Mohon tunggu...
Tri Adhy Prabowo
Tri Adhy Prabowo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mencoba berbagi dengan sesama.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pengalaman Pertama di Puncak Tertinggi Gunung Lawu

12 Januari 2014   19:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:54 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gunung Lawu terletak di perbatasan antara Jawa Timur dan Jawa Tengah. Berada di Kota Magetan Jawa Timur menjulur hingga Karanganyar Jawa Tengah.

Ada beberapa tempat dan hal menarik di Gunung Lawu ini. Antara lain Telaga Sarangan yang memiliki legenda seorang manusia yang berubah menjadi ular raksasa karena memakan telur misterius.

Selain juga memiliki beberapa air terjun yang indah diberbagai titik lereng gunung Lawu. Bukan hanya pariwisatanya, gunung Lawu juga memilik puncak, Hargo Dumillah, yang termasuk dalam deretan puncak tertinggi di Jawa Timur.

Bagi sahabat Indonesia Travel silakan dicoba trek trek yang disuguhkan di puncak Lawu ini. :)

29-30 Juni 2012. Adalah kali pertamanya aku mencoba melakukan pendakian ke gunung. Sudah setahun yang lalu hasrat untuk menantang diri melakukan perjalanan ekstrim ini ingin aku lakukan. Dan akhirnya baru pada pertengahan 2012 lalu kesempatan itu datang.

Oke, hari itu jumat 29 Juni 2012 lalu, beserta rekan Tri Setyoko, Danan, Adit, Gushairon, Aris, dan Aga berangkat dari daerah Maospati sekitar pukul 5 sore. Dengan mengendari sepeda motor menuju start pendakian yang ditempuh sekitar 45 menit.

Di perjalanan udara begitu dingin menusuk tulang, 1 sarung tangan tak cukup untuk menutupi kulit dari terpaan angin pegunungan. Parahnya lagi saya yang kebagian nyetir, tubuh terus menggigil selama perjalanan. Ditambah lagi medan naik turun dan tebing yang mengitari menambah ketegangan saya berkendara.

Kondisinya jalan tidak terlalu sepi, ada satu dua kendaraan yang masih melintas. Karena memang jalan gunung Lawu merupakan jalan alternative penghubung antara Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sehingga sampai jam berapa pun masih berlalu lalang kendaraan pribadi maupun kendaraan angkutan umum seperti truck.

45 menit berlalu, sampailah di pos pendakian Cemoro Sewu. Setelah menitipkan motor di rumah warga setempat, kami langsung menuju mushola terlebih dahulu untuk melakukan sholat magribh diteruskan sholat isya.

Airnya dingin, menusuk tulang hingga membuat persendian susah bergerak. Maklum kami berada di sekitar 2500m dpl. Tepatnya di pos pemberangkan Cemoro Sewu.

Di pos tersebut tersedia berbagai warung makan untuk para pendaki sebelum berangkat. Berbagai menu khas kaki lima tersedia. Seperti Nasi Goreng, nasi pecel, mie instan, bahkan soto juga ada. Harganya mulai Rp.3000. tentu juga perlengkapan pendakian, seperti syal, jaket, kerudung, mantel juga tersedia. Serta pernak pernik khas gunung Lawu, gatungan kunci, sticker, miniature, dan kerajinan tangan lainnya.

Selain menyediakan jasa pemandu, disana juga tersedia jasa angkut logistic untuk para pendaki yang memiliki bantuan untuk membawakan logistic yang terlalu berat.

Tepat pukul 20.30, dirasa persiapan sudah selesai dan para teman teman sudah pada siap, kami mulai bergerak memasuk pintu masuk pendakian. Dengan membayar retribusi sebesar Rp.5000 kita sudah bisa menyusuri indahnya pendakian ke Puncak Hargo Dumillah.

Berdoa. Dipimpin oleh Tri Setyoko yang memang sudah kawakan melakakukan pendakian ini. Perlahan kaki kaki kecilku melangkah diantara terundakan dari bebatuan yang terususun secara rapi. Tinggi anak tangga berane ka ragam, ada yang datar, sedang bahkan hingga curam. Bahkan terundakan yang curam sempat menyambut para pendaki di 30menit awal.

Pendakian puncak lawu ini melewati 5 pos. masing masing pos digunakan para pendaki untuk beristirahat dan mendirikan tenda untuk tidur. Yang paling berat medannya adalah dari pos 2 ke pos 3. Disamping jauh, juga banyak terundakan yang memaksa kaki untuk melangkah naik. Pos 3 dan 4 pun juga tak ketinggalan, namun jaraknya agag pendek.

1 jam telah dilewati, mulai terasa aroma belerang yang menyengat hidung. Dan juga terdengar suara gemuruh belerang yang memunculkan airnya. Memang tidak terlihat, namun terdengar bunyi dan aromanya. Tatkala melintasi pinggir tebing, terlihat dengan cantiknya pemandangan perkotaan dengan lampunya dari ketinggian. Terbesit di benakku, selama ini mereka membuang buang energy. Banyak sekali lampu lampu yang menyala di pusat kota. Cantik sekali, namun juga terkesan boros.

Sampai di pos 2, kami beristirahat untuk tidur sebentar. Dengan beralaskan mantel, ditemani api unggun untuk mengahngatkan badan saat beristirahat. Banyak juga pendaki yang sedang beristirahat disana sambil memasak mie instant dan membuat kopi. Namun kami tidak membawa perlengkapan masak, karena sudah membawa roti kering roti untuk bekal.

Mulai menuju pos 4, lelah kaki beserta kram pun tak terhindarkan olehku. Maklum, selama ini jarang sekali tubuh ini aku buat olahraga. Sekarang baru aku tahu manfaat olahraga setelah melakukan pendakian ini. Baru melangkah beberapa meter, harus dipaksa istirahat karena tak kuat kaki tuk melangkah. Namun ketika sampai pos 4 dan menuju pos terakhir, gentian nafas yang tak kuat berpacu. Oksigen yang semakin tipis membuat jantung harus bekerja ekstra. Oksigen dalam otak pun mulai berkurang, untuk tidak sampai mengalami pusing.

Pendakian ini terasa sangat berat olehku, ingin rasanya tidur pulas menahan rasa lelah ini. Di pos 4 akhirnya aku harus menghentikan langkahku agag lama karena tertidur disana. Saking enaknya merebahkan badan di semak belukar walaupun dingin yang sangat amat, mungkin jika di ukur kurang dari 10 derajat celcius atau bahkan 0 derajat.

Perjalanan dilanjutkan setelah pukul 2 dini hari. Pos terakhir sebentar lagi sampai, jalannya pun hanya sedikit yang menanjak, selanjutnya hanya datar tanpa ada terundakan. Hingga sampailah ke pos terakhir, yaitu Sendhang Drajat. Karena di tempat tersebut terdapat mata air keramat yang diyakini memiliki berkah. Biasa digunakan untuk mandi dan minum agar mendapatkan berkah. Disanalah kami beristirahat menghabiskan malam untuk paginya menuju puncak tertinggi gunung lawu, Hargo Dumilah.

Tak terasa sudah pukul 7 pagi. Udara masih begitu terasa sangat dingin. Bangun tidur langsung saja aku menuju ke perapian pendaki lain untuk menghangatkan badan. Tak kukira, ternyata disan sudah ada warung makan, ku pesan mie instant untuk member energy pagi ini. Tak ku sangka pula, harganya ternyata 8ribu rupiah. Sesuatu banget !!

Menuju Puncak Hargo Dumilah

Pukul 8 pagi, perjalanan pun dilanjutkan. Ak jauh, hanya bebarapa menit. Paling Cuma 15 menit jalan kaki sudah sampai. Dalam perjalan, kami tersuguhkan oleh bungan Adelweis yang masih kuncup, karena mereka akan mekar biasa pada bulan Agustus. Sabang ilalang yang luas memanjakan mata. Begitu lepas memandang jauh diatas ketinggian gunung lawu.

Sampailah kami ke puncak tertinggi, Hargo Dumilah. Rasa lelah, dan nafas yang terengah engah terbayarkan sudah. Menyaksikan indahnya matahari terbit di puncak tertinggi gunung Lawu.

Berikut ini foto foto dokumentasinya.

13895205602002285463
13895205602002285463

138952864415931672
138952864415931672

1389528910931760275
1389528910931760275

1389529071966184104
1389529071966184104

Semoga suatu saat nanti aku bisa menikmatinya lagi bersama cucu-cucuku. Amin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun