[caption caption="Masyarakat lingkar tambang"][/caption]Tambang telah menjadi magnet bagi banyak orang untuk mendekat. Pundi-pundi yang dihasilkan dari tambang menjanjikan kesejahteraan. Namun, tak dapat dipungkiri, hasil tambang masih dinikmati oleh pihak-pihak tertentu, yaitu mereka yang memang terlibat langsung dalam kegiatan pertambangan. Pihak-pihak seperti investor, kontraktor, karyawan tambang, atau sebagian kecil masyarakat yang bersinggungan langsung dengan dunia tambang telah mencicipi manisnya hasil tambang. Lalu, bagaimana dengan mereka yang tidak terlibat? Adakah hasil tambang yang dapat mereka nikmati?
Reformasi yang terjadi tahun 1998 membawa banyak perubahan dalam tata kelola republik ini. Dari sistem politik, pemerintahan, hingga pengelolaan keuangan. Indonesia yang semula diatur secara terpusat atau sentralistik, sejak reformasi digulirkan berubah menjadi desentralistik. Daerah memiliki kewenangan lebih besar untuk mengatur dirinya, tidak lagi terpaku pada titah dari Jakarta. Daerah diberi keleluasaan untuk mengelola sekaligus memanfaatkan potensi yang dimiliki.
Bumi Indonesia dikenal memiliki sumber daya alam yang melimpah, baik itu berupa kandungan minyak dan gas, mineral, hutan, maupun kekayaan laut. Melalui mekanisme desentralisasi fiskal, hasil pengelolaan sumber daya alam tersebut dibagihasilkan ke daerah dengan proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan pemerintah pusat. Kita mengenal adanya Dana Perimbangan, yaitu dana dari APBN yang ditransfer ke pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam menyediakan layanan publik kepada masyarakat.
Ada tiga komponen utama Dana Perimbangan, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), serta Dana Bagi Hasil (DBH). DAU diberikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah di mana penggunaannya ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah daerah. DAK merupakan dana yang diberikan untuk membiayai kegiatan tertentu di daerah yang menjadi prioritas nasional, biasanya berupa proyek fisik seperti pembangunan sekolah, rumah sakit, infrastruktur jalan, dan irigasi. DBH dibagi menjadi dua jenis, yaitu DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (DBH SDA). DBH Pajak berasal dari setoran para wajib pajak sementara DBH SDA berasal dari pemanfaatan sumber daya alam di daerah yang disetor ke pemerintah pusat dan dibagikan kembali ke daerah penghasil secara proporsional.
DBH SDA selalu menjadi isu sensitif, terutama bagi daerah-daerah yang kaya dengan sumber daya alam seperti Aceh, Papua, atau Kalimantan Timur. Hasil bumi yang diperoleh melalui kegiatan pertambangan itu menjadi tumpuan daerah dalam membiayai kebutuhannya menyediakan layanan publik bagi masyarakat. Melalui undang-undang, negara menjamin adanya bagi hasil yang adil dan proporsional antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah sebagai penghasil.
Begitu pula yang terjadi di Nusa Tenggara Barat. Keberadaan sebuah tambang tembaga dan emas bernama tambang Batu Hijau di ujung barat Pulau Sumbawa menjadi perhatian banyak pihak dengan kepentingan masing-masing. Tambang Batu Hijau dikelola oleh PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT). Setiap tahun perusahaan ini menghasilkan konsentrat sebagai output akhir. Selanjutnya, konsentrat dijual kepada pihak lain untuk diolah di smelter hingga dihasilkan produk turunannya.
Sebagai konsekuensi atas kontrak karya yang ditandatangani tahun 1986 dengan pemerintah, PT NNT memiliki kewajiban menyetorkan keuntungan hasil operasinya kepada negara dalam bentuk iuran tetap (landrent) serta iuran eksplorasi dan eksploitasi (royalty). Iuran tetap adalah iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah. Sementara royalti adalah iuran produksi pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi tersebut.
Pundi-pundi hasil tambang itu dibagikan kepada pemerintah daerah dengan prinsip by origin. Artinya, daerah penghasil mendapatkan porsi bagi hasil lebih besar. Sementara daerah lain dalam provinsi yang bersangkutan mendapatkan bagian pemerataan dengan porsi tertentu. Secara geografis tambang Batu Hijau berada di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat. Dengan demikian, Kabupaten Sumbawa Barat memperoleh proporsi pembagian DBH SDA lebih besar dibandingkan dengan sesama kabupaten atau kota lain di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Rincian porsi pembagian iuran tetap dan royalti dalam DBH SDA Pertambangan Mineral dan Batu Bara dapat disimak pada infografis berikut ini.
[caption caption="Proporsi pembagian DBH SDA Pertambangan Minerba"]
[caption caption="Simulasi perhitungan iuran tetap DBH SDA Pertambangan Minerba"]
[caption caption="Simulasi perhitungan royalti DBH SDA Pertambangan Minerba"]
Jumlah dana yang berasal dari pertambangan minerba yang diterima pemerintah daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilihat pada infografis berikut.
[caption caption="DBH SDA Pertambangan Minerba dari tahun 2011-2014 untuk Provinsi NTB dan kabupaten/kota di provinsi tersebut, angka dalam rupiah"]
Selain dari mekanisme DBH SDA Pertambangan Minerba yang merupakan bagian dari APBN, manfaat ekonomis dari kegiatan pertambangan di Batu Hijau juga dapat dirasakan oleh masyarakat melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan. Hingga tahun 2012, PT NNT mengeluarkan sekitar Rp 50 milyar setiap tahunnya untuk membangun infrastuktur dan memberdayakan masyarakat. Penyaluran dilakukan secara langsung kepada masyarakat serta melalui yayasan-yayasan yang dibentuk PT NNT. Selain dana tersebut, secara khusus pada tahun 2010 hingga 2014 PT NNT memberikan dana sebesar US$ 48 juta kepada Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Sumbawa, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ketiga pemerintah daerah tersebut mengusulkan program pembangunan infrastruktur untuk layanan publik. Pelaksanaan pembangunan dilakukan oleh PT NNT sesuai dengan usulan pemerintah daerah.
Selain bantuan secara langsung, perputaran uang juga terjadi melalui kegiatan operasional PT NNT. Ada sekitar 150 pemasok dan 100 kontraktor lokal yang menjadi mitra usaha PT NNT dengan total pembelanjaan barang dan jasa sekitar US$ 296 juta per tahun. Uang sebesar itu akan membuat ekonomi lokal semakin bergairah dan memberikan multiplier effect yang berdampak pada perbaikan kesejahteraan masyarakat.
Ada banyak aliran manfaat ekonomis dari dunia tambang kepada masyarakat. Aliran tersebut bisa melalui pemerintah daerah, langsung kepada masyarakat, maupun kegiatan lain yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan dana yang begitu besar, perlu kontrol yang ketat dari semua pihak yang berkepentingan. Bukan tidak mungkin, ada oknum-oknum tertentu yang mencari celah memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan pribadi. Sudah saatnya masyarakat bersikap kritis terhadap pengelolaan dana yang memang menjadi haknya. Dana yang dapat dimanfaatkan untuk membangun beragam fasilitas publik. Tujuan akhirnya, tentu meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
(AK)Â
Post Scriptum: Tulisan ini pernah dipublikasikan di blog pribadi saya www.adhikurniawan.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H