Mohon tunggu...
Adi SuhenraSigiro
Adi SuhenraSigiro Mohon Tunggu... Dosen - Melayani Tuhan, Keluarga, Negara, Gereja, Sesama, serta Lingkungan merupakan panggilan sejak lahir

Pendidikan S1: Sekolah Tinggi Teologi Kharisma Bandung (Lulus 2016). Pendidikan S2: Sekolah Tinggi Alkitab Tiranus Bandung (Lulus 2020). Pelayanan: Perintisan dan Pemuridan di Gereja Bethel Indonesia Jl. Pasirkoja 39 Bandung, tahun 2012-2022. Pekerjaan: Dosen PNS IAKN Tarutung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Resiko Menyimpan Sakit Hati

1 September 2022   21:25 Diperbarui: 2 September 2022   23:43 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tarutung, 01 September 2022.

Oleh: Adi Suhenra Sigiro, M.Th

Sebagai umat manusia, kita tidak akan pernah luput dari kekurangan dan kesalahan. Karena itu, bisa saja kita yang salah terhadap orang lain. Demikian juga sebaliknya, orang lain bisa juga salah dan menyakiti hidup kita.  Apalagi sejak manusia sudah jatuh dalam dosa sikap iri, dendam dan amarah sudah melekat dalam diri manusia itu sendiri. 

Hal ini dapat kita saksikan dari kehidupan Kain, keturunan Adam dan Hawa yang telah rela dan tega membunuh Habel, saudara kandungnya karena Tuhan menyatakan bahwa Dia lebih berkenan kepada persembahan Habel dari pada persembahan Kain. 

Pada waktu itu, Kain mempersembahkan hasil tanam-tanamanya sementara Habel mempersembahkan hewan ternaknya yang terbaik, yang kemudian merupakan gambaran tentang cara penebusan Allah melalui pengorbanan Tuhan Yesus dalam Perjanjian Baru.  

Pada waktu itu, karena didorong oleh sakit hati, dendam, amarah, Kain dengan sengaja dan terencana untuk menghabisi nyawa saudara kandungnya tanpa merasa bersalah. Karena itu, sakit hati tidak boleh disimpan oleh siapapun, terutama bagi kita yang sudah menerima pengampunan dari Tuhan Yesus. 

Sebaliknya jika kita masih menyimpan dendam dan sakit hati kita harus segera membereskannya sebab sakit hati akan beresiko hal buruk dalam hidup kita. Jika kita masih menyimpan sakit hati akan beresiko sebagai berikut, yakni:

Apabila kita menyimpan  sakit hati dan dendam terhadap orang lain tentu hal ini akan mengganggu relasi dan persekutuan kita dengan Tuhan. Kita akan merasa tidak nyaman, tidak layak, kehilangan sukacita serta kehilangan damai sejahtera. 

Kita akan merasa tertuduh dan terintimidasi oleh pekerjaan si Iblis yang membuat kita semakin menjauh dari persekutuan. Tentu, jika hal ini terus dibiarkan maka akan membuat kehidupan kerohanian kita makin jauh dari perkenanan Tuhan.

  • Menjauhkan kita dari berkat Tuhan. 

Apabila kita menyimpan dendam dan sakit hati terhadap seseorang dan tidak segera membereskanya maka selain membuat kita jauh dari persekutuan dengan Tuhan maka dampak berikutnya yang akan kita alami dalam kehidupan sehari-hari adalah berkat Tuhan akan terasa semakin jauh dalam hidup kita. 

Ingat, menyimpan dendam, amarah apalagi kalau sampai melampiaskan dalam perbuatan yang negatif terhadap orang yang kepadanya kita sakit hati berarti kita tidak hidup dalam kebenaran, artinya kita masih larut dan tenggelam dalam dosa dan kejahatan, yang mengakibatkan berkat Tuhan semakin jauh dari hidup kita (Yes. 59:1-2). Kita akan merasa kesulitan dalam mengembangkan karir, usaha, bisnis dan pekerjaan karena masih memendam sakit hati terhadap orang lain.

  • Merusak kesehatan fisik. 

Apabila kita menyimpan sakit hati terhadap seseorang, ternyata hal terseebut  berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan fisik kita. Orang yang menyimpan sakit hati, dendam dan amarah terhadap orang lain kecenderunganya tidak akan fokus untuk makan, minum, bekerja, tidur malam, dll. Pikiranya akan terus terkuras untuk mengingat orang yang menyakiti hidupnya. 

Dalam Mazmur 6:6-7, kita dapat melihat bahwa Pemazmur mengatakan bahwa kondisi kesehatannya, secara khusus pengelihatanya menjadi rabun karena sakit hati terhadap orang lain. 

Dalam Mazmur 6:6-7 dituliskan hal berikut:  "Lesu aku karena mengeluh; setiap malam aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku. Mataku mengidap karena sakit hati, rabun karena semua lawanku. Menjauhlah dari padaku, kamu sekalian yang melakukan kejahatan, sebab TUHAN telah mendengar tangisku."

  • Merusak penilaian kita terhadap orang lain. 

Jika kita menyimpan sakit hati terhadap orang lain dan tidak segera membereskannya maka hal tersebut bisa berdampak buruk terhadap penilaian kita akan orang lain. Kita akan merasa bahwa tidak ada orang yang bisa kita percaya untuk membangun pertemanan maupun persahabatan. Akibatnya kita akan menyendiri dan menutup pergaulan dengan orang lain karena takut mengalami hal yang sama, yakni merasa akan disakiti dan dilukai juga. 

Selain itu, pada umumnya, jika kita melihat orang yang menyakiti kita bergaul dengan orang lain, misalnya sama-sama duduk mengobrol, dll, maka kita akan cenderung ikut membenci teman-teman orang yang menyakiti kita padahal mereka belum tentu atau tidak ada niat dan maksud buruk terhadap kita. 

Namun karena mereka memiliki hubungan yang baik dengan orang yang menyakiti kita maka kita cenderung berpikir bahwa kita sedang digosipi atau dicemooh sama mereka. Padahal belum tentu seperti itu. Namun itulah dampak kalau kita menyimpan sakit hati terhadap seseorang, hubungan kita dengan orang lain juga bisa menjadi terganggu.

Mengingat bahwa menyimpan sakit hati tidak memberikan kontribusi apapun dalam hidup kita maka sebaiknya, sebagai anak Tuhan kita harus segera membereskannya supaya hubungan kita dengan Tuhan terus mengalami peningkatan, berkat Tuhan semakin terbuka, serta kesehatan dan hubungan kita dengan sesama menjadi semakin baik, maka kita harus melakukan hal berikut, yakni:

  • Mohon ampun di hadapan Tuhan. 

Menyimpan sakit hati merupakan dosa dan kejahatan di hadapan Tuhan, karena dengan sikap yang demikian kita menyimpang dari kebenaran. Untuk itu, kita harus merendahkan hati mohon ampun di hadapan Tuhan. Kita harus mengakui kesalahan kita di hadapan Tuhan. 

Kita minta supaya kuat kuasa darah Tuhan Yesus membasuh dan menyucikan kita dari segala dosa yang kita perbuat, khususnya karena telah menyimpan sakit hati terhadap orang lain. Ingat! Tidak ada dosa yang tidak bisa diampuni oleh Tuhan Yesus asal kita mengakuinya dan meninggalkan dosa tersebut (1 Yoh. 1:9).

  • Mengampuni dan memberkati orang yang menyakiti kita. 

Setelah kita mohon ampun di hadapan Tuhan maka langkah berikutnya adalah mengampuni dan mengucapkan berkat terhadap orang yang menyakiti kita. Memang tidaklah mudah untuk melakukannya. Sebagai manusia yang lemah dan punya keterbatasan mungkin kita berat untuk melakukannya. 

Apalagi jika kesalahan yang diperbuat orang tersebut sangat menyakiti dan melukai hati dan perasaan kita. Untuk itu, kita perlu minta kekuatan dari Tuhan Yesus supaya kita dimampukan mengampuni dan mengucapkan berkat atas orang yang menyakiti kita. 

Selain minta pertolongan dari Tuhan Yesus, kita juga bisa merenungkan karya Tuhan Yesus di atas kayu salib yang telah rela berkorban untuk memberikan pengampunan bagi kita orang berdosa supaya kita tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. 

Pengorbanan yang dikerjakan Tuhan Yesus untuk memberikan pengampuanan bagi kita akan menjadi sebuah kekuatan, dorongan dan motivasi untuk kita memberikan pengampuan dan mengucapkan berkat terhadap orang yang menyakiti kita. Kita harus punya prinsip hidup,  "seperti Tuhan Yesus telah mengampuni saya demikianlah saya harus mengampuni orang yang bersalah kepada saya."

  •  Pergi berdamai dengan orang yang menyakiti kita. 

Setelah kita mohon ampun dan minta kekuatan untuk mengampuni serta mengucapkan berkat atas orang yang telah melukai dan menyakiti kita maka langkah terakhir yang harus kita lakukan adalah pergi menjumpai orang yang menyakiti kita kemudian berdamai dengannya. 

Firman Tuhan dalam Mat. 5:9 pernyataan Tuhan Yesus sangat jelas mengatakan bahwa: "Berbahagialah orang yang membawa damai sebab mereka akan disebut anak-anak Allah."  

Lagi pula dalam Roma 12:17-21 (TB)  "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan." 

Artinya sekalipun kita merupakan korban dari perilaku orang lain namun sebagai anak Tuhan, dengan penuh kesadaran dan kerelaan kita harus bersedia minta maaf kepada orang yang menyakiti kita. Minta maaf dan melakukan kebaikan terhadap orang yang telah menyakiti kita bukan berarti kita memposisikan diri dibawah ketiak orang yang menyakiti kita. 

Sebaliknya, kita melakukanya karena kita sedang belajar untuk taat melakukan firman Tuhan. Meskipun berat melakukannya namun jika kita belajar taat untuk melakukan firman Tuhan maka pasti akan ada perasaan sukacita dan damai sejahtera. 

Seperti yang disampaikan oleh rasul Yakobus bahwa:  "Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya." 

Selanjutnya, kesediaan dan kerelaan kita untuk minta maaf kepada orang yang menyakiti kita bisa juga menjadi momentum bagi orang yang menyakiti kita untuk menyadari kesalahanya lalu bertobat. Sebab orang yang menyakiti kita melihat langsung keteladanan hidup dan contoh bagaimana menerapkan firman Tuhan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun