Pak Iki meninggalkan botol minumannya yang masih menyisakan setengah isi air kosong. Ali, yang sudah sangat membutuhkan untuk berbuka demi sahnya puasa, terpaksa mengambil dan meminum air yang ditinggalkan oleh Pak Iki.
Ali pun terkejut ketika dia mendapati ternyata dompetnya terselip di dalam tas pinggang yang dibawanya. Ali merasa bersalah telah meminum air kosong yang ditinggalkan Pak Iki. Ali khawatir, sebab itu bisa menjerumuskannya ke api neraka kelak karena status minuman itu belum menjadi halal baginya.
Ali mengejar Pak Iki sampai ke Kelantan. Setelah bertanya kesana kemari, Ali menemukan rumah Pak Iki pada dini hari. Ali pun menceritakan sebab-musabab mengejar Pak Iki sampai Kelantan dan meminta untuk menghalalkan air yang sudah diminumnya. Pak Iki memberikan syarat pada Ali untuk tinggal bersamanya selama seminggu.
Singkat cerita, setelah meminta ijin ke orang tuanya, Ali menyetujui syarat Pak Iki. Ayah Ali yang terobsesi menjadikan Ali sebagai penerusnya untuk mewarisi bisnisnya harus bersabar menunggu Ali pulang ke rumah. Beruntung, Ibu Ali adalah orang yang selalu berfikir positif sehingga mampu mendinginkan emosi ayah Ali.
Selama tinnggal di rumah Pak Iki, Ali melakukan kegiatan-kegiatan yang berfokus pada ibadah, seperi Sholat 5 waktu, mengaji, berkhidmat di Masjid kampong tempat Pak Iki tinggal.Â
Pada akhirnya Ali tinggal lebih dari seminggu karena Pak Iki mulai sakit keras. Sebelum meninggal, Pak Iki mengurus seluruh harta yang dimiliknya untuk diwariskan/diamanahkan pada Ali yang kemudian diserahkan oleh imam Masjid. Ali baru bisa pulang semalam sebelum lebaran.
Film ini mengusung premis yang ringan namun membawa pesan moral yang cukup signifikan, khususnya terkait ibadah manusia di dunia sebagai bekal di akhirat kelak.
Salam Jumat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H