(Ilustrasi: bujangga.com)
Sangat teramat mengejutkan rasanya bagi saya ketika seorang Ketua Dewan Direktur Sabang-Merauke Circle, Syahganda Nainggolan, mengusulkan Mahkama Konstitusi untuk segera dibubarkan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan new.okezone.com (sumber beritanya saya sertakan dibawah), Syahganda Nainggolan mengutarakan gagasan ini menyusul sikap buruk pejabat Yudikatif.
Syahganda Nainggolan mengambil kesimpulan ini setelah Akil Mochtar (AM), Ketua MK non-aktif telah tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang konon kabarnya telah menerima suap atas kasus yang ditangani MK saat itu. Dalam penjelasannya, Syahganda Nainggolan, mengatakan:
"Mahkamah Konstitusi tidak layak ada. Buruknya perilaku kalangan yudikatif menunjukkan bahwa terlalu berat beban bangsa untuk mengurus konstitusi diserahkan pada beberapa orang. Yang perlu dipikirkan bagaimana membubarkan MK" (Okezone, Kamis, 16/10/2013).
Entah seperti apa dan bagaimana sebetulnya logika berfikir seorang Syahganda Nainggolan, dengan penuh keyakinan mengatakan MK sebetulnya tak layak ada dinegeri ini?. Apakah Syahganda Nainggolan, lupa kalau MK itu adalah organ negara yang sampai saat ini keberadaannya masih di butuhkan di negara ini?.
Syahganda Nainggolan sepertinya lupa bahwa pada dasarnya konsep pembentukan Mahkamah Konstitusi di berbagai negara (termasuk juga di Indonesia) sangat terkait dengan perkembangan prinsip-prinsip dan teori ketatanegaraan modern. Negara-negara yang menganut prinsip konstitusionalis, negara hukum, prinsip chack and balance, prinsip demokrasi dan perlindungan HAM harus punya satu lembaga yang bisa mengawal kontitusi di negara itu. Dan saya pikir inilah yang menjadi "roh" dan landasan utama kenapa dulu petinggi-petinggi di negara ini berfikir untuk membentuk yang namanya Mahkama Konstitusi.
Seorang seperti Syahganda Nainggolan harusnya sadar akan sejarah pembentukan Mahkama Konstitusi ini. Mestinya ia kemudian sadar kalau lembaga bernama Mahkama Konstitusi itu tidaklah di bentuk atas ide-ide "serampangan" belaka. Melainkan MK itu sendiri adalah salah satu lembaga negara yang kewenangannya berdasarkan perintah Undang-Undang Dasar (constitutionally entrusted power). Itu artinya, MK di jamin dan di lindungi oleh UUD, bukan UU belaka.
Maka dari itu, saya pikir gambarannya cukup jelas bagaimana usaha, upaya, tenaga, materi serta waktu yang dibutuhkan dalam pembentukan sebuah Mahkama Konstitusi. Lalu kemudian kita akan dengan gampangnya mengatakan, "bubarkan saja MK". Suatu pemikiran yang menurut saya teramat dangkal sekali. Bagaimana bisa MK, suatu lembaga negara yang dulunya kita per-tuan agungkan mau kita bubarkan hanya dengan alasan salah satu oknum (orang) yang ada di dalamnya melakukan tindakan kejahatan?. Apakah dengan segampang itu kita akan melakukan "dosa-dosa" terhadap sejarah bangsa ini?.
Kalaulah seorang Syahganda Nainggolan beralasan bahwa sebenarnya perilaku buruk yang dilakukan oknum pada satu lembaga negara harus dijadikan alasan untuk membubarkan lembaga itu. Maka muncul pertanyaan, di negara ini berapa lembaga negara yang harusnya kita bubarkan?. Apakah Syahganda Nainggolan lupa kalau di lembaga seperti DPR (legislatif), Kepresidenan (Eksekutif), Mahkama Agung (Yudikatif) dan lembaga negara lainnya ada juga oknumnya yang pernah melakukan kejahatan?. Nah, apakah kita harus membubarkan semua lembaga negara ini?. Oh, lagi-lagi saya tidak habis pikir, apa lagi yang kita bisa lakukan setelah itu. Apakah kita sebaiknya membubarkan saja negara ini ?
Menurut saya itu hanya salah satu kesalahan berfikir dari seorang Syahganda Nainggolan. Kesalahan yang lain adalah ketika seorang Syahganda Nainggolan mengemukakan jika MK dibubarkan maka fungsi meguji UU dapat diserahkan pada MPR. Dalam hal ini, apakah Syahganda Nainggolan tidak berfikir siapa itu yang membuat UU? siapa itu DPR dan siapa itu MPR?. Sampai disini, saya cukup yakin bahwa semua orang akan sadar tentang hal ini. Nah sekarang, apakah kita akan menambah kepusingan dan beban di kepala ini?. Saya kira itu pilihan yang paling gampang bagi seorang pemikir! _ Terima Kasih ... [APL]