Mohon tunggu...
Adi bustian
Adi bustian Mohon Tunggu... Lainnya - Warga biasa

Warga yang menuliskan catatan, berdasarkan pengalaman pribadi yang belum tentu sama dengan , situasi, kondisi dan pendapat manusia terkini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Catatan Penyintas Covid

3 Agustus 2021   10:22 Diperbarui: 3 Agustus 2021   10:30 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bahkan saya coba tanyakan kepada beberapa orang yang secara tampak luar sebagai orang yang saya yakini taat beribadah atau sedang menapak ke dalam " hijrah" ternyata jawabannya seragam sodara sodara sekalian. Lalu saya Tanya ulang sampean hijrah ingin surga tapi mengapa takut akan kematian. Bukankah harus mati dulu baru masuk kedalam surga?. .. Ya manusia makhluk yang aneh...
Takut akan mati lupa akan si empunya kematian.......Kontradiktif tapi kenyataannya seperti itu..

Mungkin Flow chartnya jadi seperti ini ; Hijrah >>>berubah pola hidup berKETUHANAN>>> mengharap surga dengan pengecualian jangan mati atau " Jika 1 + 1 = 2, maka jika hanya jika 2 -- 1 bukan 1
 " Sebuah rumus  logika matematika yang mungkin akan sulit diterjemahkan dalam bahasa program berbasis Linux maupun Microsoft..

Merubah POLA berKetuhanan tapi minim pola berkemanusiaan.
Ibadah kuat tapi kurang bersyukur
Ibadah rajin tapi ghibah jadi makanan, kadang dilakukan sambil makan.

Dan masih banyak lagi kelakukan makhluk bernama manusia ini, termasuk saya, tetapi Alhamdulillah nya saya belum hijrah masih tersesat ya tersesat di jalan yang benar.
Corona mengajarkan banyak hal dan merupakan titipan pesan dari si EMpunya Semesta

Kita Mulai sadar bersih, kita mulai sadar Antri, Kita mulai sadar bahwa make up berlebih jadi percuma karena pada akhirnya memakai masker, kita mulai sadar bahwa kotoranpun yang bau menjadi sebuah kebahagian ketika tercium, kita mulai sadar bahwa tembakau menjadi kemungkinan sebagai obatnya, dan kopi menjadi pendorong metabolisme tubuh untuk membuang virusnya, kita mulai sadar bahwa sinar Matahari disiang hari adalah sahabat bagi imunitas.

Jadi bagaimana ini, harus bagaimana?

Tinggalkan jargon melawan corona, pilihlah berdamai dengannya. Karena pandemi inipun pada akhirnya diharapkan jadi endemi sebagai bukti bahwa ini tak akan berakhir..

" terik Siang harilah yang membuat kemesraanku dengan dirimu corona. Hingga bahayamu hanya berupa cubitan mesra laksana dua makhluk kasmaran. Semoga dirimu tetap begitu coronaku sayang,  Jadilah dirimu sebagai pengingat kesombongan, jangan jadikan parasmu nan cantik menjadi bahaya untuk sesama makhluk Tuhan. Aku mencintaimu sepenuh hati duhai corona, bukankah saling mencintai tidak akan saling menyakiti?"..

Negeri ini pasti bisa

Indonesiaku berdamailah dengan corona...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun