Mengutip dari www.wwf.or.id bahwa perubahan iklim dunia salah satu penyebabnya di akibatkan oleh hasil pembakaran bahan bakar fosil. Yang termasuk dalam bahan bakar fosil tersebut diantaranya adalah batu bara, minyak bumi, gas, gas alam dan lain sebagainya. Buruknya, bahan bakar tersebut menghasilkan senyawa karbon dioksida yang mana senyawa ini merupakan senyawa yang berperan terhadap efek rumah kaca.
Efek rumah kaca inilah yang menyebabkan bumi terasa lebih panas. Senyawa karbon dioksida menangkap radiasi panas dari pantulan radiasi matahari terhadap bumi kemudian dipantulkan kembali ke bumi oleh atmosfer yang mengandung banyak senyawa karbon dioksida. Skemanya adalah sebagai berikut.
Radiasi cahaya matahari --> Bumi --> atmosfer Bumi --> Bumi.
Dari skema tersebut, kita akan mendapatkan radiasi matahari berkali kali lipat. Akibatnya suhu panas yang berasal dari radiasi matahari tersebut dapat mempengaruhi suhu Bumi yang kita rasakan seperti sekarang ini. Dengan meningkatnya suhu Bumi, beberapa masalah terjadi di lingkungan sekitar seperti, perubahan cuaca ekstrim, kenaikan permukaan air laut, peningkatan suhu bumi, kerusakan lingkungan dan lain sebagainya.Â
Laporan yang dikeluarkan oleh WWF, Climate Change: Implications for Humans and Nature (2007) menyebutkan beberapa dampak yang telah terjadi akibat dari perubahan cuaca ini. Diantaranya adalah temperatur suhu di Indonesia meningkat sebesar 0,3 derajat celcius, pola cuaca berubah, bagian Sumatra dan Borneo akan lebih basah 10 hingga 30 % pada 2080 di bulan Desember-Februari. Sedangkan Jakarta diprediksi akan lebih menghangat 5-15% pada Juni-Agustus, dan Angin musim akan datang terlambat 30 hari, curah hujan meningkat 10 % (April-Juni) dan 75% curah hujan menurun/kemarau (Juli-September).
Diagram yang di ambil dari BP Energy Outlook edisi 2018 mengenai primary energy demand by fuel and region adalah sebagai berikut.
Hal tersebut sejalan dengan Laporan IEA (International Energy Agency) yang menyatakan bahwa konsumsi batu bara global pada 2018 hanya meningkat di Asia, terutama China, India, Indonesia, Vietnam, Filipina, dan Malaysia". Oleh karena hal tersebut, energi bersih atau energi baru terbarukan (EBT) sangat penting untuk memenuhi permintaan energi. Bukan hanya manfaatnya untuk kebutuhan energi, tapi juga pengaruhnya terhadap lingkungan.Â
Pada Mata kuliah Ekonomi Energi, Kelompok yang beranggotakan 5 orang yang terdiri dari Yudhistira, Alvin Daniel S. Ritongga , Adi Nugraha, Wahyu Puja P, dan Winanda Riga Tamma sebagai Mahasiswa Program Magister Teknik Tenaga Elektrik  ITB 2018 ditugaskan untuk membuat perencanaan mengenai energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Nusa Tenggara Barat (NTB) serta dapat mengurangi persentase karbon dioksida yang dihasilkan dari pembangkit konvensional. Pada kasus ini, kami memanfaatkan sampah sebagai pembangkitan energi alternatif.
NTB merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berada pada bagian barat Kepulauan Nusa Tenggara. Provinsi ini beribukota di Mataram dan memiliki 10 Kabupaten dan Kota. Menurut data Statistik, jumlah populasi pada tahun 2016 adalah sebanyak 4.896.162 jiwa dan pada tahun 2017 sebanyak 4.955.578 jiwa, meningkat 1,2% dari tahun sebelumnya. Sampah yang dihasilkan penduduk NTB disajikan dalam tabel berikut ini.
Data tabel tersebut dinput ke dalam simulasi test menggunakan aplikasi energy plan. Dimana dalam aplikasi energi plan tersebut berisi data data seperti, penyediaan energi primer di Indonesia, komposisi produksi energi listrik Indonesia, neraca daya, kapasitas pembangkit yang tersedia di NTB, dan rencana pembangunan pembangkit listrik area NTB (2019 - 2028), pada perencanaan pembangunan pembangkit ini kami menyisipkan pembangkitan alternatif energi sampah. Adapun skema nya adalah sebagai berikut:
Hasil simulasi menggunakan aplikasi energi plan tersebut didapatkan hasil bahwa:
1.Dengan menggunakan software simulasi Energy Plan, diperoleh Penggunaan biaya dalam pembangkitan listrik dan emisi CO2 di NTB pada tahun 2019 dan proyeksinya pada tahun 2028.
2.Hasil simulasi menunjukkan bahwa adanya kenaikan biaya investasi di tahun 2028 karena adanya penambahan pembangkitan listrik.
3.Penambahan Pembangkit listrik tenaga sampah pada tahun 2028, diproyeksikan dapat mengurangi emisi CO2 sebesar 11%.
Dari hasil tersebut, energi sampah yang kami rencanakan secara simulasi dan perhitungan dapat mengurangi emisi gas karbon dioksida sebanyak 11%. Artinya, pembangkitan energi listrik yang memanfaatkan sampah sebagai bahan bakar paling tidak memiliki dua keuntungan. Yang pertama adalah dapat mempercepat proses daur ulang sampah menjadi energi dan yang kedua dapat mengurangi emisi gas karbon di udara dikarenakan pembangkit konvensional dapat di gantikan oleh pembangkit energi listrik berbahan bakar sampah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H