Kemarin saya  mengalami kepala pusing luar biasa. Pasalnya, di kantor, salah seorang staff membawa buah durian yang sudah dikupas dan disuguhkan di dalam box semacam taperwer. Lumayan banyak.Â
Ruangan ber AC membuat aroma durian yang tajam terjebak di dalam. Saya yang tidak bisa makan dan tidak tahan durian dibuat mabuk. Badan saya sampai berkeringat. Durian memang menjadi buah kegemaran bagi banyak orang. Tapi tidak bagi saya.
Saya mungkin tidak bermasalah dengan aroma buah durian yang langsung dikupas seketika itu juga walaupun tetap saja tidak bisa makan. Buah durian yang dibawa oleh salah satu staff kemarin itu sudah "menginap".Â
Terlihat dari postingan di Whatsapp Group Staff malam sebelumnya. Teman-teman di kantor tampak kesetanan menikmati buah yang mempunyai nama latin Durio zibethinus, Kingdom Plantae, Famili Malvaceae. Bahkan, salah seorang teman tampak maruk menambah sampai 5 kali.
Akibat pusing yang tak tertahankan, sepulang kerja, selepas Sholat Maghrib saya tertidur cukup lelap. Saya baru terbangun lagi sekitar pukul 21.00-an. Setelah rasa pusing sudah mulai reda, saya mandi untuk membersihkan badan dari kuman-kuman tak tahu diri kemudian menunaikan ibadah Sholat Isya.
Badan saya terasa segar kembali. Karena masih kesulitan untuk tidur lagi, saya iseng-iseng nonton film di laptop. Pilihan saya jatuh pada film Malaysia berjudul Ali. Film produksi Suhan Movies & Trading SDN BHD yang ditayangkan pertama kali pada tanggal 26 Juni 2017 di TV3 ini berkisah tentang seorang Kelantan bernama Pak Iki (diperankan oleh Sabri Yunus) yang hidup sebatang kara karena istri dan kedua anaknya telah meninggal.Â
Semasa mudanya, Pak Iki sibuk dengan bisnis. Pak Iki sudah memiliki segalanya, namun, hal yang paling disesalinya adalah alpa mengingatkan anak lelakinya untuk menjalankan Sholat, bersedekah, dan melakukan ibadah-ibadah lainnya sesuai tuntunan Rasulullah.Â
Sampai anak lelakinya meninggal dalam satu kecelakaan sedangkan anak perempuannya meninggal di usia 8 tahun dan istrinya meninggal karena merindukan anak-anaknya.Â
Pak Iki masih sering mengalami halusinasi dan/atau cenderung kearah Schizophrenia karena selalu terbayang seolah anak lelakinya masih hidup dan Pak Iki pun bercakap-cakap untuk mengingatkan Sholat. Orang-orang di sekitar yang melihat tingkahnya merasa aneh dan kasihan dengan Pak Iki.
Pada suatu ketika di bulan Ramadhan, Pak Iki pergi ke Kuala Lumpur untuk urusan bisnis. Saat masuk Maghrib, Pak Iki yang sedang berpuasa berbuka di salah satu medan selera (food court). Di waktu yang bersamaan seorang pemuda, bernama Ali (diperankan oleh Syafie Naswip) tergopoh-gopoh dan kebingungan mencari dompetnya.Â
Ali yang juga sedang berpuasa tidak bisa membeli takjil karena tidak menemukan dompetnya. Ali duduk di meja yang sama dengan Pak Iki dengan pikiran yang kalut. Beberapa saat kemudian Pak Iki bergegas menuju terminal Bis untuk mengejar pemberangkatan menuju Kelantan.Â
Pak Iki meninggalkan botol minumannya yang masih menyisakan setengah isi air kosong. Ali, yang sudah sangat membutuhkan untuk berbuka demi sahnya puasa, terpaksa mengambil dan meminum air yang ditinggalkan oleh Pak Iki.
Ali pun terkejut ketika dia mendapati ternyata dompetnya terselip di dalam tas pinggang yang dibawanya. Ali merasa bersalah telah meminum air kosong yang ditinggalkan Pak Iki. Ali khawatir, sebab itu bisa menjerumuskannya ke api neraka kelak karena status minuman itu belum menjadi halal baginya.
Ali mengejar Pak Iki sampai ke Kelantan. Setelah bertanya kesana kemari, Ali menemukan rumah Pak Iki pada dini hari. Ali pun menceritakan sebab-musabab mengejar Pak Iki sampai Kelantan dan meminta untuk menghalalkan air yang sudah diminumnya. Pak Iki memberikan syarat pada Ali untuk tinggal bersamanya selama seminggu.
Singkat cerita, setelah meminta ijin ke orang tuanya, Ali menyetujui syarat Pak Iki. Ayah Ali yang terobsesi menjadikan Ali sebagai penerusnya untuk mewarisi bisnisnya harus bersabar menunggu Ali pulang ke rumah. Beruntung, Ibu Ali adalah orang yang selalu berfikir positif sehingga mampu mendinginkan emosi ayah Ali.
Selama tinnggal di rumah Pak Iki, Ali melakukan kegiatan-kegiatan yang berfokus pada ibadah, seperi Sholat 5 waktu, mengaji, berkhidmat di Masjid kampong tempat Pak Iki tinggal.Â
Pada akhirnya Ali tinggal lebih dari seminggu karena Pak Iki mulai sakit keras. Sebelum meninggal, Pak Iki mengurus seluruh harta yang dimiliknya untuk diwariskan/diamanahkan pada Ali yang kemudian diserahkan oleh imam Masjid. Ali baru bisa pulang semalam sebelum lebaran.
Film ini mengusung premis yang ringan namun membawa pesan moral yang cukup signifikan, khususnya terkait ibadah manusia di dunia sebagai bekal di akhirat kelak.
Salam Jumat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H