[caption caption="sara"][/caption]
Kau menatapku dingin
Aku bisa merasakan tatapanmu lebih dingin dari es di kutub
Tanganmu menggenggam belati
Siap ditancapkan pada tubuhku
Apa salahku...
Hingga kau tega melakukannya
Kau tega membunuh tiap mimpi-mimpiku
Kau tega menghancurkan harapan yang kumiliki
Bunda pertiwi...
Bukankah aku juga adalah anakmu
Yang terlahir di tanah permaimu
Yang tumbuh dan menjadi dewasa di bawah kepak garudamu
Yang mengais hari dengan upaya dan keringatku sendiri
Tapi mengapa anakmu yang lain ingin membunuhku...
Bukankah kau bunda yang selalu mengajari kami
Santun dalam perbedaan
Ramah meski tak sama
Bukankah binneka tunggal ika
Adalah warisan yang kau taruh di hati kami
Tapi mengapa warna kulit dan keyakinan
Seperti jurang yang memisahkan aku dan saudaraku
Sara...
Berhentilah berusaha membunuhku
Berhentilah menjadi profokator antara aku dan saudaraku
Sekalipun tampaknya kami berbeda
Tapi kami tetap sama
Darah kami sama merahnya
Hati kami sama sucinya
Suci untuk membangun negeri tercinta...
Â
Makassar, 27 maret 2016
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H