Mohon tunggu...
Adhit Yajulianto
Adhit Yajulianto Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

bermain game merupakan hobi dan kesukaan saya disela kegiatan saya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Filosofi Budaya Bali dalam Pertanian Berkelanjutan

8 Februari 2024   20:43 Diperbarui: 8 Februari 2024   20:44 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://amp.kompas.com/regional/read/2020/06/29/19485861/mengenal-filosofi-dan-nilai-budaya-subak-yang-jadi-primadona-turis-di-bali

Bali terkenal akan keindahannya, terbukti Pulau Bali termasuk dalam  top 20 destinasi wisata terpopuler di dunia.

Terlepas dari keindahannya, Pulau Bali memiliki banyak sekali  filosofi budaya Bali yang berkaitan dengan pertanian berkelanjutan.

Sebelum kita mengetahui filosofi dan budaya bali, kita harus terlebih dahulu mengetahui apa itu pertanian berkelanjutan?

Pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDM) yang berkembang dengan seiring kemajuan teknologi dan kearifan lokal budaya sebagai pijakannya. Pertanian berkelanjutan meliputi tiga aspek utama, aspek tersebut terdiri dari Social (sosial), Environment( lingkungan), dan Economy ( ekonomi).

Kenapa harus meliputi tiga aspek?

Karna pertanian berkelanjutan merupakan cara yang efisien dan efektif untuk menghasilkan sebuah produk pengolahan pertanian yang aman, sekaligus meningkatkan dan melindungi produktivitas lingkungan alam dan ekonomi.

Kaitan Filosofi Budaya Bali dengan Pertanian Berkelanjutan

Filosofi Budaya Bali yang memliki keterkaitan dengan pertanian Berkelanjutan yaitu Tri Angga dan Tri Hata Karana. 

Tri Angga merupakan sebuah kearifan lokal yang berhubungan dengan konsep arsitektur Tradisional Bali yang digunakan oleh kebanyakan masyarakat Bali. Filosofi ini memiliki arti yaitu manusia harus selalu berusaha  dalam menjaga hubungan harmonis dan seimbang dengan lingkungan. Tri Angga memiliki tiga bagian yang berhubungan dengan keseimbangan alam, tiga bagian itu dibagi menjadi:

- Utama Angga: merupakan bagian atas dan paling sakral.

- Madya Angga: merupakan bagian tengah.

- Nista Angga: merupakan bagian terendah dan merupakan bagian yang tidak suci.

Apakah kalian pernah mendengar berita tentang larangan melakukan wisata dan mendaki gunung di Bali?

Gunung merupakan bagian utama/ atas dari yang lain, maka gunung termasuk kedalam Utama Angga karena Gunung di Bali sering dipakai sebagai tempat ritual keagamaan sehingga dapat diartikan sebagai  tempat yang paling suci dan sakral. Madya Angga dapat merupakan bagian tengah, maka dapat  diartikan sebagai aktivitas perkotaan dalam  masyarakat. Sedangkan Nista Angga merupakan terendah yang tidak suci, sebagai contoh orang-orang boleh menggunakan pakaian terbuka dipantai karna termasuk dalam Nista Angga.

Lalu apa hubunganya Tri Angga dengan Pertanian Berkelanjutan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka harus menjawab melalui tiga aspek dari pertanian berkelanjutan.

- Social (sosial): Tri Angga merupakan salah satu filosofi dari kebudayaan Pulau Bali, sehingga masyarakat akan melestarikan kebudayaan tersebut.

- Environment( lingkungan): Gunung merupakan bagian dari Utama Angga. Selain sebagai tempat suci, dalam sudut pandang lingkungan Gunung di Bali masih aman dan produktivitas lingkungan masih terjaga, sehingga terhindar dari pemanasan global dan erosi.

- Economy ( ekonomi): Jika lingkungan Gunung di Bali masih aman dan produktivitas lingungan masih terjaga, maka akan meminimalisir terjadinya kerugian dari erosi.

Tri Hata Karana merupakan filosofi dalam kebudayaan agama Hindu dibali yang menjelaskan tentang hubungan harmonis antara alam, manusia, dan Tuhan. Tri Hata Karana juga memiliki arti yaitu tiga penyebab kemakmuran. Tri Hata Karana mengajarkan bahwa manusia harus saling hidup berdampingan dengan cara saling menghargai dan toleransi. Tri Hata Karana dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

       - Parahyangan:  Dengan melakukan hubungan dengan Tuhan.

       - Pawongan:  Dengan melakukan hubungan melalui  sesama manusia.

       - Palemahan: Melakukan hubungan dengan alam dan lingkungan.

 Filosofi Tri Hata Karana juga memiliki kaitan dengan sistem  Pertanian Berkelanjutan, salah satu contohnya yaitu subak Bali.

Subak merupakan suatu sistem pengairan yang berhubungan dengan hukum adat yang mempunyai ciri khas, pertanian, agama, dan sosial  dengan tujuan memperoleh sumber air, untuk memenuhi kebutuhan air dalam produktivitas tanaman. Cara kerja subak dengan cara mengatur irigasi air untuk mengairi setiap persawahan dengan mengelola sistem bertingkat dengan disertai pembagian setiap anggota. Subak memiliki ciri khas dalam ritual keagamaan, ritual tersebut yaitu:

 - ngawiwit: Merupakan  kegiatan upacara  menabur benih.

- mecaru: Merupakan kegiatan upacara dengan tujuan agar terhindar dari hama.

- ngusaba: Merupakan kegiatan upacara menjelang agar panen.

https://amp.kompas.com/regional/read/2020/06/29/19485861/mengenal-filosofi-dan-nilai-budaya-subak-yang-jadi-primadona-turis-di-bali
https://amp.kompas.com/regional/read/2020/06/29/19485861/mengenal-filosofi-dan-nilai-budaya-subak-yang-jadi-primadona-turis-di-bali

Lalu apa hubunganya Tri Hata Karana dan Subak Bali dengan Pertanian Berkelanjutan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka harus menjawab melalui tiga aspek dari pertanian berkelanjutan.

- Social (sosial): Tri Hata Karana merupakan salah satu filosofi dari kebudayaan Pulau Bali, sehingga masyarakat akan melestarikan kebudayaan tersebut. dengan adanya sistem subak dapat melestarikan budaya tradisi lokal dengan melakukan ritual keagamaan dalam siklus pertanian 

- Environment( lingkungan): Dengan melakukan sistem subak, akan mencegah erosi tanah karna  subak menggunakan sistem terasering. 

- Economy ( ekonomi): Dengan mengatur pola dan pembagian air pada tanaman, akan mengurangi kerugiaan dari segi perairan.

Untuk melakukan pertanian berkelanjutan, maka hal dasar yang harus kita pelajari yaitu filosofi atau kearifan lokal. Kearifan lokal menjadi dasar pondasi untuk menjadi pertanian berkelanjutan. Seiring perkembangan jaman akan berpengaruh dengan perubahan kebudayaan. Oleh karna itu, lestarikan budaya Kearifan lokal supaya dapat menjalankan sistem pertanian berkelanjutan seiring dengan kemajuan teknologi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun