Meskipun ada banyak orang yang meragukan otoritas dari Kitab Kidung Agung, tapi kitab ini juga diwahyukan Roh Kudus dan dimasukkan ke dalam Alkitab untuk menggarisbawahi asal-usul ilahi dari sukacita dan martabat kasih manusia di dalam sebuah pernikahan.Â
Kitab Kejadian menyatakan bahwa seksualitas manusia dan pernikahan mendahului kejatuhan manusia ke dalam dosa. Walaupun dosa telah mendistorsi pengalaman manusia yang paling penting ini, Tuhan ingin kita tahu bahwa pernikahan itu bisa murni, sehat, dan indah.Â
Karena itu Kidung Agung, memberikan model yang bersifat memperbaiki di antara dua ekstrem dalam sejarah: (1) peninggalan kasih pernikahan untuk perilaku seksual yang tidak wajar (yaitu, hubungan homoseksual atau lesbian) dan hubungan heteroseksual sepintas di luar pernikahan, dan (2) pertapaan yang seringkali secara keliru dianggap pandangan Kristen terhadap seks, yang menyangkal kasih jasmaniah di dalam hubungan pernikahan.
Kidung Agung 8:5-7 merupakan klimaks dari cerita cinta yang dikemukakan oleh Salomo dengan melukiskannya dengan kondisi yang cukup mengharukan. Melalui sebuah pergumulan yang panjang, akhirnya sang gembala bersama sang kekasihnya dapat meninggalkan istana dan seolah-olah kembali ke tempat asal mereka (ay.2).Â
Kemewahan istana seolah-olah diabaikan oleh sepasang kekasih ini. Tentunya situasi ini hendak menegur orang-orang untuk senantiasa melihat pernikahan sebagai sesuatu yang berharga, karena diikat oleh cinta yang Tuhan telah anugerahkan. Sehingga situasi kondisi tidak akan pernah bisa mempengaruhinya bahkan membuatnya hilang dan pudar.
Pada 8:5-7 sebenarnya ada tiga hal yang hendak dikemukakan oleh Salomo perihal Cinta lebih kuat dari pada maut yang sekaligus akan sangat bermanfaat bagi setiap keluarga Kristen, yakni:
Pertama, Suami-istri (cinta) harus saling membutuhkan dan merindukan satu sama lain (ay.5). Sebenarnya Kejadian 2 sudah memberikan penegasan tentang hubungan atau relasi suami-istri (Kej. 2:24).Â
Suami istri sudah menjadi satu daging. Perempuan yang diciptakan atau dibentuk dari laki-laki, kemudian dipersatukan lagi dengan laki-laki tersebut.Â
Hal yang serupa pun sebenarnya hendak dikemukakan oleh Kidung Agung 8:5, "Siapakah dia yang muncul dari padang gurun, yang bersandar pada kekasihnya? Di bawah pohon apel kubangunkan engkau, di sanalah ibumu telah mengandung engkau, di sanalah ia mengandung dan melahirkan engkau."
Ada indikasi bahwa sepasang kekasih ini sebelumnya terpisah atau dipisahkan, namun sekarang mereka kembali dipersatukan karena kekuatan cinta mereka -- bukan karena gairah atau nafsu.Â
Kehidupan suami istri yang dibalut dengan cinta pastilah akan selalu merindukan dan membutuhkan untuk bersama. Kebersamaan merupakan waktu-waktu yang sangat penting yang sangat diperlukan oleh sepasang kekasih atau suami istri. Konteks ayat 5 ini harus dipahami bahwa sekarang si gadis sudah benar-benar berada di rumahnya.Â
Sanak-familinya melihat si gadis ini datang sambil bergandengan tangan dengan sang kekasihnya. Dan kemudian sang kekasih menceritakan bagaimana mereka bercumbu-cumbuan di bawah pohon apel di taman desa, kampong halamannya. Semuanya itu terjadi karena adanya cinta di antara mereka.
Kedua, suami-istri (cinta) harus saling memiliki dan saling mencintai (ay.6). Meterai merupakan sebuah lukisan atau kiasan yang dipakai seperti kalungnya, jadi tentunya itu sangat dekat dengan jantung atau hatinya. Atau sebuah gelang tangan, dan yang merupakan lambang dari sebuah benda yang sangat dicintai.Â
Dengan demikian, sebenarnya itu hendak menegaskan bahwa sang kekasih diminta untuk memiliki di gadis bagi diri sendiri (hati) dan secara terbuka (lengan).
Cinta kuat seperti maut memiliki arti bahwa cinta tidak dapat dilawan seperti maut. Siapakah yang dapat melawan kekuasaan cinta sejati? Kekuatannya mengalahkan segala hal. Tentunya hal ini pun mengarah kepada kasih Kristus. Tetapi cinta jangan dibohongi sebab cemburu adalah penyerta cinta dan kegairahan gigih seperti dunia orang mati. Cinta dan cemburu menang atas segala hal. Ketika Tuhan memposisikan kita sebagai "mempelai perempuan"-nya maka Tuhan pun cemburu ketika kita menduakan Dia dengan berpaling atau terpikat kepada berhala-berhala dunia ini yang membuat kita tidak lagi mencintai Tuhan dan Firman-Nya.
Ketiga, suami-istri (cinta) harus bertahan dalam berbagai situasi (ay.7). Gambaran yang dikemukakan dalam ayat 5-6, kemudian diteruskan dalam ayat 7 dengan cara yang paling dalam tentang cinta dalam keseluruhan Kitab Kidung Agung.Â
Apabila cinta sejati sudah bergelorah, maka apa pun tidak akan dapat merusaknya. Demikian pula kasih Kristus yang merupakan mempelai laki-laki dari gereja tidak dapat dipadamkan atau dikalahkan oleh dosa, Iblis, hingga setiap masalah dan problem hidup yang kita hadapi di dalam dunia ini. Selain itu, cinta sejati juga tidak dapat dibeli.
Cinta sepasang kekasih atau sepasang suami-istri, tidak dapat dikalahkan atau dipadamkan oleh situasi yang sulit serta tidak dapat diperjual-belikan. Itulah cinta sejati, cinta yang lebih kuat dari pada maut -- ini sekaligus merefleksikan cinta Tuhan kepada gereja-Nya.
Cinta Tuhan tidak akan pernah tergambarkan secara pasti seperti apa dan seberapa dalam cinta Tuhan itu kepada gereja-Nya. Gambaran cinta Tuhan kepada manusia memang kerap kali digambarkan seperti gambaran seperti cinta sepasang suami istri yang tidak terpisahkan. Gambaran itu kerapkali dianggap gambaran yang cukup ideal dan memang benar itu adanya.Â
Secara teori, cinta suami istri tidak akan terpisahkan dan terpadamkan sampai kapanpun. Cinta itu akan terus ada sampai kapanpun. Seberapa pun besar hambatan yang ada, cinta itu akan terus ada. Namun demikian, gambaran itu makin hari makin pudar. Hal itu terjadi seiring dengan kenyataan hidup yang ada saat ini.Â
Di mana cinta suami istri kerap kali pudar begitu saja hanya karena permasalahan ekonomi atau sosial. Cinta direduksi dalam hal-hal maerial atau hal-hal yang bersifat duniawi. Kesucian cinta perlahan mulai terkikis. Lalu gambaran apa yang cukup ideal untuk menggambarkan cinta Tuhan kepada gereja-Nya?
Dalam kitab Kidung Agung 8 : 5-7, meski masih bernuansa hubungan pasangan kekasih, namun penekannya lebih pada kekuatan cinta itu, kita dapat menggambarkan sinta Tuhan itu. Cinta si gadis digambarkan kekuatanya seperti kekuatan maut.Â
Di mana cinta itu takkan dapat hilang dengan berbagai halangan atau rintangan yang ada. Bahkan kekuatan yang dasyatpun takkan dapat memadamkan dan menghanyutkan cinta si gadis kepada si pemuda.Â
Hal itu sejalan dengan kekuatan maut yang takkan pernah pudar. Maut pasti akan datang menghampiri setiap manusia kemanapun ia menghindar dan bersembunyi. Tidak ada kekuatan apapun yang dapat mencegah datangnya maut.
Cinta itu akan terus ada meski yang dicintai sudah merasa tidak mencintai lagi. Kekuatan cinta itu akan terus ada dan ada, takkan pernah hilang. Sampai kapanpun kekuatan cinta itu akan terus berkobar seperti nyala apa yang dasyat.Â
Kekuatan itu itu akan terus bertahan sekakuat maut. Kekuatan maut tidak dapat ditandingi dan tidak akan pernah hilang sampai kapanpun, terus dan akan terus ada. Takkan ada kekuatan apapun yang dapat menghalangi maut. Ia akan terus mengejar kemanapun manusia pergi. Apakah cinta Tuhan kepada gereja-Nya dapat digambarkan seperti ini?
Ya, kekuatan cinta Tuhan seperti kekuatan maut; cinta lebih kuat dari pada maut itulah gambaran cinta Tuhan. Bahwasanya cinta Tuhan kepada gereja-Nya tidak akan pernah ada kesudahannya.Â
Kekuatan cinta Tuhan tidak akan pernah padam dan hanyut dengan kekuatan apapun yang ada. Takkan pernah ada kekuatan yang dapat menandingi kekuatan cinta Tuhan kepada manusia. Ia akan terus dan terus mencintai manusia meski manusia terkadang berusaha menjauh dari cinta itu.
Cinta Tuhan tidak pernah menuntut balasan. Tuhan sungguh tulus mencintai manusia. Si gadis masih menginginkan sesuatu dari si pemuda, tetapi Tuhan tidak pernah menuntut apapun dari gereja-Nya.Â
Tuhan senantiasa ingin menyandarkan kepala-Nya di pundak gereja-Nya, namun gereja kerapkali menolaknya. Manusia dengan angkuh ingin menjauh dari cinta Tuhan itu.Â
Di lain pihak, Tuhan terus dan terus mencintai manusia. Kekuatan cinta Tuhan sungguh dasyat. Kekuatanya terus melekat dan takkan penah bisa dipudarkan seperti maut yang telah melekat dalam diri setiap manusia.
Cinta itu bukan sekadar permainan tetapi cinta adalah sebuah komitmen. Cinta sejati tidak pernah menuntut balas, tapi cinta sejati itu rela untuk berkorban. Cinta itu akan terus ada dan ada.Â
Tidak ada kekuatan apapun yang dapat menghancurkan kekuatan cinta. Seberapa pun besarnya badai yang menerpa, cinta takkan pernah padam dan hancur. Kekuatan cinta sekuat kekuatan maut, yang akan terus ada dan tak pernah hilang. Tak ada kekuatan apapun yang dapat menghancurkan dan memadamkan kekuatan itu. Itulah pula cinta Tuhan, takkan pernah ada yang dapat menandingi dan memadamkan cinta Tuhan.
Cinta Tuhan itu dasyat. Cinta Tuhan kuat dan takkan pernah berkesudahan meski yang dicintainya terkadang tidak lagi mau menghiraukan cinta itu.Â
Cinta kuat seperti maut merupakan gambaran kekuatan cinta Tuhan kepada manusia. Akan terus ada seperti maut, akan terus mengejar seperti maut kemanapun manusia menghindar dan bersembunyi.Â
Cinta Tuhan dasyat dan luar biasa. Siapa yang dapat menandingi besarnya cinta Tuhan dan dapat menghancurkanya? Takkan pernah ada cinta yang dapat menandingi cinta Tuhan dan tak ada kekuatan apapun yang dapat menghancurkan cinta Tuhan. Adi Putra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H