Ketika kami mau berangkat ke rumah saudara perempuan saya yang ada di Caringin, saudara perempuan saya pun bertanya mengenai ongkos taksi saya dari terminal Bus ALS Siborongborong. Saudara perempuan saya pun bertanya: "Tadi langsung ada taksi di terminal ALS nya ya dek?"
Saya pun menjawab: "Oh iya Ka. Taksi sudah banyak menunggu di Terminal ALS Kiaracondongnya. Ketika saya mau turun, salah seorang sopir taksi langsung mendekati saya dan bersedia mengantarkan saya.Â
Katanya kalau sama dia pasti ongkosnya dikasih lebih murah kalau sama sopir taksi yang lain belum tentu karena saya pendatang baru diperantauan ini jadi bisa dibohongi". Saudara perempuan saya kembali bertanya: "Memangnya berapa diminta tadi ongkosmu dek?" Kemudian saya menjawab: "Tadi sopir taksinya minta 100 ribu.Â
Katanya itu sudah paling murah sementara sama sopir taksi yang lain bisa dibuat ongkosnya 200 ribu." Mendengar jawaban saya, saudara perempuan saya pun terkejut dan mengatakan: "Bah.. Bah.. Bah.. Nga digabusi be hita (artinya: Kita sudah dibohongi). Ongkos dari loket  ALS ke sini kalau naik taksi paling mahal 30 ribu dek. Kalau naik angkot bisa sampai 7 ribu. Jadi harusnya ongkos yang harus kamu kasih cukup 30 ribu. Kalau sampai 100 ribu, sudah sangat jauh kemahalan." Saya pun juga ikut terkejut dan mengatakan: "Waduh... Waduh... ??????????????????? Pantasan wajah sopir taksinya tampak senang, ternyata dia sudah membohongi saya. Saya kira ongkos yang dia bilang 100 ribu sudah sangat murah dibandingkan ongkos sopir taksi yang lainnya."
Beginilah begitulah pengalaman saya sebagai pendatang baru ke perantauan, masih polos, tulus dan bisa dibohongi. Hehehhehehhehe. Terimkasih sudah membaca kisah ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H