Mohon tunggu...
Adhyatnika Geusan Ulun
Adhyatnika Geusan Ulun Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penulis, Editor, Motivator dan Da'i

Be Yourself !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena “Valentine Day”

14 Februari 2015   14:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:12 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun

Abstraksi
Santo Valentine telah membuktikan sebagai pribadi yang karyanya mendunia. Menjadi renungan bagi kita semua untuk lebih berkarya agar kelak nama kita juga terukir sebagai pribadi yang selalu dikenang dan abadi dalam hati siapapun yang mengingat kita
Fenomena perayaan ‘Valentine Day’ sungguh menggelitik kita semua. Muda-mudi sibuk mempersiapkan suatu perayaan yang boleh jadi tidak diketahui sejarah asal-muasalnya oleh mereka. Terlepas dari boleh tidaknya merayakan perayaan itu, namun nyatanya setiap tanggal 14 Februari selalu tampak semarak dengan pernak-pernik hari kasih sayang tersebut. Simbol-simbol kasih sayang dapat dengan mudah kita jumpai di berbagai tempat, mulai dari hotel berbintang hingga pelosok pedesaan. Media massa, baik cetak maupun elektronik, turut meramaikan dengan iklan-iklan bertemakan kasih sayang dan cinta berbalut warna ‘pink’ yang identik dengan perayaan yang diperingati oleh seluruh dunia itu.
Sejarah Valentine
Dari berbagai sumber masyhur kita dapati bahwa pada tanggal 14 Februari 270 M, Santo Valentine dibunuh karena perselisihannya dengan penguasa Romawi masa pemerintahan Raja Claudius II (268 - 270 M). Untuk mengagungkan sang santo, yang dianggap sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cobaan hidup, maka para pengikutnya memperingati kematiannya sebagai salah satu 'upacara keagamaan'.
Sekitar abad 16 M, 'upacara keagamaan' tersebut mulai beransur-ansur hilang. Upacara tersebut kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut “Supercalis” yang jatuh pada tanggal 15 Februari. Pada saat orang-orang Romawi masuk Nasrani, pesta 'supercalis' kemudian dikaitkan dengan upacara kematian St. Valentine. Penerimaan upacara kematian St. Valentine sebagai 'hari kasih sayang' juga dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropa bahwa waktu 'kasih sayang' itu mulai bersemi 'bagai burung jantan dan betina' pada tanggal 14 Februari.
Perkembangan selanjutnya, setiap tanggal 14 Februari muda-mudi seluruh dunia saling berkirim hadiah, greeting cards, dan menjadi sesuatu yang sakral ketika mengucapkan kata cinta pada tanggal tersebut.

Hikmah ‘Valentine Day’
‘Valentine Day’ adalah kenyataan yang tidak dapat kita hindari. Fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat haruslah kita sikapi dengan bijak. Generasi muda yang sudah ‘terlanjur’ berkubang dengan keadaan yang menurut mereka ‘enjoy-enjoy’ saja, juga harus kita sikapi dengan sikap terbaik. Sikap terbaik itu adalah dengan memberikan pengertian kepada mereka bahwa kasih sayang tidak terkurung oleh waktu dan terbatas oleh ruang dan masa. Kasih sayang harus tumbuh dan bersemi setiap saat. Setiap detik. Selama nafas kita ada. Selama jantung berdetak, selama itupula kasih sayang harus bersemi dan menyebar kerelung-relung hati orang yang kita kasihi dan sayangi. Bahwa kasih sayang harus diungkapkan dengan berbagai hadiah, pernak-pernik, maupun simbol-simbol cinta adalah sah-sah saja selama semua itu menimbulkan keabadian cinta kasih. Bukankah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, adalah Dzat yang Maha rahman dan rahim, dan bukankah Dia juga Maha Indah selalu mencintai keindahan.
Santo Valentine telah membuktikan sebagai pribadi yang karyanya mendunia. Menjadi renungan bagi kita semua untuk lebih berkarya agar kelak nama kita juga terukir sebagai peribadi yang selalu dikenang dan abadi dalam hati siapapun yang mengingat kita.
Tujuan utama menciptakan serta mengungkapkan rasa kasih sayang tentu sangat baik. Bahkan Rasulullah SAW bersabda :“Tidak beriman salah seorang di antara kamu sehingga ia cinta kepada saudaranya seperti cintanya kepada diri sendiri”. Yang harus dihindari dari perayaan ‘Valentine Day’ adalah dengan berpesta pora, serta melakukan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah norma dan etika yang berlaku di masyarakat, terlebih agama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun