Mohon tunggu...
Adhi Pranantya
Adhi Pranantya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi bermain game dan mengamati militer

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Analisis Komunikasi Persuasif 'Promo Akhir Tahun 2024' Di Media Sosial Oleh Shopee Dan Traveloka

23 Januari 2025   20:15 Diperbarui: 23 Januari 2025   20:15 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shopee 1.1 New Year Sale Sumber: Akun Tikok Shopee Indonesia 

Pada akhir tahun 2024, khususnya pada bulan Desember 2024 hingga Januari 2025, terdapat banyak promo atau diskon spesial akhir tahun yang disediakan oleh banyak perusahaan atau platform hiburan hingga marketplace, seperti Shopee dan Traveloka. Hal ini bertujuan untuk menarik perhatian konsumen, terutama bagi konsumen yang ingin berhemat karena bisa mendapatkan diskon besar-besaran. Konsumen bisa mendapatkan barang dan jasa yang mereka inginkan dengan harga lebih rendah, sehingga dapat meningkatkan omzet penjualan pada perusahaan atau platform tersebut. Dengan adanya program promo atau diskon ini, strategi komunikasi persuasif sangat berperan penting dalam memengaruhi konsumen, terutama generasi milenial (1977-1995) dan generasi Z (1996-2010). Analisis dalam artikel ini akan menggunakan teori komunikasi persuasif Elaboration Likelihood Model (ELM) oleh Petty dan Cacioppo (1986) yang didukung dengan data-data terpublikasi.

Shopee, sebagai salah satu platform e-commerce terbesar di Indonesia, memanfaatkan strategi komunikasi berbasis jalur perifer dalam iklan promosi akhir tahunnya. Elemen visual menjadi daya tarik utama dalam iklan mereka, dengan warna oranye cerah yang mendominasi. Warna ini menciptakan kesan energik dan mendesak, yang menurut penelitian oleh Singh (2006), efektif untuk memengaruhi emosi konsumen. Selain itu, Shopee menambahkan elemen penawaran waktu terbatas seperti "DISKON S/D 70%" dan "Voucher Diskon hingga Rp1.000.000". Strategi ini memanfaatkan rasa takut kehilangan (fear of missing out atau FOMO), sebagaimana dijelaskan oleh Cialdini (2001), bahwa urgensi dapat mendorong audiens untuk bertindak lebih cepat.

Bergabung dengan elemen visual yang menarik, Shopee juga sering menggandeng selebritas populer, seperti anggota girlband JKT48, untuk memperkuat daya tarik pesan mereka. Keberadaan figur publik ini mendukung teori source attractiveness, di mana daya tarik sumber pesan dapat meningkatkan kredibilitas dan keterlibatan audiens (Ohanian, 1990). Dalam konteks ini, audiens yang terpapar iklan Shopee cenderung tidak melakukan evaluasi mendalam terhadap penawaran, melainkan lebih dipengaruhi oleh visual menarik, diskon besar, dan kehadiran influencer yang mereka kenal.

Campbell dan Keller (2003) dalam penelitian mereka mengenai familiaritas merek dan efek repetisi iklan menyatakan bahwa pengulangan pesan iklan dapat meningkatkan kesadaran dan pengenalan merek. Ini sejalan dengan strategi Shopee yang sering mengulang pesan-pesan promosi mereka, dengan diskon besar dan urgensi terbatas yang terus-menerus ditampilkan dalam berbagai format iklan. Repetisi ini berfungsi untuk memperkuat pesan dan meningkatkan pengaruhnya terhadap konsumen, khususnya di kalangan audiens muda yang terpapar berbagai iklan secara simultan.

Shopee 1.1 New Year Sale Sumber: Akun Tikok Shopee Indonesia 
Shopee 1.1 New Year Sale Sumber: Akun Tikok Shopee Indonesia 

Berbeda dengan Shopee, Traveloka mengadopsi pendekatan komunikasi persuasif yang lebih mengandalkan jalur pusat. Dalam iklan promosi akhir tahunnya, Traveloka menyajikan informasi yang lebih rinci seperti "Diskon hingga 30%" untuk pemesanan hotel di BSD City. Penyampaian informasi ini bertujuan untuk mendorong audiens mengevaluasi manfaat penawaran secara rasional. Jalur pusat ini menargetkan audiens yang memiliki keterlibatan tinggi, terutama mereka yang sedang merencanakan liburan dengan cermat.

Diskon 30% Staycation di BSD City Sumber: Akun Instagram traveloka.id
Diskon 30% Staycation di BSD City Sumber: Akun Instagram traveloka.id

Traveloka menghadirkan informasi detail seperti diskon hingga 30% untuk penerbangan dan hotel, mengajak konsumen menilai penawaran secara rasional. Menekankan penawaran detail dan kemudahan pemesanan memberikan nilai tambah. Iklan yang menampilkan saat-saat menyenangkan bersama keluarga dan teman selama liburan menggunakan emosi positif untuk mendorong pembelian. Elliott dan Percy (2007) dalam Strategic Advertising Management menunjukkan bahwa pemasaran yang efektif tidak hanya mengandalkan informasi rasional, tetapi juga harus menggabungkan elemen emosional yang dapat meningkatkan keterlibatan konsumen. Hal ini terlihat pada iklan Traveloka yang tidak hanya menyajikan informasi rasional tentang diskon, tetapi juga menekankan manfaat emosional seperti kebahagiaan bersama keluarga. Elemen emosional ini dapat membantu konsumen merasakan keterhubungan yang lebih kuat dengan merek, yang pada gilirannya mendorong keputusan pembelian yang lebih positif.

Diskon Staycation di Hotel Majapahit SurabayarSumber: Akun Instagram traveloka.id
Diskon Staycation di Hotel Majapahit SurabayarSumber: Akun Instagram traveloka.id

Selain itu, Traveloka menggunakan elemen emosional yang positif dalam iklannya. Gambar hotel yang nyaman dan pesan tentang momen kebersamaan dengan keluarga menciptakan daya tarik emosional. Menurut Damasio (1994), emosi berperan penting dalam proses pengambilan keputusan, bahkan ketika informasi rasional menjadi dasar pertimbangan. Dengan menonjolkan kemudahan pemesanan dan manfaat praktis dari layanannya, Traveloka berhasil menyasar audiens yang lebih reflektif.

Teori ELM oleh Petty dan Cacioppo (1986) menjelaskan bahwa tingkat keterlibatan audiens memengaruhi jalur persuasi yang dominan. Dalam konteks ini, audiens dengan keterlibatan rendah cenderung memproses pesan melalui jalur perifer, di mana mereka lebih terpengaruh oleh elemen visual atau isyarat sederhana seperti popularitas sumber pesan. Sebaliknya, audiens dengan keterlibatan tinggi cenderung memproses pesan melalui jalur pusat, di mana mereka menganalisis argumen dan informasi yang diberikan secara lebih mendalam. Strategi Shopee yang memanfaatkan visual mencolok dan urgensi waktu jelas dirancang untuk menarik perhatian audiens yang terpapar secara impulsif, sesuai dengan prinsip jalur perifer dari ELM. Pendekatan ini juga memperhitungkan fakta bahwa banyak pengguna Shopee adalah generasi milenial dan Gen Z, yang sering kali memiliki rentang perhatian singkat di media sosial.

Urgensi sebagai elemen persuasi juga dijelaskan secara mendalam oleh Cialdini (2001). Ia menyebut bahwa rasa takut kehilangan kesempatan (fear of missing out atau FOMO) adalah salah satu pendorong psikologis utama yang dapat mengarahkan konsumen untuk segera bertindak. Dalam iklan Shopee, penawaran waktu terbatas dan diskon besar seperti "DISKON S/D 70%" menjadi isyarat kuat yang memanfaatkan rasa FOMO. Ketika audiens merasa bahwa kesempatan ini tidak akan datang lagi, mereka lebih mungkin untuk melakukan pembelian tanpa berpikir panjang. Hal ini menunjukkan efektivitas jalur perifer dalam memengaruhi audiens yang tidak terlibat secara mendalam.

Sementara itu, strategi Traveloka menunjukkan penerapan jalur pusat yang lebih fokus pada argumen rasional. Dengan menyajikan informasi detail seperti "Diskon hingga 30%" dan menonjolkan kenyamanan serta kebahagiaan yang dapat diperoleh saat liburan, Traveloka mengundang audiens untuk mempertimbangkan manfaat secara logis. Menurut penelitian Patterson dan Mastracci (2019), emosi tetap berperan meskipun audiens menggunakan jalur pusat. Dalam konteks ini, visual hotel yang nyaman dan suasana liburan yang menyenangkan mendukung elemen rasional dengan memberikan pengalaman emosional yang positif. Hal ini memperkuat argumen bahwa meskipun jalur pusat dominan, elemen emosional tetap dapat meningkatkan daya tarik pesan.

Analisis menunjukkan bahwa Shopee dan Traveloka menggunakan komunikasi persuasif dengan cara yang berbeda-beda bergantung pada produk dan target audiens mereka, namun keduanya berfokus pada menciptakan rasa urgensi dan memanfaatkan norma dan emosi sosial untuk mendorong keputusan pembelian. Shopee memanfaatkan jalur perifer dengan fokus pada impulsivitas konsumen, sementara Traveloka lebih mengedepankan jalur pusat yang mengundang evaluasi mendalam. Dalam konteks ini, strategi Shopee lebih efektif untuk audiens yang terpapar iklan secara cepat dan memiliki waktu terbatas untuk membuat keputusan, seperti generasi milenial dan Gen Z yang aktif di media sosial. Sementara itu, strategi Traveloka lebih cocok untuk audiens yang memprioritaskan perencanaan dan mempertimbangkan manfaat rasional, seperti keluarga yang sedang merencanakan liburan akhir tahun.

Lebih lanjut, penelitian oleh Singh (2006) tentang dampak warna dalam pemasaran menunjukkan bahwa warna memiliki pengaruh signifikan terhadap persepsi dan emosi konsumen. Shopee menggunakan warna oranye cerah dalam iklannya untuk menciptakan rasa energik dan urgensi, sedangkan Traveloka lebih mengandalkan warna yang mencerminkan ketenangan dan kenyamanan. Perbedaan ini mencerminkan bagaimana kedua platform menyesuaikan elemen visual mereka dengan strategi persuasi yang berbeda. Dalam hal ini, warna menjadi bagian dari isyarat perifer yang mendukung tujuan masing-masing platform.

Pendekatan-pendekatan ini menunjukkan bahwa baik Shopee maupun Traveloka telah berhasil menerapkan teori persuasi dengan cara yang disesuaikan dengan target audiens mereka. Shopee mengoptimalkan jalur perifer untuk menarik perhatian impulsif, sementara Traveloka menggunakan jalur pusat untuk menyasar audiens yang lebih reflektif. Kedua strategi ini, meskipun berbeda, sama-sama efektif dalam menciptakan daya tarik dan mendorong keputusan pembelian. Shopee dan Traveloka menunjukkan bagaimana strategi komunikasi persuasif dapat disesuaikan dengan karakteristik produk dan audiens. Shopee berhasil menarik perhatian audiens impulsif melalui jalur perifer yang mengandalkan visual menarik, diskon besar, dan urgensi. Sementara itu, Traveloka efektif menyasar audiens reflektif melalui jalur pusat yang menawarkan informasi rasional dan manfaat praktis. Dengan memanfaatkan teori ELM dan prinsip persuasi lainnya, kedua platform ini berhasil menciptakan iklan yang tidak hanya menarik perhatian tetapi juga mendorong tindakan.

DAFTAR PUSTAKA

 

TikTok Shopee. (2024). Post Campaign

Instagram Shopee. (2024). Post Campaign

Instagram Traveloka. (2024). Post Campaign

Berger, J. (2013). Contagious: Why things catch on. Simon and Schuster.

Brehm, S. S., & Brehm, J. W. (2013). Psychological reactance: A theory of freedom and control. Academic Press.

Campbell, M. C., & Keller, K. L. (2003). Brand familiarity and advertising repetition effects. Journal of Consumer Research, 30(2), 292-304.

Cialdini, R. B. (2004). The science of persuasion. Scientific American Mind, 14(1), 70-77.

Elliott, R., & Percy, L. (2020). Strategic Advertising Management. Academic.

Petty, R. E., & Cacioppo, J. T. (1986). Communication and Persuasion: Central and Peripheral Routes to Attitude Change. Springer-Verlag.

Petty, R. E., & Cacioppo, J. T. (2012). Communication and persuasion: Central and peripheral routes to attitude change. Springer Science & Business Media.

Percy, L., & Elliott, R. H. (2020). Strategic Advertising Management. Academic.

Santosa, A. (2013). Psikologi Persuasi. Elex Media Komputindo.

Singh, S. (2006). Impact of color on marketing. Management decision, 44(6), 783-789.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun