Prinsip yang terkandung pada tema ini juga dapat dijumpai pada perumpamaan tentang talenta dalam Matius 25:14-30, yang menceritakan tentang seorang tuan yang hendak bepergiaan dan mempercayakan hartanya bagi hamba-hambanya yang ditinggalkan. Hamba yang pertama diberikan 5 talenta, yang kedua diberikan dua talenta, dan yang terakhir diberikan satu talenta. Ketika tuan itu memberikan talenta, dia tidak menuntut hamba yang ketiga untuk memperoleh laba lima talenta, tetapi setidaknya dapat dikembangkan dan menghasilkan satu talenta. Dalam perumpamaan ini juga memperlihatkan kepada kita, bahwa tuan itu mengharapkan setiap hamba itu dapat mengembangkan talentanya berdasarkan jumlah yang dipercayakan kepada mereka masing-masing.
Kalau kita kembali kepada Lukas 12:48, maka konteksnya di situ adalah Yesus sedang menggambarkan dua cara hidup yang mungkin bagi para murid-Nya mengingat ketidakhadiran-Nya dan janji kedatangan-Nya. Ada dua hal yang ditekankan, yakni: (1) Mereka bisa setia dan taat, selalu berjaga-jaga dan siap secara rohani untuk kedatangan Tuhan pada tiap saat, dan mereka akan menerima berkat Tuannya. (2) Mereka dapat bersikap acuh tak acuh dan berpikiran duniawi, percaya bahwa Tuhan akan menangguhkan kedatangan-Nya, tidak lagi melawan dosa dan meninggalkan jalan kesetiaan; kemudian mereka akan menerima hukuman Allah dan mewarisi kehinaan yang kekal dan kebinasaan pada saat kedatangan-Nya.
Apabila membaca dari ayat 42-48 maka bentuk waktu akan datang yang dijumpai di sana menunjuk kepada situasi gereja setelah kenaikan Yesus ke surga. Sesungguhnya, bagian ini merujuk pada kekinian murid-murid Yesus pada masa setelah kebangkitan Yesus dan sebelum kedatangan-Nya yang kedua kalinya.
Hamba dalam konteks ini harus dipahami sebagai seorang budak yang menyerahkan dirinya kepada kehendak orang lain atau mengabdi kepada orang lain tanpa memperhatikan kepentingannya sendiri. Oleh karena kata Yunani yang digunakan di sini adalah kata doulos. Ayat 48 harus dibaca dalam kesatuan mulai dari ayat 42 (bisa dikatakan sebagai kesatuan teks terkecilnya). Di mana pada bagian tersebut Yesus mengajarkan tentang seorang hamba yang diberikan kepercayaan dan tanggung jawab oleh tuannya untuk mengatur rumah dan memberikan makan kepada seluruh hamba tuannya yang lain. Tugas ini tentu merupakan suatu penghargaan yang besar yang tuannya berikan kepada hamba itu, namun sekaligus menuntut sebuah tanggung jawab yang besar. Karena apabila tidak dikerjakan dengan baik sesuai dengan keinginan dan maksud tuannya, maka hamba tersebut dapat diberikan penghakiman yang jauh lebih besar dari hamba yang lain.
Pada ayat 48, ada dua hal yang hendak ditegaskan, bahwa setiap hamba yang diberi banyak, dari padanya akan banyak dituntut, serta yang banyak dipercayakan, juga dari padanya akan banyak dituntut. Tentu kita akan senang dan bangga ketika diberikan sebuah kepercayaan. Tetapi ingat bahwa ketika kepercayaan itu diberikan, maka dari kita juga dituntut banyak hal.
Dengan demikian, dari perikop atau ayat ini, maka kita dapat belajar beberapa poin penting perihal bagaimana sikap kita ketika kita menjadi orang yang banyak diberi atau banyak dipercaya.
- Mari mengerjakan tugas kita dengan kesetiaan dan bijaksana.
Dalam ayat 42 menegaskan bahwa Tuhan memang menghendaki dan menginginkan hamba-Nya setia dan bijaksana dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Kata "setia" dalam ayat itu menggunakan kata "pistos" dalam bahasa Yunani. Orang yang dikategorikan sebagai "pistos" adalah orang yang menunjukkan kesetiaannya pada perintah atasannya sehingga layak dipercaya (karena memiliki loyalitas pada atasan). Dalam PB, penggunaan kata ini selalu merujuk kepada orang yang yakin kepada Yesus yang telah bangkit dan yakin bahwa Yesus adalah Mesias dan juruselamat. Dengan demikian, orang seperti ini tentu telah mengalami kelahiran kembali dan telah bertobat.
Kemudian, kata bijaksana dalam ayat ini menggunakan kata "phronimos" dalam bahasa Yunani. Kata ini memiliki beberapa pengertian intelligent, wise, prudent, mindful of one's interests sensible, thoughtful (cerdas, bijak, berhati-hati atau tidak ceroboh, sensitif untuk suatu kepentingan, masuk akal, bijaksana). Apabila berkaca kepada Matius 7:24-27, maka orang yang bijaksana adalah mereka yang selalu mendasarkan hidupnya kepada Firman Tuhan dan kehendak Tuhan. sehingga ketika pencobaan, masalah dan persoalan melanda, maka dia akan tetap berdiri kokoh dan tangguh.
Perumpamaan yang Yesus ajarkan dalam Lukas 16:1-15 berbicara tentang seorang bendahara yang tidak jujur, namun hal menarik adalah Yesus memberikan nilai positif kepada sang bendahara. Pemberian nilai positif kepada bendahara ini bukan karena kesalahannya melainkan karena kecerdikannya. Kata "cerdik" (ay. 8) dalam bahasa Yunani adalah phronimos, yang berarti bijaksana dan memperhatikan kepentingan seseorang. Yesus memuji sikap dari bendahara yang bijaksana ini, karena ia dapat mempergunakan hal-hal di dalam dunia yang dia miliki bukan untuk kepuasan dan nafsunya saja. Tuhan Yesus juga ingin murid-murid dapat memanfaatkan segala sumber daya yang kita miliki sebaik mungkin dan menginvestasikannya bagi kekekalan agar siap mempertanggungjawabkan kepada Tuhan kelak (ay. 9). Bukan untuk memenuhi keinginan, kemewahan, atau kesenangan kita semata, apalagi sampai tidak mengindahkan orang miskin di sekitar kita. Tetapi, lebih dari itu, kita diminta untuk mengelola sumber daya yang berasal dari Tuhan tersebut bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain.
Dengan demikian, ketika kita diberikan kepercayaan yang banyak dari Tuhan serta diberikan banyak hal, maka marilah kita mengerjakan kepercayaan itu dalam kesetiaan dan kebijaksanaan. Artinya, marilah kita menjalaninya dengan penuh keyakinan kepada-Nya serta mendasarkan pada setiap Firman Tuhan.
- Mari melayani sesuai kehendak Tuhan.Â