Mohon tunggu...
Adhi Pranantya
Adhi Pranantya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi bermain game dan mengamati militer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Retorika Dialektika, Analisis Kampanye #AllEyesOnRafah Menggunakan Retorika dan Dialektika

16 Oktober 2024   23:40 Diperbarui: 16 Oktober 2024   23:40 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"All Eyes On Rafah" merupakan kampanye global yang menyerukan perhatian dunia terhadap krisis kemanusiaan di kota perbatasan Rafah antara Gaza dan Mesir. Kota ini menjadi titik kunci dalam konflik Israel-Palestina, terutama blokade yang diberlakukan Israel terhadap Gaza sejak tahun 2007. Blokade tersebut telah menimbulkan kesulitan yang signifikan bagi warga Gaza, termasuk kurangnya pasokan makanan, obat-obatan, bahan bakar dan bantuan kemanusiaan lainnya. Salah satu akses utama warga Gaza untuk mengakses kebutuhan mendesak tersebut adalah titik penyeberangan Rafah yang dikelola oleh Mesir. Namun, penyeberangan ini sering kali ditutup, sehingga semakin memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza.

Rafah, kota yang dikenal sebagai kawasan teraman, juga menjadi kota terakhir bagi warga sipil Palestina. Namun jelas bahwa Rafah tetap menjadi tempat serangan Israel, dan dia mempunyai alibi untuk menyerang Hamas. Rafah, yang kini menjadi ujung paling selatan Gaza, menjadi perhentian terakhir dalam perjalanan yang penuh kesengsaraan. Sasaran Israel bukan hanya Hamas. Sebaliknya, mereka ingin meruntuhkan Palestina dengan membunuh warga sipil, anak-anak dan perempuan. Sehingga mereka bisa menguasainya. Akibat penyerangan tersebut, banyak terjadi protes dan aksi solidaritas terhadap Palestina yang terus menimbulkan kebakaran di dunia maya maupun dunia nyata. Pelajar dan akademisi dari Amerika Serikat dan Eropa hingga Asia, termasuk Indonesi

"Rafah merupakan tempat penampungan Palestina karena penduduknya tidak bisa lagi bergerak lebih jauh, tempat ini sudah berada di ujung wilayah. Sekarang, Israel pun menyerang sampai ke sana. Tentu dengan adanya kampanye ini semakin mengingatkan teman-teman yang tadinya tidak peduli akan hal ini untuk ikut andil dalam berbagi berita mengenai Palestina dan terus mendoakan saudara-saudara di Palestina," Nabilah Nisya Milia (23)

"All Eyes On Rafah" lebih dari sekedar kampanye, Ini merupakan panggilan mendesak bagi umat manusia yang tidak dapat kita abaikan. Dialektika menuntut kita untuk melihat kedua sisi suatu permasalahan, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai realitas, dan untuk menyadari perlunya tindakan ketika keadilan diabaikan. Di satu sisi, kita mungkin mendengar alasan keamanan, kontrol, dan politik. Namun, di sisi lain, dan yang lebih penting dan lebih manusiawi, jutaan orang yang terjebak di Gaza sangat membutuhkan akses terhadap makanan, obat-obatan, dan keamanan.

Retorika kampanye ini menarik hati nurani global. Bayangkan jika kita terjebak dalam situasi dimana pasokan kebutuhan dasar seperti air dan listrik terbatas, dan terus-menerus berada di bawah ancaman kekerasan. All Eyes on Rafah bukan hanya tentang Gaza atau Mesir, tapi tentang apa artinya menjadi manusia. Di sini kita dihadapkan pada logos yaitu fakta bahwa blokade ini telah menciptakan krisis kemanusiaan yang tak terkatakan. Faktanya, penyeberangan Rafah adalah satu-satunya jalur untuk mendapatkan bantuan penting, dan penutupan jalur ini merupakan hukuman kolektif yang tidak dapat dibenarkan. Logikanya, jika kita ingin menghentikan penderitaan ini, kita harus membuka penyeberangan. Dan kemudian, ada Pathos atau emosi. Bagaimana perasaan kita ketika melihat gambar anak-anak yang tidak mempunyai akses terhadap obat-obatan esensial? Pernahkah Anda mendengar cerita orang tua kehilangan anaknya karena kurangnya perawatan medis? Gerakan ini meminta kita untuk merasakan kepedihan dan kemarahan mereka atas berlanjutnya ketidakadilan. "Bayangkan jika itu anak Anda," adalah seruan emosional yang sering terdengar. Terakhir, ada etos atau etika dan kredibilitas. Sebagai bagian dari komunitas internasional, kita mempunyai kewajiban moral untuk membantu mereka yang tertindas dan menderita. Gerakan ini menyerukan para pemimpin dunia untuk tidak tinggal diam namun mengambil tindakan berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan internasional. Keadilan bukan hanya sekedar kata-kata, tapi tentang mengambil tindakan untuk membela mereka yang tidak mempunyai suara.

Dengan cara ini, All Eyes on Rafa mengajak kita untuk terlibat aktif, tidak hanya mengungkapkan simpati, tapi juga mengambil tindakan. Apakah kita akan tetap diam dan membiarkan penderitaan ini terus berlanjut, ataukah kita akan menjadi bagian dari solusi darurat? Jangan hanya menjadi penonton sejarah, jadilah bagian dari perubahan. Kini saatnya membuka mata, membuka hati, dan membuka penyeberangan Rafah untuk menyelamatkan banyak nyawa.

DAFTAR PUSTAKA

"All Eyes on Rafah" dan Mengakhiri Pengkhianatan Bagi Palestina

https://jurnal.uinsyahada.ac.id/index.php/hatapoda/article/view/11464/pdf

All Eyes on Rafah Menggema di Media Sosial

https://www.rri.co.id/iptek/721445/all-eyes-on-rafah-menggema-di-media-sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun