Mohon tunggu...
Adi Daffa
Adi Daffa Mohon Tunggu... -

ada dan tiada\r\n\r\nhttp://dekatterasing.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apakah Waktu itu?

17 November 2014   12:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:38 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini adalah pasangan dari artikel "Apakah Ruang itu?" yang telah ditulis sebelumnya.
Sebagaimana ruang, waktu pun adalah bentuk imajiner. Waktu yang dirasakan seperti arus yang independen itu sebenarnya tak ada, waktu tidaklah eksis.
Yang eksis adalah perubahan, hukum kausalitas, di mana dalam semesta ini berlaku runtutan-runtutan keadaan (sebab-akibat) secara logis.
Perubahan terjadi secara bervariasi antara suatu tampilan materi-energi yang satu dengan lainnya. Ada yang terjadi sangat cepat, ada yang sangat lambat tergantung keadaan lingkungan yang mempengaruhinya. Hal tersebut berimplikasi perbedaan kecepatan waktu yang 'dirasakan' oleh suatu pelaku. Kejadian perubahan berintensitas tinggi menghasilkan perasaan perjalanan menyusuri waktu yang lebih panjang dibanding  perubahan berintensitas rendah.
Hal tersebut terlihat dari perasaan yang dialami oleh 2 orang (A dan B) yang sedang menaiki kereta dari Surabaya menuju Jakarta. A memilih tidur sepanjang perjalanan, sedangkan B memilih terjaga. Karena perbedaan keadaan itu, maka A merasakan perjalanan Surabaya-Jakarta berlangsung sangat cepat dibanding B. Hal itu karena ketika tidur (dan ia tidak mengalami mimpi yang berat), maka pada pikiran A terjadi reaksi memori yang sangat rendah. Berbeda dengan B, di mana ia menyerap dan memproses berbagai informasi selama perjalanan. Sehingga pada A, perjalanan Surabaya-Jakarta serasa seperti menempuh arus waktu yang sangat pendek, dan pada B serasa menempuh arus waktu yang panjang.
Dalam Kitab Suci terdapat suatu kisah sekelompok pemuda bersama seekor anjing tertidur selama ratusan tahun di dalam gua, dan mereka terkejut ketika terbangun mendapati keadaan di luar gua berubah sama sekali dibandingkan dengan keadaan sebelum mereka tertidur. Seolah-olah mereka tidur hanya sebentar, padahal lingkungan di luar gua telah mengalami perubahan yang sangat banyak.
Dalam semesta ini, benda-benda angkasa memiliki lingkungan yang bervariatif. Ada yang penuh reaksi seperti bumi, ada yang nyaris tidak mengalami reaksi seperti asteroid yang melayang sendiri. Dalam sudut pandang yang lain, ada tatanan bintang-planet yang sudah dekat dengan pusat galaksi dan bersiap jatuh dan melebur ke dalamnya, ada yang masih cukup jauh seperti tata surya.
Bumi seolah telah menyusuri arus waktu yang sangat panjang, sedangkan asteroid seolah menyusuri arus waktu yang pendek. Namun lazimnya bumi juga masih akan menempuh waktu yang panjang karena posisinya masih jauh dari pusat galaksi bimasakti.
Dalam kehidupan, manusia juga  memiliki tingkat perubahan yang bervariasi. Ada yang tingkat perubahannya rendah, ada yang tinggi. Kita tahu bahwa saat ini masih ada beberapa suku pedalaman yang adem ayem belum tersentuh teknologi, pada kehidupan mereka itu telah berlaku perubahan dengan intensitas rendah. Sementara itu, sebagian besar komunitas manusia telah mengalami reaksi perubahan yang sangat masif sehingga memunculkan berbagai hal baru yang menyertai kehidupan.
Karena waktu itu tidak eksis, maka ide sebagian orang tentang adanya lorong waktu, jelas merupakan ide yang tidak logis. Tidak mungkin ada mesin waktu seperti pada film sci-fi yang dapat mentransportasi seseorang ke masa depan atau masa lalunya sendiri.
Perjalanan ke masa depan atau masa lalu, kurang lebihnya adalah perjalanan biasa ke suatu tempat di mana tempat tersebut memiliki pencapaian perubahan yang tidak segaris dengan kita. Misalnya perjalanan ke masa depan terkait penerapan teknologi, hal itu bisa dilakukan dengan melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang sudah diperlengkapi dengan sistem serba canggih seperti di kota-kota besar dunia. Sebaliknya, perjalanan ke masa lalu bisa dilakukan dengan mengunjungi kehidupan masyarakat suku pedalaman yang belum berkesempatan atau tidak ingin tersentuh teknologi.  Dan lain sebagainya.
Perjalanan ke masa lalu atau masa depan secara teoritis juga bisa dilakukan dengan melakukan kalkulasi. Perjalanan ke masa lalu dalam hal ini seperti investigasi sejarah. Sedangkan perjalanan ke masa depan adalah berupa proyeksi-proyeksi. Semakin lengkap bahan-bahan kausalitas yang dikalkulasi, semakin mendukung keakuratan suatu proyeksi tentang masa depan. Para Nabi diyakini telah menerima suatu pencerahan penglihatan masa depan, karena pada dirinya berlaku proses kalkulasi yang sempurna terkait semesta kejadian di alam ini.
Walau waktu tidak eksis, tetapi ia menjadi sarana (persepsi) penanda perubahan hidup yang dialami manusia. Perubahan yang hanya bisa terjadi di rentang masa awal kesadaran hingga kematiannya, apakah itu dipergunakan dengan baik atau tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun