuhan Yesus di balik tindakan-Nya. Dia menunjukkan bahwa kegiatan keagamaan dalam Bait Suci (dan bangsa Israel umumnya) mirip seperti pohon ara itu. Lebat daunnya, tetapi tidak ada buahnya. Bangsa Israel hanya tampak religius di luar, namun tidak memiliki relasi yang benar dengan Allah. Itulah yang membuat Allah kecewa (baca Hos. 9:10-17) dan ditunjukkan dengan Tuhan Yesus yang menyucikan Bait Suci (Mat. 21:12-13) dan mengutuk pohon ara.

  • Kunci untuk Berbuah adalah percaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun