Mohon tunggu...
Adi SuhenraSigiro
Adi SuhenraSigiro Mohon Tunggu... Dosen - Melayani Tuhan, Keluarga, Negara, Gereja, Sesama, serta Lingkungan merupakan panggilan sejak lahir

Pendidikan S1: Sekolah Tinggi Teologi Kharisma Bandung (Lulus 2016). Pendidikan S2: Sekolah Tinggi Alkitab Tiranus Bandung (Lulus 2020). Pelayanan: Perintisan dan Pemuridan di Gereja Bethel Indonesia Jl. Pasirkoja 39 Bandung, tahun 2012-2022. Pekerjaan: Dosen PNS IAKN Tarutung

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Berbagai Faktor Penyebab Suami Istri Bercerai"

2 September 2022   10:01 Diperbarui: 3 September 2022   00:03 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Tarutung, 02 September 2022.

Oleh: Adi Suhenra Sigiro, M.Th

                       Setiap orang yang hendak membangun rumah tangga pasti punya harapan dan kerinduan supaya mereka segera punya keturunan dan berharap mereka bahagia dan bertahan sampai maut memisahkan. Namun, bagi sebagian orang, setelah mereka menjalani rumah tangga ternyata apa yang mereka harapkan dan rindukan pupus di tengah jalan. Karena beberapa faktor yang tidak bisa mereka hadapi dan atasi akhirnya salah satu pasangan atau bahkan kedua pasangan memilih dan bersepakat untuk bercerai. Setelah menjalani kurang lebih delapan tahun pelayanan di gereja, saya menemukan beberapa faktor penyebab yang memungkinkan pasangan suami istri bercerai, yakni sebagai berikut:

  • Faktor pihak ketiga (orangtua pasangan). 

                      Membangun keluarga bukanlah perkara yang mudah. Sebab masalah yang akan dihadapi pasti lebih kompleks dan rumit dibandingkan ketika seseorang masih menyendiri. Belum lagi setiap pasangan akan saling mengetahui kekurangan dan kelemahan pasangan masing-masing. Sewaktu pacaran setiap pasangan belum tentu terbuka tentang kelemahan dan kekurangan dirinya terhadap pasangannya dan sewaktu pacaran belum tentu setiap pasangan telah menunjukkan sikap dan karakternya yang sebenarnya terhadap pasangannya. Baru setelah menikah dan hidup bersama, mereka bisa saling terbuka tentang sikap dan karakter mereka yang sebenarnya. Disinilah setiap pasangan harus memilih tempat berbagi maupun curhat yang tepat. Sebab banyak pasangan keluarga yang kemudian menceritakan keluh kesah dan pergumulan keluarganya kepada orangtuanya sendiri. Banyak pasangan yang kemudian terbuka terhadap orangtunya sendiri mengenai kelemahan suami atau istrinya sendiri. Ada orangtua yang menguatkan dan memberikan masukan yang bersifat positif. Misalnya mendorong anaknya supaya bersabar, tetap melayani dan mengasihi pasanganya sambil mendoakan pasangannya supaya dijamah dan diubahkan oleh Tuhan. Banyak juga orangtua yang mengajarkan supaya anaknya menghormati keputusan yang sudah diambilnya menikah dengan pasangannya karena sudah dipersatukan dan diberkati Tuhan di altar gereja. Dengan perjuangan yang gigih, orangtuanya berkeyakinan bahwa Tuhan akan memulihkan dan memberi pertolongan bagi anaknya yang sudah berkeluarga. Masukan yang demikian tentu masukan yang bernilai positif dan membangun. Namun ada juga beberapa orangtua yang justru memperkeruh suasana rumah tangga anaknya. Ketika anaknya berbagi atau bercerita tentang masalah rumah tangga dan kelemahan pasanganya justru malah memberikan masukan yang dapat merusak rumah tangga anaknya. Tidak jarang sampai orangtuanya menyarankan anaknya untuk bercerai dari pasanganya, sebab orangtuanya merasa bahwa anaknya akan terus menjadi korban oleh pasangannya sendiri. Orangtuanya nampak seperti kasihan kepada anaknya akibatnya anaknya didorong untuk bercerai. Namun cara orangtunya menunjukkan kasihnya kepada anaknya merupakan cara yang keliru.

  • Faktor Ekonomi/Keuangan 

                       Semasa pacaran, biasanya calon pasangan suami istri saling mengungkapkan kesediannya untuk saling menerima bagaimana pun situasi dan kondisi ekonomi mereka dikemudian hari, sambil mereka berharap dan saling mengingatkan untuk bekerja keras supaya perokonomian mereka ketika sudah membangun tangga bisa stabil bahkan mengalami peningkatan. Memang bagi sebagian calon pasangan yang akan berumah tangga, ketika mereka sudah berumah tangga, berkat doa dan kerja keras, perekonimian mereka mengalami terobosan dan peningkatan. Namun bagi sebagian pasangan rumah tangga, mungkin mereka sudah berjuang dan bekerja keras namun kondisi perekonomian mereka tidak kunjung mengalami terobosan dan kemajuan. Malah sebaliknya mengalami kemerosotan. Bahayanya, walaupun sejak awal pasangan suami istri sudah komitmen namun komitmen mereka untuk bertahan dalam situasi dan pekeronomian yang sulit akan diuji. Dalam situasi seperti ini ada beberapa pasangan yang tidam kuat dan sanggup untuk menerima kenyataan. Apalagi kalau kesulitan perekonomian dan keuangannya berlangsung lama, hal ini bisa mendorong salah satu pansangan untuk memilih mundur dan bercerai dari pasangannya, sebab ia tidak mau hidup dalam kesusahan dan kesengsaraan yang berkepanjangan.

  • Faktor tidak punya keturunan. 

                      Setiap pasangan yang membangun rumah tangga biasanya berharap segera dikaruniakan keturunan baik laki-laki maupun perempuan. Namun setelah bertahun tahun berumah tangga dan tidak kunjung memperoleh keturunan ada beberapa pasangan yang tetap teguh dan komitmen dengan pendirian mereka untuk tetap mempertahankan rumah tangganya, bahkan sekalipun sampai seumur hidup mereka tidak dikaruniakan anak, mereka akan tetap mempertahankan rumah tangganya sampai maut memisahkan. Namun sebaliknya bagi beberapa pasangan rumah tangga, tidak mempunyai keturunan dapat dijadikan alasan untuk bercerai dari pasangannya. Dalam konteks Indonesia ada beberapa suku yang menyatakan bahwa punya anak merupakan keharusan dan kalau tidak punya anak maka tidak ada yang patut dipertahankan dalam rumah tangganya. Sebab dengan punya anak maka harga diri rumah tangga tersebut akan terjaga sebab akan ada ahli waris dan penerus keturunan dari rumah tangga tersebut. Jadi kalau pasangan rumah tangga tidak punya anak, akan sangat gampang bagi salah satu pasangan maupun kedua pasangan suami istri untuk memilih dan sepakat bercerai. Setelah bercerai salah satu pasangan biasanya berencana menikah dengan orang lain lagi dan berharap supaya langsung punya anak.

  • Faktor kurangnya komunikasi pasangan suami istri. 

                          Terkadang masalah kecil juga bisa menjadi masalah besar jika kedua pasangan tidak memiliki waktu untuk berdiskusi dan bercerita tentang masalah yang terjadi dalam rumah tangganya. Selain itu, kadangkala suami merasa sudah memberi yang terbaik bagi istrinya apabila suaminya telah bekerja keras dan memberikan uang sebanyak mungkin untuk istrinya. Suami meyakini bahwa dia sudah membahagiakan istrinya dengan pemberian-pemberian yang bersifat materi kepada istrinya. Memang tidak bisa dipungkiri ada satu atau dua orang istri yang menggantungkan kebahagiannya kepada harta dan materi yang melimpah yang diberikan oleh suaminya. Mayoritas istri lebih senang melihat suaminya punya kemauan untuk bekerja keras dan bisa memenuhi kebutuhan rumah tangganya dengan berkecukupan. Namun, bagi beberapa orang, ada yang merasa bahwa kebahagian dirinya terletak ketika suaminya hadir disisinya supaya bisa bercerita dan bertukar pikiran sekaligus membangun visi dan mimpi ke masa depan. Kebanyakan istri merasa bahagia apabila mereka mendapat perhatian, sanjungan dan kasih sayang dari suaminya. Untuk itu istri tetap berharap sekalipun suaminya sibuk bekerja, suaminya harus tetap mengupayakan membagi waktunya dengan dirinya. Demikian juga dengan para istri, ada istri yang merasa sudah memberi yang terbaik bagi suaminya apabila dirinya sudah sibuk bekerja dan melayani suaminya. Padahal sebagai laki-laki, seorang suami juga kadangkala perlu sapaan, perhatian, dan kepedulian istrinya. Kadangkala ada suami yang berharap ditanya istrinya tentang pekerjaanya, seleranya, dll. Jika seorang istri hanya mengharapkan penghasilan suaminya maka hal ini akan menurunkan semangat dan harga diri suaminya. Suami akan menuduh istrinya bahwa istrinya sebenarnya tidak membutuhkan dirinya. Sebaliknya, istrinya hanya mengharapkan penghasilan dan materi dari suaminya. Karena itu, jika hal ini terus berlangsung antara suami dan istri, yakni tidak ada komunikasi yang intens maka akan membuat kesenjangan hubungan dalam rumah tangga. Lama kelamaan tidak ada lagi rasa saling memiliki sesama pasangan suami istri. Bagaimana pun bentuk masalah dalam rumah tangga baik kecil, maupun besar, jika tidak ada kesempatan suami istri untuk berbicara dan berdiskusi bersama maka hal itu tidak akan pernah memecahkan masalah dan memberi solusi. Ujung-ujungnya salah satu pasangan bahkan kedua pasangan memilih untuk mundur dan bercerai.

  • Faktor salah satu pasangan selingkuh. 

                     Faktor lainnya yang dapat menyebabkan pasangan rumah tangga bercerai adalah dikarenakan salah satu pasangan suami istri melakukan perselingkuhan. Perselingkuhan bisa saja terjadi karena kurangnya kasih sayang dan perhatian dari salah satu pasangan. Akibatnya salah satu pasangan membuka diri manakalah ada orang lain yang memberi perhatian khusus dan lebih terhadap dirinya dibandingkan dengan pasanganya sendiri. Akibatnya jika merasa nyaman dengan orang lain yang telah memberikan perhatian dan kasih sayang dibandingkan pasangannya maka dirinya akan terus membangun komunikasi dan relasi yang berujung pada perselingkuhan. Selain itu, perselingkuhan juga bisa muncul karena salah satu pasangan membandingkan karir, pekerjaan, dan usaha pasanganya dengan orang lain. Ia merasa bahwa orang lain, yang ada dalam benak dan pikiranya memiliki banyak keunggulan dan kelebihan dibandingkan dengan pasangannya sehingga dia terpikat dan berkeinginan untuk membangun hubungan dengan orang tersebut. Ada pasangan suami istri yang sabar menghadapi pasangannya bila hanya sekali kedapatan melakukan perselingkuhan tapi ada juga pasangan suami istri yang langsung meminta dan memutuskan bercerai ketika mengetahui pasangannya berselingkuh walaupun baru kedapatan pertama kali. Tapia ada juga pasangan suami istri yang memutuskan untuk berpisah akibat salah satu pasangannya melakukan perselingkuhan secara berulang-ulang. Salah satu pasangan tidak lagi meyakini bahwa pasangannya akan berubah dari karakternya yang suka selingkuh, sehingga dirinya terpaksa memilih untuk mundur dan bercerai.

Catatan: Nantikan tulisan lanjutan artikel di atas dengan judul: "Cara Suami Istri Mencegah Terjadi Perceraian"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun