Mohon tunggu...
Adhitama PangestuAshary
Adhitama PangestuAshary Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Seorang Mahasiswa UMY yang tertarik membahas Isu sosial nasional maupun internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi Pemerintah Indonesia dalam Deradikalisasi Mantan Teroris WNI

20 Juli 2023   20:11 Diperbarui: 20 Juli 2023   20:37 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tujuan utama dari program deradikalisasi adalah mengubah ideologi atau pemahaman individu radikal agar dapat kembali ke moderasi dengan cara mematahkan pemahaman terhadap ajaran radikal tersebut. Karena pelaku terorisme di Indonesia sebagian besar melakukan aksinya atas dasar Jihad, atau berjuang membela penganut dan ajaran Islam, maka program deradikalisasi dirancang untuk memberikan kontra argumentasi dari pemahaman Islam.

Program deradikalisasi BNPT terbagi menjadi dua jenis. Pertama, program deradikalisasi di luar penjara bagi mantan napi teroris dan keluarganya yang rentan terhadap radikalisme. Program ini lebih dikonsentrasikan pada kemandirian ekonomi keluarga narapidana terorisme, proses rekonsiliasi atau reintegrasi mantan narapidana terorisme yang telah dideradikalisasi ke dalam masyarakat sosial arus utama, dan pencegahan agar nantinya mantan narapidana terorisme tidak kembali melakukan perbuatan. terorisme. Tipe kedua adalah program deradikalisasi yang dilakukan di Lapas. 

Program ini ditujukan bagi narapidana terorisme kategori inti dan militan. Pelaksanaan program ini dipusatkan pada perubahan ideologi radikal para narapidana dan melalui empat tahap yaitu tahap identifikasi, rehabilitasi, reedukasi dan rekonsiliasi.

Deradikalisasi di Lapas meliputi tahapan identifikasi, rehabilitasi, reedukasi, dan resosialisasi. Deradikalisasi di luar penjara meliputi tahapan identifikasi, pembinaan keagamaan, pembinaan wawasan kebangsaan, dan pembinaan kemandirian atau kewirausahaan. Sasaran program deradikalisasi di luar Lapas adalah eks Narapidana Terorisme, keluarga dan jaringan atau yang berhubungan dengan teroris (Sugiarto, 2020).

Pendekatan persuasif yang ditekankan dalam program deradikalisasi, baik di dalam maupun di luar Lapas didasarkan pada konsep dasar teori disengagement dan konstruktivisme. Yakni konsep identitas, norma, struktur dan bahasa. Konsep-konsep tersebut dinilai cocok untuk merehabilitasi individu radikal pada tahap personal, sehingga individu tersebut berpeluang untuk mengubah ideologi radikalnya (deradikalisasi), setelah sebelumnya mengalami proses disengagement. Sehingga, keberhasilan program deradikalisasi diharapkan dapat menumbangkan sel-sel teroris di Indonesia secara perlahan. Program deradikalisasi di Indonesia menyasar tiga level, yaitu ideologi, perilaku, dan organisasi.

Partisipasi publik telah memainkan peran penting dalam program deradikalisasi di Indonesia. Ini akan melibatkan setiap elemen masyarakat untuk mengembalikan kepercayaan mantan teroris. Hal ini dapat dilihat dari penelitian (Sarjito, 2019) menyebutkan bahwa untuk memperkuat partisipasi publik perlu dikembangkan tiga model yaitu informasi, konsultasi, dan partisipasi aktif. 

Model ini dibuat untuk menggambarkan setiap karakter dalam masyarakat, tingkat partisipasi dan menempatkannya dalam siklus kebijakan. Dengan memiliki model ini, kita juga dapat mengidentifikasi seberapa aktif dan kemauan peserta terhadap desain melalui pemantauan dan evaluasi di akhir. Selanjutnya, penelitian ini juga menempatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai badan terpenting untuk mencapai tujuan deradikalisasi melalui pengurangan kekuasaan, pengetahuan dan kecerdasan tertentu (Ulyana & Azzahara, 2021).

Tantangan yang Dihadapi Pemerintahan Indonesia dalam upaya Deradikalisasi

Kemudahan akses informasi melalui internet atau media cetak dan buku-buku yang memuat ajaran terorisme radikal. Kemudahan akses materi radikal dapat mempercepat proses radikalisasi terorisme baik secara mandiri maupun kelompok melalui diskusi dan atau pembelajaran. Distorsi pemahaman tentang jihad dan mati syahid sebagai amalan tertinggi dalam Islam. Penyimpangan dua terminologi penting dalam Islam ini digunakan untuk memikat seseorang menjadi teroris dan mengorbankan nyawanya demi kenikmatan surgawi.

Menurut (Suratman, 2017), salah satu solusi yang mungkin untuk mengatasi ketidakefektifan program deradikalisasi adalah petugas program di lapas harus memahami konsep deradikalisasi, dan tidak bisa hanya berlatar belakang ilmu kriminal dan extra-ordinary crime, petugas program di lapas dapat menangani narapidana yang teradikalisasi dengan merangkul keberadaan keluarga dan tokoh agamanya. 

Selain itu, program officer memiliki kemampuan untuk menafsirkan Al-Qur’an. Untuk kasus Indonesia, BNPT harus diberdayakan secara otoritas dan finansial untuk melakukan program deradikalisasi. Agenda utamanya adalah menyediakan banyak program officer yang mumpuni untuk mengawal jalannya deradikalisasi Islam.

Program deradikalisasi adalah program de-Islamisasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa 30% mantan teroris yang menjadi sasaran deradikalisasi kebal terhadap program tersebut. BNPT kurang hati-hati dalam memilih mitra untuk menjalankan program. 

Banyak mitra yang ditunjuk BNPT tidak memiliki akses ke masyarakat sasaran program sehingga program tidak efektif sehingga program deradikalisasi kurang efektif. Dalam penelitian terhadap beberapa mantan teroris menyatakan bahwa deradikalisasi tidak efektif karena cenderung pada aspek ideologis. Sementara itu, ideologi sendiri sulit diubah tanpa upaya terus menerus yang meliputi beberapa aspek seperti kesejahteraan, pendidikan dan sosial budaya (Isnanto, (2015).

Kesimpulan

Tujuan utama dari program deradikalisasi adalah untuk mengubah ideologi atau pandangan dunia individu radikal sehingga mereka dapat kembali ke moderasi. Program ini menggabungkan pendekatan luar dan dalam penjara. Di luar penjara, program deradikalisasi berkonsentrasi pada kemandirian ekonomi keluarga mantan teroris, mengintegrasikan mereka kembali ke masyarakat, dan mencegah mereka terlibat terorisme lagi. Program ini ditujukan bagi pelaku terorisme inti dan militan di dalam Lapas, dengan penekanan pada perubahan ideologi mereka melalui tahapan identifikasi, rehabilitasi, reedukasi, dan rekonsiliasi.

Di dalam dan di luar penjara, program deradikalisasi didasarkan pada strategi berbasis persuasi berdasarkan konsep disengagement dan konstruktivisme. Melalui pengembangan model informasi, konsultasi, dan partisipasi aktif, partisipasi publik juga memainkan peran penting dalam memulihkan kepercayaan terhadap mantan teroris. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga memainkan peran penting dalam mencapai tujuan deradikalisasi dengan mengurangi kemampuan, pengetahuan, dan kecerdasan tertentu.

Selain itu, pemerintah Indonesia menghadapi kendala dalam upaya deradikalisasinya. Kemudahan akses konten radikal melalui internet dan media menimbulkan bahaya percepatan proses radikalisasi. Persepsi yang menyimpang tentang jihad dan kesyahidan dalam Islam juga menjadi faktor perekrutan teroris. Solusi yang diusulkan termasuk pemahaman yang lebih besar tentang petugas program lapas, keterlibatan keluarga dan tokoh agama, dan penguatan otoritas dan keuangan BNPT.

Selain itu, keberhasilan program deradikalisasi dipengaruhi oleh pemilihan mitra dan inisiatif yang tepat yang menggabungkan faktor kesejahteraan, pendidikan, dan sosial budaya. Dalam beberapa kasus, deradikalisasi tidak efektif karena penekanan berlebihan pada aspek ideologi yang sulit diubah tanpa upaya berkelanjutan.

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah, masyarakat, lembaga terkait, dan individu yang terlibat dalam program deradikalisasi harus terus berupaya dan berkolaborasi. Program deradikalisasi Indonesia diperkirakan akan menjadi alat yang efektif untuk memerangi ekstremisme dan terorisme jika mampu memahami kompleksitas masalah dan hambatan yang dihadapi.

Referensi

Isnanto, S. H. ((2015). Problems and Challenges on Radicalization and Deradicalization of Terrorism in Indonesia. Jurnal Pertahanan, 5(2), 120-132.

Sarjito, A. S. (2019). Strengthening Public Participation in Deradicalization in Indonesia. International Journal of Science and Research, 8(12), 252-257.

Sugiarto, S. (2020). Communication Strategy of the National Counter Terrorism Agency in the Deradicalization Program in Indonesia. Jurnal Pertahanan & Bela Negara,, 10(2), 195-214.

Suratman, Y. P. (2017). . The effectiveness of de-radicalization program in Southeast Asia: does it work?; the case of Indonesia, Malaysia, and Singapore. Journal of ASEAN Studies, 5(2), 135-156.

Ulyana, A. R., & Azzahara, Y. (2021). De-radicalization Program: The Case Study of Indonesia. International Journal of Business, Economics and Social Development, 2(2), 78-88.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun