Mohon tunggu...
Adi Setiawan
Adi Setiawan Mohon Tunggu... Koki - Masih belajar

Tulisan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bagi Sesama untuk Wonogiri

15 Oktober 2019   14:39 Diperbarui: 15 Oktober 2019   14:44 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Secara keseluruhan pembagian ditempat pertama bisa dibilang lancar karena warga tidak saling berebut. Malahan sepengetahuan saya, saat ada salah seorang yang belum dapat air atau wadahnya masih kosong warga lain pun bersedia membagikan sebagian airnya kepada warga yang belum dapat. 

Setelah pembagian air selesai dan warga mulai membawa airnya ke rumah masing-masing, baru saya menyadari bahwa orang-orang yang mengambil air bantuan mayoritas adalah orang-orang sepuh. Sejauh yang saya lihat, perkiraanku rata-rata umurnya adalah 40 tahun ke atas. Bahkan ada nenek-nenek yang ikut mengambil air lalu mengangkat dan membawanya pulang sendirian tanpa dibantu oleh anak atau cucunya. 

Dan bodohnya lagi, saya tidak ikut membantu mengangkat, bahkan bertanya apakah butuh bantuan pun tidak saya lakukan. Saya hanya memandanginya dari kejauhan. Entah apa yang merasukiku saat itu.

Pembagian air ditempat yang pertama selesai sekitar jam 16.30. Kami tetap standby disitu sampai air yang kedua datang. Air yang kedua akan didistribusikan di titik pembagian kedua. Sebelum magrib atau sekitar jam 17.00 koordinator pembagian  air di desa tersebut datang (lagi-lagi tidak bisa menyebut namanya karena tidak tanya). Dia baru datang sore hari karena pagi sampai sore sedang tampil di sebuah acara pernikahan. Koordinator tersebut merupakan anggota dari salah satu klub musik tradisional (campur sari mungkin).

Setelah ketua koordinator datang kami atau lebih tepatnya mas Ajik dan Erni membahas tentang mekanisme pembagian air di Desa Sendangmulyo. Mas Ajik menjelaskan kepada koordinator bahwa Bagi Sesama hanya menyerahkan bantuan air, sedangkan untuk pembagiannya diserahkan kepada warga karena mereka yang lebih tau keadaan di lapangan. Koordinator menjelaskan bahwa titik pembagian air dibagi menjadi tiga titik.

Akan tetapi, titik pembagian  yang ketiga berada dibalik bukit, dan kami tidak sempat untuk kesana karena waktu sudah mulai gelap dan katanya medan kesana sangat ekstrim "sing sijine ning mburi bukit kae mas, dalane ekstrim, nanjak duwur (sambil tangan kananya sedikit diangkat ke atas) nik gowo mobil medeni nek pas siringan, selain kui ya wis arep bengi"  kata koordinator. 

Setelah beberapa lama berunding akhirnya sepakat airnya dikirim secara bertahap ke tiga tempat titik pembagian air dengan waktu dan mekanisme  pembagian diserahkan kepada koordinator dan warga dengan syarat setiap pendistribusian air dilakukan koordinator harus membuat dan mengirim laporan serta dokumentasi kepada tim Bagi Sesama.

Selesai berunding dan saling sepakat, tim Bagi Sesama melalui Erni melakukan serah terima uang donasi. Kami menyerahkan uang sebesar 2.335.000 kepada koordinator. Bila dibelikan air uang itu bisa membeli air kurang lebih sebanyak 26.000 liter air. Koordinator pun siap menggunakan uang itu untuk keperluan air bersih warga desa dan siap membuat dan mengirim laporan setiap ada air yang diditribusikan.

Selepas sholat magrib, kami diberitahu kalau kiriman air yang kedua sudah sampai di titik pembagian air kedua. Dengan dipandu oleh Udin lagi, kami langsung berangkat ke titik pembagian kedua. Jarak dari titik pertama tidaklah jauh. Hanya saja dari tempat parkir mobil kami harus berjalan kaki menyusuri jalan yang menanjak dan untungnya tidak jauh. Tempat titik pembagian kedua kondisinya jauh berbeda dengan yang pertama. Di tempat kedua kondisinya gelap karena tidak ada lampu listrik sebagai penerangan. hanya lampu senter yang digunakan untuk menerangi supaya tidak gelap gulita. Saat kami tiba di titik kedua, warga sudah berkumpul disana.

Di titik kedua, cara yang digunakan untuk membagi air pun sangat berbeda dan menurut saya lebih efisien. Di titik pertama warga harus membawa wadah untuk air lalu mengangkat dan membawa airnya kerumah. Sedangkan di titik kedua air ditampung terlebih dahulu di sebuah sumur tua, kata salah seorang warga sumur itu sudah ada sejah sebelum indonesia merdeka. 

Pada dinding sumur dipasangi selang-selang kecil yang digunakan untuk mengalirkan air langsung ke rumah-rumah mereka. Jadi mereka tidak perlu repot-repot mengangkati air menggunakan wadah ke rumah. "Iki nek selange gedhe ora kanggo, langsung dicopot, mesakne liyane mas ndak ora kebagian" kata salah seorang warga. Semua selang yang dipasang ukurannya sama supaya adil. "Lagi pisan iki lo mas ngasik koyo ngene, mbiyen-mbiyen durung tau ngasik ngeneki"  kata salah seorang warga mencoba menjelaskan kepada kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun