Mohon tunggu...
Adhitya Ramadhan
Adhitya Ramadhan Mohon Tunggu... Buruh - Blogger

Sudah jadi Blogger sejak 2012, tapi masih anak kemaren sore kalau di platform Kompasiana. 𝐈𝐧𝐟𝐨 𝐋𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐋𝐞𝐧𝐠𝐤𝐚𝐩: https://adhitya.jiaara.com

Selanjutnya

Tutup

Film

Studi Karakter: Gaara, Terluka Bukan Berarti Menjadi Jahat?

1 Juni 2022   08:38 Diperbarui: 1 Juni 2022   08:45 2896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kazekage Sabaku Gaara. (wallpaperflare)

Beberapa tahun lalu, salah satu film Joker membuat jagat maya Indonesia ramai karena warga Twitter membuat plesetan salah satu kutipan yang terkenal dari film ini "Orang Jahat terlahir dari orang baik yang tersakiti". Hal ini pun sudah banyak diketahui dan banyak terdapat di sosial media.

Namun berbeda dari Serial Anime Naruto, salah satu anime paling populer di dunia. Sebagian besar kesuksesannya berasal dari kemampuan pencipta yaitu Masashi Kishimoto. Naruto adalah karakter utama dari Anime ini. Namun mari ketahui salah satu karakter Antagonis mereka yang berhasil berdamai dengan luka yang ia miliki. Sabaku Gaara yang sekarang sudah menjadi seorang Kazekage termuda di Serial Naruto Shippuden.

Sabaku Gaara pertama kali muncul sebagai karakter jahat yang gila dan sadis yang merupakan foil untuk sang protagonis, Uzumaki Naruto. Gaara digambarkan sebagai karakter yang sadis, keras kepala, berkemauan keras dan impulsif. Saking sadisnya, motto yang ia miliki terdengar sangat tak memperdulikan orang lain yaitu "cinta untuk diri sendiri". Motto tersebut tercipta karena tragedi di masa lalunya.

Saat Gaara berusia 6 tahun, ayahnya berusaha menyingkirkannya melalui orang kepercayaan Gaara yaitu Yashamaru si Pengasuh sekaligus pamannya. Ayah Gaara, Rasa (Kazekage Keempat) adalah pria yang kejam dan pemimpin yang dipertanyakan. Rasa menghadapi tekanan yang meningkat dari Dewan Suna karena Gaara tidak mampu mengendalikan Shukaku (Binatang berekor satu, 1 dari 7 jenis biju). Alih-alih tewas karena serangan Yashamaru, Gaara malah berhasil mengalahkannya. Diliputi kesedihan oleh tindakan dan kata-kata terakhir Yashamaru, Gaara berubah menjadi Shukaku dan menyerang Suna akan tetapi dapat dihentikan oleh Ayahnya.

"Saya adalah peninggalan yang ingin mereka singkirkan, jadi mengapa saya ada dan hidup? Untuk ada, Anda membutuhkan tujuan. Ada tanpa alasan sama dengan mati… Lalu aku sampai pada kesimpulan bahwa aku hanya akan mencintai diriku sendiri dan berjuang hanya untuk diriku sendiri.”

Setelah tragedi yang menimpanya tersebut Gaara mengukir simbol Ai (愛) di dahinya untuk menekankan cinta diri, tapi sebenarnya ada alasan lain yaitu sebagai seorang anak, Gaara ingin penduduk di desanya menerima dia meskipun mereka takut akan fakta bahwa Gaara adalah seorang jinchuriki. Dia sering baik kepada penduduk desa dan menawarkan bantuan kepada mereka, tetapi secara tidak sengaja menyakiti mereka karena kurangnya kendali atas Shukaku.

Jika kita dapat memposisikan sebagai seorang Gaara. Berapa harga yang harus kita bayar untuk menghilangkan rasa luka pada masa lalu? Gaara mengorbankan perasaan murninya demi mencapai sebuah kebebasan dari ancaman atas keberadaannya, bahkan jika itu berarti merengut nyawa orang lain. Jika demikian, apakah kita yang harus membayar lunas atau menanggung penderitaan yang ia derita? Aneh rasanya, jika seorang karakter fiksi dapat membantu kita untuk menjawab pertanyaan tersebut.Cukup lihat perjuangan Naruto, dengan latar belakang masa lalu yang sama, Naruto mengajak dirinya untuk tidak menanggung lukanya sendiri.  Simbol cinta di dahinya kemudian menjadi pengingat tentang siapa dia, dan siapa dia sebenarnya.

Lantas apakah ada orang seperti Gaara di dunia nyata? Banyak kok. Secara sederhana, karakter Gaara ataupun Naruto (pra Naruto Shippuden) sekaligus adalah perumpamaan dari anak-anak yang tidak beruntung karena masalah terharap orang tuanya ataupun karena hanya memiliki sedikit orang yang mempercayai mereka. Sebagai contoh kasus anak-anak jalanan yang melakukan vandalisme (walaupun tidak semua). Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak yang terlantar diabaikan oleh orang tuanya. Untungnya ketika mereka terjaring, mereka tidak dimasukan ke dalam penjara melainkan dibina bahkan mereka dibimbing untuk hidup yang lebih baik lagi. Mungkin kita kesal terhadap tindakan-tindakan mereka terhadap fasilitas-fasilitas publik. Namun seharusnya kita lebih sensitif terhadap kebenaran yang terjadi dibelakangnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun