Mohon tunggu...
Adi Putra
Adi Putra Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STT Pelita Dunia

Bonum est Faciendum et Prosequendum et Malum Vitandum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berpaling kepada Sang Hidup

2 Agustus 2021   12:50 Diperbarui: 2 Agustus 2021   13:09 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah lebih dari setahun dunia dilanda dan berada dalam suasana mencekam karena pandemi covid-19. Sejak awal kemunculannya hingga kini, jumlah jiwa yang positif terinfeksi virus covid-19 tidak kurang dari 128 juta jiwa di seluruh dunia dengan jumlah jiwa yang akhirnya mengalami kematian sekitar 2,8juta jiwa. 

Jumlah ini tentunya bukanlah jumlah yang sedikit. Itulah sebabnya WHO menetapkan pandemi covid-19 sebagai pandemi global.

Untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19 maka pemerintah Indonesia menetapkan social distancing yang berdampak kepada tidak diperbolehkannya beribadah secara konvensional di gedung gereja dan digantikan dengan ibadah online. Banyak pro dan kontra mengemuka menanggapi kebijakan ini.

Kondisi ini sebenarnya tidak sepenuhnya baik, karena ternyata membuat banyak anggota jemaat mengalami "kehausan rohani" dan mereka merindukan diadakan kembali ibadah offline.

Setiap hari banyak orang yang meregang nyawa karena virus covid-19 tidak terkecuali anggota gereja. Pendeta, hamba Tuhan, penatua, jemaat biasa, tua dan muda bahkan anak-anak banyak yang meninggal karena covid-19. Sehingga kondisi ini menciptakan ketakutan tersendiri dalam diri setiap orang.

Banyak yang akhirnya takut keluar rumah hingga bersikap radikal untuk bersentuhan dan berkomunikasi dengan orang. Mengapa? Karena mereka umumnya takut terinfeksi virus ini yang dapat mengantarkan mereka kepada kematian.

Dengan demikian, akibat pandemi covid-19 ini menjadikan banyak orang mengalami ketakutan yang meningkat, khususnya takut untuk mati. 

Hal ini masuk akal karena setiap hari pasti ada yang meninggal karena covid-19. Akan tetapi, kita patut bersyukur bahwa dalam suasana seperti ini, kita kemudian diberikan sebuah berita pengharapan melalui tema Paskah yang sangat kontekstual dengan kondisi dunia hari ini, yakni: "Berpaling kepada Sang Hidup" yang didasarkan pada teks Yohanes 20:14-16.

Paskah yang kita rayakan adalah peringatan kepada kebangkitan Yesus. Di mana kebangkitan Yesus adalah peristiwa yang penting bagi iman Kristen karena melalui peristiwa ini menjadikan iman Kristen adalah iman yang efektif menyelamatkan dan memerdekakan dari kematian. 

Yesus telah mati menggantikan kita, dan Dia telah bangkit untuk memerdekakan kita dan membuat kematian-Nya sebagai kematian yang memberikan hidup, karena Dia adalah Sang Hidup itu.

Artinya kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan di dalam Kristus, karena justru itu akan menjadi pintu bagi kita menuju kepada hidup yang kekal. Itulah sebabnya, dalam surat Filipi Paulus berkata, "Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan". Artinya sekalipun kita nanti akan mati, akan tetapi ketika kita mati di dalam Kristus maka kematian itu merupakan sebuah keuntungan. 

Mengapa bisa? Oleh karena, sekarang kita sudah berpaling kepada sang Hidup itu. Memang dosa membuat kita berpaling kepada kematian, namun melalui kematian dan kebangkitan Yesus, kita dibebaskan dari kematian dan masuk dalam sebuah kehidupan karena Yesus adalah Sang Hidup.

Dalam Yohanes 20:14-16 mengisahkan tentang Maria yang mengunjungi kubur Yesus pada pagi buta pada hari pertama minggu itu. Awalnya, Maria mengira mayat Yesus telah dicuri karena dia menemukan kubur itu kosong. Hal itulah yang menimbulkan kegelisahan dan kekuatiran baginya. 

Maria pun sangat bersedih hingga menangis. Hingga akhirnya dia berjumpa dengan Yesus yang telah bangkit sekalipun dia belum mengenalnya. Maria mengira bahwa Yesus itu adalah penjaga taman. Namun ketika Yesus memanggil sambil menyebut namanya, maka dia pun mengenali-Nya sambil menyebutnya "Guru". Ada beberapa hal yang perlu dipelajari, yakni:

Berpaling kepada sang hidup adalah titik awal untuk mengerti dan memahami peristiwa kebangkitan-Nya (ay. 14)

Banyak orang yang sulit mempercayai kepada kebangkitan Yesus karena mereka berdiri di depan dan membelakangi Yesus. Mereka umumnya lebih mengedepankan logika, kemampuan, serta kepintarannya, sehingga mereka tidak dapat menemukan kebenaran tentang kebangkitan Yesus yang berujung kepada ketidakyakinan mereka kepada peristiwa kebangkitan Yesus.

Bukankah sikap yang semacam ini juga ditunjukkan oleh Thomas ketika dia skeptik kepada kebangkitan Yesus, sampai akhirnya dia berjumpa dengan Yesus yang bangkit dan mengalami pembaruan sehingga menjadi percaya kepada peristiwa itu. 

Sampai pada akhirnya, kita dapat melihat bahwa itu merupakan titik awal baginya untuk mengalami perubahan radikal yang membawanya kepada sikap total mengikut Yesus hingga akhirnya dia pergi menjadi misionaris ke India untuk memberitakan berita kebangkitan Yesus.

Memang berpaling kepada sang hidup akan memberikan kehidupan kekal kepada kita, namun sebelum sampai kepada titik itu, kita perlu mengerti dan memahami peristiwa itu. Hal ini pulalah yang dilakukan oleh Maria seperti yang dikisahkan dalam ayat 14. Dikatakan, "Dia menoleh ke belakang dan melihat Yesus berdiri di situ, tetapi ia tidak tahu bahwa itu adalah Yesus". 

Pada BIMK, ungkapan menoleh diterjemahkan dengan menengok. Artinya sebelumnya Maria membelakangi Yesus, namun kemudian menengok atau menoleh atau bisa juga dipahami berpaling kepada Yesus, dan itu menjadi titik awal bagi Maria untuk mengenali peristiwa kebangkitan Yesus bahkan mengenali Yesus secara pribadi.

Dengan demikian, kisah ini mengajarkan kita untuk selalu mau berpaling kepada Yesus supaya kita diberikan pemahaman, pengertian hingga keyakinan bahwa kebangkitan Yesus adalah peristiwa yang historis. 

Berpaling kepada Yesus sama halnya dengan tekun dan rajin membaca serta percaya kepada setiap kesaksian Alkitab tentang peristiwa kebangkitan Yesus. Dan ini menjadi titik awal untuk masuk ke dalam pengertian dan pemahaman tentang peristiwa itu yang berujung kepada kehidupan yang kekal.

Berpaling kepada sang Hidup berarti berinteraksi dengan sang Hidup (ay.15)

Maria tidak hanya berpaling kepada Yesus tetapi dia juga berinteraksi karena dia begitu diliputi tanda tanya tentang apa yang dia saksikan tentang kubur Yesus yang kosong. Apa yang dilakukan Maria ini adalah sikap dan tindakan yang patut dicontoh. Mengapa?

Pertama, Maria tidak mengerti mengapa kubur Yesus kosong bahkan dia menduga mayat Yesus dicuri. Kedua, dia tidak tinggal diam dalam pemahaman yang keliru itu melainkan mencari tahu apa sebenarnya yang telah terjadi. Itulah sebabnya, ketika dia melihat Yesus dan dia tidak mengenalnya, dia mau berinteraksi dengannya. 

Banyak orang Kristen yang hidup seperti ini, yakni orang yang tidak mengenal Yesus sehingga selalu diliputi kekuatiran dan kegelisahan. Maria pun demikian.

Akan tetapi, Maria memperoleh kasih karunia dari Tuhan karena Dia mau menampakkan diri-Nya kepada Maria. Sehingga Maria dapat melihatnya dan berinteraksi dengannya. Sehingga ini menjadi sesuatu momen yang penting bagi Maria untuk mengoreksi kekeliruan dan ketidaktahuannya terhadap Yesus.

Artinya, mari kita menjadi seperti Maria dan melakukan seperti yang telah dilakukannya supaya kita dapat mengenalnya dengan benar. Bagaimana berinteraksi dengan Yesus untuk konteks sekarang? Caranya adalah dengan rajin membaca dan merenungkan firman Tuhan (Alkitab).

 Karena dengan rajin belajar Alkitab maka ketidaktahuan dan ketidakkenalan kita kepada-Nya akan diubahkan melalui iluminasi dari Roh Kudus. Dengan demikian, berpaling kepada sang hidup berarti berinteraksi dengan-Nya.

Berpaling kepada sang Hidup hanya dimungkinkan terjadi karena Yesus benar-benar bangkit (ay. 16)

Ayat 16 menjelaskan bahwa Yesus akhirnya memanggil nama "Maria". Dan akhirnya Maria kemudian mengenalinya. Akan tetapi apakah hal itu dapat terjadi kalau Dia tidak bangkit? Tentu tidak, karena semuanya itu terjadi setelah Dia bangkit. Makanya berpaling kepada sang hidup hanya dimungkinkan terjadi karena Yesus telah bangkit.

Itulah sebabnya, berpaling kepada sang hidup dalam konteks ini dapat dipahami dalam beberapa makna rohani, yakni: (1) berpaling kepada sang hidup berarti mempercayai tentang peristiwa kebangkitan-Nya, (2) berpaling kepada sang hidup berarti percaya bahwa kebangkitan-Nya dapat memberikan hidup, dan (3) berpaling kepada sang hidup berarti percaya bahwa Yesus adalah sumber hidup itu, sehingga kematian bukan lagi hal yang menakutkan. Karena bersama Yesus kita akan menikmati kehidupan yang kekal bersama-Nya.

Yesus adalah sang hidup dapat diibaratkan sebagai vaksin yang menghidupkan dan menyembuhkan dari penyakit dan virus corona. Virus corona adalah dosa yang telah dan sedang menggerogoti kehidupan kita sehingga kita menjadi binasa. Akan tetapi melalui kebangkitan Yesus kita diberikan iman dan imun rohani sehingga kita aman dari kematian dan dosa. Dengan demikian, mari kita senantiasa melihat dan berpaling kepada sang hidup. AP/PG.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun