Lalu umat itu berdatangan dan mengerumuni Musa dan Harun untuk menyampaikan sungut-sungut mereka. Kemudian Musa dan Harun pergi ke kemah pertemuan untuk meminta petunjuk dari Tuhan.Â
Di sana Tuhan berpesan, "ambillah tongkatmu itu dan engkau dan Harun, kakakmu, harus menyuruh umat itu berkumpul; katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya" (Bil. 20:8).
Sesudah itu, Musa mengambil tongkatnya lalu mengumpulkan umat itu dan berkata, "dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?" (ay.10). Sesudah itu, Musa mengangkat tangannya lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga mereka dapat minum.
Akan tetapi, apa yang dilakukannya itu justru melanggar perintah Tuhan karena Tuhan memerintahkan kepadanya cukup berbicara kepada batu itu maka akan mengeluarkan air. Namun apa yang dilakukan oleh Musa justru memukul batu itu bahkan hingga dua kali. Memang air tetap keluar, namun apa yang telah dilakukannya itu merupakan sikap yang tidak menghormati kekudusan Allah di depan mata orang Israel. Akibatnya, dia tidak bisa masuk ke dalam tanah Kanaan.
Mengapa Musa tidak taat kepada perintah Tuhan? Sekalipun tidak dicatat secara tersurat, namun terlihat jelas dari ekspresi yang ditunjukkannya, Musa dikuasai dengan emosi atau kemarahan yang tidak terkontrol kepada umat Israel. Hal itu terlihat jelas dari ungkapannya dalam ayat 10. Bahkan ketika dalam perkataannya itu, dia mengatakan "kami" bukan "Tuhan" meunjukkan bahwa Musa dan Harun telah mengambil-alih wewenang Tuhan. Sehingga dalam kemarahannya yang tidak terkontrol itu, Musa telah menghujat Tuhan.
Betapa kemarahan yang tidak terkontrol dapat berdampak negatif dalam kehidupan kita. Karena melaluinya, kita dapat menghujat Tuhan dan kita juga dapat menjadi tidak taat kepada setiap perintahnya. Itulah sebabnya, kemarahan yang tidak benar seperti ini seringkali berujung kepada pembunuhan dan dendam berkepanjangan.
Marilah kita belajar untuk menempatkan dan mengekspresikan kemarahan kita hanya untuk situasi dan kondisi yang benar saja. Supaya sekalipun kita marah, kita tetap mempermuliakan Tuhan, tidak merugikan orang lain, dan diri kita sendiri. AP/PG.Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI