Keputusan untuk meminta anggota Paskibraka melepas jilbab mereka, meskipun diklaim sebagai sukarela, menimbulkan pertanyaan besar tentang ruang yang diberikan negara kepada praktik keberagamaan individu dalam konteks simbolis seperti ini. Paksaan, langsung maupun tidak langsung, bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai salah satu pilar utama.
Sebagai bangsa yang menghargai perbedaan dan memeluk semangat inklusivitas, kita perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan yang bisa mengesankan adanya homogenisasi paksa yang tidak sesuai dengan kenyataan keberagaman di Indonesia. Jilbab, bagi banyak muslimah, adalah bagian tak terpisahkan dari identitas diri dan keyakinan mereka. Menghilangkan bagian ini, bahkan untuk sesaat, adalah tindakan yang bisa dianggap mengabaikan hak dasar individu.
BPIP, sebagai badan yang bertanggung jawab menjaga ideologi Pancasila, perlu lebih sensitif dan inklusif dalam menyusun peraturan, terutama yang menyangkut simbol-simbol nasional. Kebinekaan adalah kekuatan kita, bukan kelemahan. Menegakkan disiplin dan keseragaman dalam upacara kenegaraan penting, tetapi tidak boleh mengorbankan kebebasan beragama dan ekspresi keyakinan yang dijamin konstitusi.
Harapannya bahwa ke depan, semua pihak dapat duduk bersama untuk menemukan solusi yang mengakomodasi kebutuhan seragam nasional dengan tetap menghormati hak-hak individual para anggota Paskibraka. Dengan begitu, kita bisa menjaga semangat persatuan dan kebinekaan yang telah menjadi identitas bangsa ini sejak lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H