Film produksi Screenplay Films dan Legacy Pictures ini digarap oleh sutradara Ody C. Harahap dengan penulis naskah Joko Anwar. Secara garis besar film ini mengangkat premis satu keluarga yang kaya mendadak karena warisan yang tidak pernah diduga-duga sebelumnya.Â
Kisah dibuka dengan sebuah adegan seorang perempuan anak kuliahan di jurusan arsitek yang berlari tergopoh-gopoh mengejar bis jurusan ke kampusnya sambil membawa maket gedung yang akan dipresentasikan di kelas. Saat berhasil menaiki bis, di tengah jejalan penumpang yang begitu padat, maket yang dibawa perempuan itu tersenggol dan berantakan. Klise dan cenderung mirip adegan-adegan di drama/film Korea atau Thailand.
Perempuan tersebut bernama Tika (diperankan oleh Raline Shah). Tika adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Dia memiliki kakak bernama Duta (diperankan oleh Derby Romero) yang berkuliah di jurusan teater dan memiliki cita-cita menjadi sutradara terkenal. Duta sedang mengerjakan proyek pertunjukkan teater bersama dua sobatnya (masing-masing diperankan oleh selebgram Arab dan komika betawi Bintang Emon). Adik bungsunya, Dodi (diperankan oleh Fatih Unru) masih berusia Sekolah Dasar.
Tika, Duta, dan Dodi tumbuh dalam keluarga yang sangat sederhana, ayahnya bernama Pak Hikmat (diperankan oleh Lukman Sardi) diketahui atau mengaku bekerja di bengkel dan ibunya --sebut saja- Bu Hikmat (diperankan oleh Cut Mini Theo) selalu menanamkan semangat kebersamaan dalam keluarga. Mereka tidak pernah absen makan malam bersama dalam satu meja. Bapaknya yang hobi makan kepala ikan, ditengah suasana makan malam yang bersahaja, dengan sedikit berfilosofi pernah bilang --kurang lebih- : "mana ada keluarga yang masih suka makan malam bersama di rumah seperti kita?" dan "uang kalau sedikit cukup, kalau banyak nggak cukup" juga "yang paling penting itu keluarga dan sahabat".
Singkat cerita, Pak Hikmat meninggal dunia yang membuat keluarga ini menjadi guncang. Tika dan Duta berniat berhenti kuliah dan mencari pekerjaan agar bisa membantu perekonomian keluarga. Bu Hikmat hanyalah ibu rumah tangga yang mengepulkan asap dapur dengan berjualan kue-kue bikinan sendiri dengan menitipkannya ke warung-warung yang ada di sekitar tempat tinggal. Dodi ingin pindah ke sekolah negeri.
Dari sini jalan cerita mulai seru. Beberapa hari setelah meninggalnya Pak Hikmat, datang pengacara (diperankan oleh Verdy Solaiman) yang memberitahukan bahwa Pak Hikmat meninggalkan warisan bernilai milyaran Rupiah yang mungkin tidak akan habis dimakan oleh tujuh turunan jika digunakan untuk tujuan yang baik dan sebagaimana mestinya. Kehidupan Bu Hikmat, Tika, Duta, dan Dodi pun berubah 180 derajat. Gaya orang kaya baru yang mereka perankan sangat lucu, cenderung naif, dan beberapa terlihat sangat tidak bijak (jika tidak ingin disebut konyol).Â
Klausul yang menjelaskan bahwa jika uang yang diwariskan tidak digunakan dalam kurun waktu 10 tahun maka akan disumbangkan membuat keempat pemeran berpacu untuk segera menghabiskan uang yang dicairkan setiap terminnya. Saya tidak akan menjabarkan secara gamblang kelanjutannya, silahkan tonton filmnya di jaringan bioskop XXI di sekitar anda.
Sedikit catatan, adegan ketika Pak Hikmat menjelaskan tentang warisan dan jatidirinya melalui rekaman video yang sudah direkam sebelum dia meninggal dunia yang ditayangkan oleh pengacara mengingatkan pada film Sabtu Bersama Bapak. Terlepas dari bagian-bagian yang kurang masuk akal, film ini seperti hendak menyampaikan pesan tentang bagimana menyikapi suatu perubahan nasib. Bahwa semua yang kita miliki hanyalah titipan, maka bijak-bijaklah dalam menggunakan atau menjalankannya. Materi pemain film Orang Kaya Baru jelas sangat mumpuni. Chemistry yang terbangun sebagai keluarga sangat baik dan erat. Apalagi diperkuat oleh aktor watak sekaliber Lukman Sardi, yang konon pernah dinobatkan/dijuluki sebagai Tom Hanks-nya perfilman Indonesia... lebay nggak, sich?
Saya pribadi cukup terkesan oleh peran pengacara yang meski scenenya tidak terlalu banyak, namun, mampu menghadirkan komedi yang natural, segar, dan warna tersendiri. Justru kehadiran Banyu (diperankan oleh Refal Hady) sebagai gebetan Tika cukup mengganggu karena perannya yang sangat tidak jelas. Banyu hadir sebagai siapa saja, muncul kapan saja dan dimana saja setiap Tika mendapat masalah atau dirundung sedih. Banyu, nama yang memiliki arti Air, seolah ingin merepresentasikan filosofi air itu sendiri, yaitu air menempati ruang, air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah, dan air meresap melalui celah-celah kecil (?---> filosofi macam apa ini?). Banyu menjalani lebih dari satu peran, antara lain mahasiswa, pegawai katering, tukang gali kubur, tukang bersih-bersih gedung perkantoran ibukota, dan lain sebagianya yang saking banyaknya saya sampai lupa.Â
Secara pribadi saya memang kurang terkesan dengan aktor yang satu ini, dari beberapa film yang pernah dibintanginya, karakter yang diperankan selalu tidak jauh dari sosok dengan sifat idealis dan (seolah) cool (jika tidak ingin dibilang sok jual mahal).
Saya membayangkan, sosok Banyu akan lebih berkarakter dan hidup jika diperankan oleh Morgan Oey atau Deva Mahenra atau Adipati Dolken atau... Tio Pakusadewo (yang terakhir sepertinya lebih cocok jadi bapaknya Tika daripada gebetan).
Orang Kaya Baru tidak menghadirkan ide-ide spektakuler yang segar. Film ini hanya menawarkan drama keluarga yang dibalut komedi ringan dan mudah dicerna. Lumayan buat penghilang stress akibat penatnya rutinitas kerja keras bagai quda. Film berdurasi 1 jam 36 menit ini mendapat skor 7.2/10 dari IMDB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H