[caption id="attachment_89180" align="aligncenter" width="608" caption="Miftahur (kiri bawah) bersama sejumlah mahasiswa Indonesia di Mesir. (Dokumentasi Miftahur)"][/caption] Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) mendesak pemerintah RI untuk mengevakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Mesir secepatnya. Pasalnya, kondisi di negara yang berjuluk Ummuddunya (ibu dunia) kian mengkhawatirkan. “Kami mendesak pemerintah jangan hanya berkoar-koar mengavakuasi kami. Tapi, kenyataannya kami terlantar disini. Segera kirimkan pesawat,” pinta seorang mahasiswa Indonesia di Mesir, Miftahur Rahman El-Banjary, saat berbincang-bincang dengan saya via YM, tadi malam. Suasana semakin runyam lagi setelah adanya pernyataan Anis Matta disiarkan Radio Mesir Channel 88.7 dan aksi demontrasi di Bundaran HI diikuti pelemparan bom molotov di kedubes Mesir serta aksi menginjak-injak foto Presiden Hosni Mubarak yang ditayangkan stasiun televisi Al Jazeera. Imbasnya, Warga Negara Indonesia (WNI), termasuk Masisir dan TKW, yang berada di Mesir pun dijadikan pelampiasan oleh masyarakat Mesir. WNI dijadikan sasaran kemarahan masyarakat dan militer karena dianggap telah mengintervensi urusan dalam negeri mereka. “Kita selalu mendesak pemerintah pusat serius dalam penanganan evakuasi total WNI yang berada di mesir secepatnya. Kondisi Mesir saat ini dirasakan sangat tidak aman dan tidak nyaman,” ujar mahasiswa yang sedang menyelesaikan gelar master jurusan bahasa dan sastra Arab di Universitas Dual Arabiyah Kairo ini. Selain perlakuan kasar, berbagai peristiwa memilukan yang mengancam nyawa WNI di Mesir pun terjadi belakangan ini. Untuk itu, evakuasi sebenarnya tidak bisa ditunda-tunda dan menjadi harga mati yang mesti direalisasikan secepatnya. “Kami tidak ingin jadi bulan-bulanan militer Mesir dan warga Mesir yang terus mendesak dan mengusir kami pergi. Bapak Presiden, kirimkan pesawat tambahan. Jangan politisir keselamatan jiwa kami,” pintanya. Menurutnya, pemerintah RI harus bergerak cepat dalam mengevakuasi warganya yang hanya berjumlah sekitar 3000-an orang, dibandingkan Malaysia yang memiliki sekitar 3600 warga negaranya di Mesir dan sudah mengevakuasi seluruhnya. “Bayangkan, dalam dua hari hanya ada satu pesawat. Sementara hari ini, satu pesawat dinyatakan rusak. Jadi, hanya satu pesawat yang diberangkatkan. Sedangkan yang harus dievakuasi berjumlah lebih dari 3000 orang,” pungkas pria asal kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan ini. @pippoadhif
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H