Mohon tunggu...
Adi putra
Adi putra Mohon Tunggu... -

penulis amatir yang belum menghasilkan buku apapun alias masih belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Zutto, Zutto, Zutto!

22 Desember 2013   14:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:37 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

[Untukmu Ibu] Zutto, Zutto, Zutto!

Oleh : Adi putra (369)

Aku tak mengingat bagaimana aku sewaktu kecil, apa yang pernah ku lakukan bersama ibu? Apa yang pernah ku berikan kepada ibu seperti anak-anak yang terkadang suka membagi makanan atau apapun yang menurut mereka bisa di berikan kepada ibu mereka? Aku sama sekali tak memiliki kenangan atau ingatan apapun tentang semua itu semenjak aku mengalami hal yang tak pernah di inginkan oleh siapapun. Aku mengalami sebuah amnesia sebagian yang membuatku tak bisa mengingat apapun yang sudah terjadi sebelumnya, meskipun kejadian yang baru terjadi beberapa menit sebelumnya. Aku pun memutuskan untuk mencatat kejadiaan apapun yang terjadi padaku, agar aku tak melewati apapun karena aku tak mengingatnya.

“ Ma, aku berangkat yah. “ Aku melangkahkan kaki menuju pintu rumah untuk berangkat kerja setelah mencium tangan ibu ku untuk berpamitan.

“ Iya, hati-hati, jangan lupa obatnya diminum “ Ibuku menatap dari tempat duduknya karena memang beliau sedang beristirahat sambil nonton tv bersama adik perempuanku, terlihat jelas dari matanya, Ibu mengkhawatirkan keadaanku.

“  Huum, aku sudah catat ko, aku pergi yah. “ Aku pun segera keluar dari rumah dan menuju ke toko tempatku bekerja dengan berjalan kaki karena memang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahku.

Namaku Adi putra, 22 tahun. Aku tinggal di tempat yang normal, kehidupan yang normal dan lingkungan kerja yang normal. Semuanya terasa begitu normal untukku, - tidak ini bukan sekedar kehidupan yang normal ini tapi semuanya terasa asing untukku, banyak mata yang menatapku seolah mereka mengenalku tapi aku tak ingat siapa saja mereka. Aku hanya bisa berjalan menunduk seolah tak memperhatikan mereka sehingga membuatku terkesan menjadi orang yang sombong bagi mereka yang mungkin mengenalku padahal aku tak ingin mereka berpikiran seperti itu, aku hanya bisa pasrah dengan kenyataan ini.

Satu-satunya manusia yang masih menerimaku apa adanya meskipun dalam keadaan seperti ini hanyalah ibuku, hanya beliau yang selalu berusaha meyakinkanku kalo aku masih bisa memiliki masa depan meskipun aku tak memiliki kenangan masa lalu,  hanya ibu yang membuatku bangkit kalau kami masih bisa membuat masa depan bersama tanpa perlu mengingat masa lalu.

Masa depan terjadi karena apa yang kamu lakukan sekarang, bukan karena apa yang kamu lakukan di masa lalu.”

Itulah yang selalu di katakan ibuku, aku selalu membaca perkataan ibu itu yang aku tulis agar aku selalu bisa mengingat apa yang ibu bilang saat aku merasa tak bisa apa-apa untuk dunia ini.

Aku pernah mendengar kalau aku pernah membuat ibuku marah dan sedih kepada ku, aku mendengar dari adikku , kejadian itu terjadi sebelum aku mengalami amnesia sebagian ini lebih tepatnya saat aku masih duduk di bangku SMK. Aku pada waktu itu hanya seorang remaja yang tak memikirkan apapun kecuali yang membuatku atau teman-temanku merasa senang, sehingga aku mengabaikan nasihat ibu yang membuatnya marah padaku.

Pada waktu itu aku sangat menyukai dan menyayangi seorang gadis yang pada waktu itu dia adalah seorang kekasihku,  aku sangat menyayangi dia dan juga aku selalu merasa gengsi karena aku tidak bisa membelikan apapun  yang di inginkan dia, hingga akhirnya suatu hari di hari ulang tahunnnya aku memutuskannya untuk membelikannya sebuah handphone sesuai permintaanya tanpa mempedulikan keuangan yang ku miliki. Padahal waktu itu , ibuku mengumpulkan uang untuk biaya pendaftaran kuliahku nanti tapi aku yang tidak peduli apapun kecuali menyenangkan si dia, akhirnya ku memutuskan memakai uang itu.

“ Kenapa kamu pakai uang itu? Itu untuk biaya pendaftaran kuliahmu nanti.” Itulah kalimat yang pertama ibuku lontarkan saat mengetahui uang itu di pakai olehku, wajahnya terlihat begitu kesal dan kecewa , aku tidak bisa bilang apa-apa saat itu karena aku tidak bisa membantah apa yang di katakannya, aku hanya bisa menyesal tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak mungkin mengambil kembali sesuatu yang di berikan kepada orang lain meskipun dia kekasihku.

Ibuku begitu marah kepadaku sehingga dia tidak mau bicara padaku selama beberapa hari dan selama itu aku selalu meminta maaf dan menangis memohon agar ibuku mau berbicara lagi padaku. Akhirnya aku pun berhasil mendapat maaf dan senyumnya kembali, mulai saat itu aku berjanji untuk tidak lagi membuat ibu bersedih tidak peduli aku harus mengabaikan apa yang orang lain pikirkan meskipun akhirnya aku malah melupakannya karena hal yang tidak ku inginkan itu yang membuatku harus mengalami amnesia sebagian.

“ Aa, kamu anak pertama jadilah contoh untuk adik-adikmu, bantu mama untuk menjaga mereka dan jangan lupakan mereka , teruslah ingat ini yah. “ Itulah kata-kata yang sering beliau katakan padaku saat kami bercengkrama di waktu istirahat dan berkumpul bersama setelah makan malam. Jika ada penghargaan siapa wanita yang begitu berharga untukku dan keluargaku, mungkin ibulah pemenangnya karena tidak ada siapapun yang lebih berharga darinya , tidak ada yang lebih menyayangi kami selainnya, tidak ada yang lebih memikirkan kami selainnya. Hanya beliau seorang/lah yang akan selalu menjadi pelindung kami di tengah keluarga besar yang tak akur satu sama lain, di mana paman dan bibi dari pihak ayah yang selalu ingin memperbesar suatu masalah kecil yang tak jarang menimbulkan keributan.

Apa yang kalian cari setelah kalian bangun dari tidur atau pulang dari mana saja ? apakah itu barang-barang berharga kalian? Adik kalian? Atau mungkin kalian akan segera menghubungi kekasih kalian yang tak bersama kalian saat itu?. Jika itu aku, aku akan segera mencari ibu apabila tidak melihatnya aku akan bertanya kepada siapa saja  yang ada di rumahku , kemana ibu? Apa yang di lakukan? Dan sebagainnya. Mungkin aku terkesan seperti seorang anak yang manja tapi aku tak peduli meskipun kalian berpikir seperti itu, karena aku tak ingin jauh darinya jika pun aku harus menjauh semisalkan ketika aku menikah nanti, aku akan membawanya dan merawatnya di kediamanku kelak karena ku tak ingin melepaskan satu momenpun bersamanya, aku takut aku akan melupakannya kalau aku melewati satu momen saat bersamannya, aku tak ingin itu terjadi.

“ Assalamualaikum, adi pulang.”  Kini aku sudah berada kembali di rumahku setelah seharian bekerja di toko, aku segera mencari ibu yang masih sibuk berkutat di dapur untuk sekedar mencium tangannya  dan melihat senyumnya. Aku selalu ingin kembali segera mungkin apabila ku jauh darinya, meskipun itu hanya sebentar.

“ Walaikum salam, aah udah pulang, yaudah mandi sana. Nanti biasa makan bareng lagi, hehe. “ Ibuku yang terlihat lelah  tetap tersenyum dan menyambutku dengan hangat seperti biasa. Aku sama sekali tak ingin pindah dari tempatku berdiri sekarang, di samping ibuku tapi aku tau ibu sedang repot masak jadi aku pun menurutinya untuk segera mandi. Lagipula aku juga lelah untuk berdiri seperti itu karena seharian aku berdiri menjaga toko seperti satpam mall hanya bedanya aku tak segarang satpam-satpam itu.

“ Uuum, oke , adi mandi dulu. “  Aku segera keluar dari dapur dan menuju kamar mandi yang kebetulan kosong karena biasanya kamar mandi penuh di waktu-waktu seperti ini oleh saudara-saudara dan sepupuku.

“ Aa, buruan mandinya udah mau makan nih, adik-adikmu udah ga sabar buat makan bareng.” Ibu yang sudah selesai masak segera memanggilku untuk segera menyelesaikan mandi, aku pun segera bergegas untuk menyelesaikannya, aku juga ingin makan bersama mereka termasuk bersama ibuku.

“ Naah! Karena aa adi udah selesai, ayo makan tapi jangan lupa doa dulu.” Aku yang telah selesai mandi dan berpakaian segera bergabung untuk makan bersama, aku melihat senyum ibu yang setiap hari selalu ku liat saat menyendokkan nasi untuk adik-adikku yang kecil.

Zutto, Zutto, Zutto ! (selamanya, selamanya, selamanya) ibu akan menyayangi kami, akan memberikan kami perhatiannya dan selalu menganggap kami seperti anak kecil meskipun kami telah dewasa karena perhatiannya yang tanpa batas.

Terimakasih ibu, entah kami akan menyayangi mu selamanya atau tidak seperti engkau menyayangi kami, kami hanya bisa berdoa semoga engkau selalu di berikan kesehatan kepada Yang Maha Kuasa hingga engkau selalu bersama kami hingga kami menjadi dewasa nanti.

Kami menyayangimu, MAMA!

NB. Untuk membaca karya peserta lain Silahkan menuju akun Fiksiana Community , dengan judul : Inilah Hasil Karya Peserta Event Hari Ibu

Silahkan bergabung di group FB. Fiksiana Community [ link: http/www.facebook.com/groups/ 175201439229892 ]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun