Suatu hari saya berimajinasi menaiki sepeda menelusuri jalan-jalan sebuah desa, di kanan kiri jalan terhampar sawah dengan padinya yang tampak sudah menguning,,betapa asrinya. Tak jauh dari hamparan sawah tersebut mengalir sebuah sungai kecil berair bening dengan gemericik suara yang jernih,,betapa sejuk terasa.
Di pematang sawah terlihat seorang remaja belia menaiki punggung kerbau sambil meniup seruling dengan lihainya memainkan sebuah lagu tradisional…betapa menenangkan. Dari kejauhan suara anak-anak belajar mengaji terdengar dari pengeras suara sebuah masjid…betapa mengasyikkan. Itulah imajinasi saya tentang desa, sebagai sebuah wilayah yang menginspirasi bukan saja bagi seseorang yang gemar sekedar berimajinasi, namun juga menginspirasi para pelukis, penggubah lagu dan penulis buku.
Kadangkala imajinasi memang tak dapat diharapkan dapat mewakili keadaan sesungguhnya. Siapa sangka jika padi yang sudah menguning tadi hanyalah sisa dari serangan tikus yang sudah menjadi semacam wabah salah satu penyebab utamakegagalan panen yang biasa diderita petani, siapa pula yang tahu jika padi yang sudah menguning tersebut tak menggembirakan penanamnya karena toh hasil panen yang dirasakan petani yang sebagian besar sudah menjadi buruh tani tak mampu mensejahtrakan diri dan keluarganya. Dimanapun air memang mengalir, tapi siapa sangka di desa pun pencemaran sungai sudah marak terjadi, siapa pula yang tahu bahwa seringkali air menjadi sumber konflik para petani di desa karena yang berwenang mengurus air tak becus kerjanya. Irama yang keluar dari seruling remaja tadi memang menenangkan, tapi siapa yang tahu batin remaja ini berkecamuk menanyakan nasib dirinya ke depan yang karena kungkungan kemiskinan terpaksa tak meneruskan sekolah.
Desa dan permasalahannya telah lama menjadi bahan kajian umum di acara-acara nasional dan mimbar-mimbar kampus. Ragam solusi yang ditawarkan sudah menjadi bahan janji-janji di setiap pemilihan umum. Namun, keadaan sebagian desa di negeri ini masih belum bergeliat bangkit dari keterpurukannya. 63,2 % penduduk miskin di Indonesia tinggal di pedesaan (BPS, 2011). Pertanian yang menjadi sektor yang lazim diusahakan masyarakat desa tak mampu mengungkit kesejahteraan pelakunya, tak heran lebih dari setengah masyarakat miskin Indonesia bekerja di pertanian (BPS, 2011). Yang lebih memprihatinkan, kemiskinan kota pun juga terjadi akibat urbanisasi penduduk miskin dari desa (Anggota Komisi XI DPR RI Kemal Azis Stamboel).
Dapat ditarik benang merah bahwa pembangunan pedesaan adalah suatu upaya untuk mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan. Pembangunan pedesaan juga merupakan proses pengembangan kemandirian yang membawa pada peningkatkan pendapatan. Dan peningkatan pendapatan akan dapat menciptakan kesejakteraan keluarga sehingga upaya menghindari masyarakat pedesaan dari himpitan kemiskinan akan tercapai. Syukurlah tidak hanya pemerintah yang sudah menyadari hal itu, beberapa NGO seperti LSM, lembaga zakat dan lembaga lain yang memiliki perhatian terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan juga menyadarinya dengan mencanangkan program-program baik bersifat karitas maupun pemberdayaan di wilayah pedesaan.
Tentu muncul pertanyaan mengapa sepertinya keadaan tidak berubah, desa-desa nampak masih bergulat dengan ketidakberdayaannya. Maka saya berpendapat bahwa urgensi membangun desa sama dengan membangun bangsa, ia merupakan pekerjaan yang tidak ringan yang tidak saja membutuhkan dana besar, kecakapan yang handal, perencanaan yang matang dan sinergisitas antar elemen bangsa saja. Namun usaha tersebut memerlukan juga kejujuran dan keamanahan yang mumpuni serta pertolongan Tuhan. Mengapa, karena bukan lagi rahasia umum bahwa program-program akbar seputar pembangunan desa yang terutama dicanangkan pemerintah menjadi potensi pundi-pundi orang-orang serakah. Maka tentu menjadi harapan besar peran KPK bisa dilebarkan sampai menyentuh wilayah pembangunan pedesaan. Ini jelas tema yang berat, namun siapakah yang dapat menghalangi Tuhan bersama dengan segenap pertolonganNya........